ALLAH SWT berfirman dalam Alquran yang artinya, “Kecelakanlah bagi setiap pengumpat lagi pencela, yang mengumpulkan harta dan menghitung-hitungnya dan mengira bahwa hartanya itu dapat mengekalkannya, sekali-kali tidak! Sesungguhnya dia benar-benar akan dilemparkan ke dalam Hutamah. Dan tahukan kamu apakah Hutamah itu? (Yaitu) api (yang disediakan) Allah yang dinyalakan, yang (membakar) sampai ke hati. Sesungguhnya api itu ditutup rapat atas mereka, (sedangkan mereka itu) diikat pada tiang-tiang yang panjang.” (QS Al Humazah: 1-9)
BACA JUGA: Surat An-Naba Bukti Kekuasaan Allah SWT
Perlu diwaspadai dalam hal yang berhubungan dengan pembelanjaan harta, fitnah (kerusakan) yang ditimbulkan dari kecintaan yang berlebihan terhadap harta tersebut, sebagaimana yang telah diingatkan oleh Rasulullah SAW dalam sabda beliau, “Sesungguhnya pada setiap umat (kaum) ada fitnah (yang merusak/menyesatkan mereka) dan fitnah (pada) umatku adalah harta.” (HR. Tirmidzi)
Demi rupiah, seseorang sering berpeluh-peluh, terseok, dari pagi hingga malam dari remaja hingga tua. Banyak waktu yang dikorbankan, banyak kesempatan yang terlewat untuk mengejar harta. Kadang kesempatan mendekat kepada Allah SWT, kesempatan melakukan ibadah-ibadah sunah, kesempatan shalat tepat pada waktunya juga ikut terlewat. Belum lagi kesempatan berkumpul dengan keluarga. Anehnya, yang namanya ‘harta’ seringkali sulit membuat senang pemiliknya. Meski ia telah begitu banyaknya di genggaman, harta itu terus saja memanggil manggil kita.
Menyibukkan diri dengan harta secara berlebihan adalah fitnah (yang merusak agama seseorang) karena harta dapat melalaikan pikiran manusia dari melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT dan membuatnya lupa kepada akhirat.
Kerusakan lain yang ditimbulkan dari kecintaan yang berlebihan terhadap harta adalah sifat tamak/rakus dan ambisi untuk mengejar dunia, karena secara tabiat asal nafsu manusia tidak akan pernah merasa puas/cukup dengan harta dan kemewahan dunia yang dimilikinya, bagaimanapun berlimpahnya.
Yang menentukan cukup atau tidaknya anggaran belanja keluarga bukanlah dari banyaknya jumlah anggaran harta yang disediakan, karena berapa pun banyaknya harta yang disediakan untuk pengeluaran, nafsu manusia tidak akan pernah puas dan selalu memuntut lebih.
BACA JUGA: Musaikah At-Taibah, Sahabat Wanita yang Menjadi Sebab Turunnya Surat An-Nur: 33-34
Oleh karena itu, yang menentukan dalam hal ini adalah justru sifat qana’ah (merasa cukup dan puas dengan rezki yang Allah berikan) yang akan melahirkan rasa ridha dan selalu merasa cukup dalam diri manusia, dan inilah kekayaan yang sebenarnya.
Sebagaimana sabda Rasululah SAW, “Bukanlah kekayaan itu karena banyaknya kemewahan dunia (harta), akan tetapi kekayaan (yang hakiki) adalah kekayaan (kecukupan) dalam jiwa (hati).” (HR al-Bukhari dan Muslim) []