Oleh: Shinta Wahyu, sintawahyu2@gmail.com
1
DEARĀ friend,
Dulu aku adalah penantang hidup. Tato di kedua lengan dan dada seolah bukti bahwa aku perkasa. Aku berdiri tegak, dengan kepala mendongak. Seakan tubuhku tak akan pernah terjatuh.
Tapi,
Tato ini tidak lagi bagus. Garisnya mulai kendur mengikuti kulitku yang menyusut. Mengeriput. Lalu aku tiba-tiba terbaring di atas tempat tidur berroda dengan bermacam selang dan obat-obatan karena kanker tenggorokan yang menggerogoti.
Friend,
Kesombongan itu tidak membuatku abadi.
-Abay, 25 tahun. Perokok berat-
2
Untuk Ayah, Abang dan semua laki-laki yang merokok,
Setiap pagi, siang, sore dan kapan saja. Di mana saja. Aku sering menelan asap yang mengepul dari bibir mereka. Mereka tampak keren. Bahkan aku sempat berpendapat, pria yang tidak merokok, sebaiknya memakai rok saja. Sebab mereka tidak maskulin. Tapi… Aku tidak tahu jika sisa nikotin itu akan mengendap di paru-paruku. Bertahun-tahun lalu membentuk sebutir kumpulan sel jahat yang membunuh perlahan. Menyiksa seperti psikopat. Membiarkan aku menikmati sakit yang sangat, namun tak juga mati.
Pak, Mas, Bang, dan saudaraku semua…
Di luar sana ada banyak sekali ‘aku’ yang mengalami penderitaan yang sama.
-Amay, 40 tahun. Perokok pasif-
3
Untuk Ibu,
Seandainya waktu bisa diputar ulang. Bukan keadaan ini yang aku sesali. Aku rela terbaring di ranjang rumah sakit sepanjang waktu, asal ridhomu bersamaku.
Bu,
Hidup mungkin tak akan memberi banyak kesempatan. Membiarkan aku ditampar penyesalan selama sisa napas yang sesak ini. Meski terlambat, maafkanlah aku.
Dulu, aku mengira akan hidup selamanya dalam kesenangan. Kemudahan. Kesegaran badan. Sehingga darah durhaka meluap-luap riang. Aku merasa aman dari pengawasan Tuhan dan Malaikat.
Ibu,
Melukaimu adalah kerugian dunia dan akhiratku.
-Fulanah, 27 tahun. Durhaka pada orang tua. []
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word