ATAS restu Amirul Mukminin Umar bin Khattab kepada panglima perang mujahid agung Saad bin Abi Waqqash, akhirnya Imperium Persia dapat dibebaskan. Persia kalah telak, berbagai negeri dibebaskan oleh kaum Muslimin.
Raja Persia saat itu, Kisra Yazdegerd III (624-652 M) dari wangsa Sassaniyah meradang. Matanya nanar menatap masa depan imperium raksasa diambang keruntuhan. Ia sangat terpukul, geram, dan pilu menghadapi kenyataan yang terjadi.
Masih terngiang dibenaknya tragedi kekalahan Imperium Persia pada perang Qadisiyyah, tiga panglima terbaiknya gugur di medan tempur; Rostam Farrokhzad, Bahman Judhuyih dan Armenia Jalinus.
BACA JUGA:Â Kesedihan sang Kaisar
Pukulan telak berikutnya adalah kekalahan getir Imperium Persia pada Perang Nahawand (642 M), sehingga dengan kondisi ini terpaksa mengharuskan Yazdegerd III meninggalkan istana demi menyelamatkan diri dan menyusun strategi.
Sebagian referensi menyebutkan bahwa sepucuk surat dari Amirul Mukminin Umar bin Khattab sampai ke tangan Yazdegerd III, seruan untuk menyerah dan jaminan keselamatan dengan syarat memeluk agama Islam dan meninggalkan agama Zoroaster.
Adapun keberadaan dan kebenaran surat itu, juga balasan Yazdegerd III yang menolak mentah-mentah seruan Umar, masih jadi perdebatan para sejarawan. Yang pasti kondisi Imperium Persia saat itu di ambang keruntuhan yang memilukan.
Persia sebagai imperium raksasa yang pernah mengangkangi dunia, tentu memiliki gengsi tinggi atas kedudukannya. Tapi saat ini, kondisinya terpuruk dan hampir roboh. Tak peduli dengan gengsi, tak peduli dengan rasa malu. Akhirnya raja Persia itu mengirim utusan untuk minta bantuan kepada Kaisar Cina dari Dinasti Tang (618-907 M).
Kaisar Dinasti Tang bertanya pada utusan Persia, “Apa yang terjadi, kalian yang begitu besar bisa dikalahkan oleh kaum yang kecil? Bagaimana sebenarnya kaum itu?”
Utusan Persia balik bertanya, “Silahkan Tuan bertanya, apa yang Tuan ingin ketahui tentang kaum itu?”
“Apa yang mereka katakan kepada kalian sebelum perang?”
Dengan jujur utusan Persia menuturkan, “Mereka menawarkan satu dari tiga hal. Pertama, kami diajak masuk Islam dengan demikian kami sama dengan mereka. Kedua, kalau kami tidak mau masuk Islam maka kami harus membayar jizyah (semacam pajak) dengan demikian maka kami dalam jaminan dan perlindungan mereka. Ketiga, kalau kami menolak, maka perang.”
Kaisar Cina, ” Apakah mereka menepati janji?”
Utusan Persia, “Ya, mereka adalah kaum yang sangat menepati janji.”
“Apakah mereka ada ajaran tentang halal dan haram?”
“Ya.”
“Apakah mereka suka menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal?”
“Tidak. Mereka adalah kaum yang sangat memegang teguh ajaran Agama mereka.”
“Selama mereka tidak menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal maka mereka takkan bisa dikalahkan.”
Selanjutnya Kaisar Dinasti Tang bertanya tentang kondisi fisik mereka seperti pakaian yang dikenakan, kendaraan yang ditumpangi, dan perkakas yang dihunakan kaum Muslimin. Utusan Persia menjawab dengan detail, jelas, dan terbuka tanpa menutupi sesuatu apapun yang ditanyakan.
Kasar Dinasti Tang menulis surat jawaban untuk Raja Persia, Kisra Yazdegerd III.
BACA JUGA:Â Sejarah Islam di China
Isi suratnya adalah, “Sesungguhnya bukan aku tidak tahu bahwa sesama raja ada hak dan kewajiban untuk saling membantu, dan bukan aku tidak mau membantu. Aku bisa membantu pasukan perang yang paling depan sudah sampai di wilayah Persia dan yang belakang masih di Cina. Tapi itu tak ada gunanya. Karena, kaum yang memiliki sifat-sifat sebagaimana yang disebutkan oleh utusanmu itu jika mau meruntuhkan gunung niscaya mereka bisa meruntuhkannya, dan jika mereka menyerang kerajaanku karena ikut membantumu, niscaya mereka melenyapkanku dan kerajaanku. Kaum ini, tak bisa dikalahkan sehingga mereka berubah menghalalkan yang haram dan mengharamkan yang halal. Maka saranku, berdamailah dengan mereka. Dan terima tawaran mereka.”
Sesungguhnya keimanan, ketakwaan, keadilan dan kejujuran adalah pintu pertolongan Allah Swt. Maka hadirkan Allah dalam segala aktivitas kita. Wallahu’alam. []