SURIAH—Perang saudara Suriah telah memasuki fase yang menentukan. Rusia dan Iran menolak seruan Turki untuk gencatan senjata dalam KTT trilateral di Teheran. Malah kedua negara sekutu Bashar Assad ini bersumpah untuk merebut kembali benteng terakhir kelompok anti-rezim di Idlib.
PBB telah memperingatkan bahwa setiap serangan di Suriah Utara akan menghasilkan bencana kemanusiaan. Situasi di lapangan sangat kompleks karena kehadiran beberapa ‘pemain.’
KTT trilateral baru-baru telah ini diadakan di Teheran antara kepala negara-negara Iran, Suriah, dan Turki. Namun justru berakhir dengan kegagalan karena seruan Erdogan untuk gencatan senjata ditolak oleh Vladimir Putin dan Hasan Rouhani.
BACA JUGA: Menlu Turki: Tak Ada Agenda Rahasia untuk Bantu Suriah
Turki khawatir operasi itu akan meningkatkan arus masuk para pengungsi ke bagian selatan wilayahnya. Padahal Ankara telah menampung sekita 3,5 juta pengungsi Suriah.
Utara Idlib dikendalikan oleh pasukan Turki yang mengintervensi dengan dalih menghapuskan ancaman milisi Kurdi di perbatasannya. Turki secara konsisten menyediakan senjata dan amunisi untuk membebaskan Tentara Suriah (FSA).
Tujuan Turki adalah untuk memberikan perlawanan terhadap serangan yang dipimpin Rusia. Para pengamat yakin bahwa tentara Suriah telah memulai persiapan untuk serangan, jauh sebelum KTT trilateral dan menurut perkiraan telah mengerahkan ratusan ribu tentara di daerah sekitar dari pemerintahan Idlib.
Selain itu, jet Rusia dari Pangkalan Udara Khmeimim, dan jet Suriah dari pangkalan udara Homs secara teratur menargetkan posisi kelompok oposisi di pinggiran Idlib.
BACA JUGA: Rusia Tuduh Jet AS Luncurkan Bom Fosfor ke Suriah
FSA telah menyediakan roket grader Turki dan menurut sumber-sumber lokal setelah kegagalan KTT Tehran, Ankara telah meningkatkan pasokan roket grad dan amunisi kecil kepada para pemberontak.
Di sisi lain Rusia telah memiliki persenjataan militer yang unggul dalam hal teknologi dan daya tahan. Senjata SU-34 dianggap telah memainkan peran penting dalam mengambil kembali ISIS dan daerah yang dikuasai pemberontak juga akan digunakan dalam serangan yang akan datang.
Selain itu, Pasukan Khusus Rusia, Spetsnaz saat ini memberikan dukungan intelijen dan gerilya kepada Tentara Arab Suriah (SAA). Apalagi, Iran sudah berurat berakar di Suriah. Garda revolusi, kekuatan Al-Quds berjuang berdampingan dengan SAA. Kekuatan Al-Quds telah memainkan peran instrumental dalam mengubah gelombang konflik dalam mendukung Bashar al-Assad.
Komandan pasukan Al-Quds, Jenderal Suleimani, telah berkali-kali berada di wilayah garis depan operasi melawan Daesh dan pemberontak. Israel memiliki keraguan mendalam tentang infrastruktur militer Iran di Suriah, terutama dekat Dataran Tinggi Golan dan juga telah menargetkannya beberapa kali.
Utusan Amerika Serikat (AS) untuk PBB, Nikki Haley telah memperingatkan Iran dan Rusia tentang konsekuensi mengerikan atas serangan militer Suriah ke Idlib. Tentara angkatan laut AS telah tiba di Mediterania. Analis politik percaya bahwa Washington memiliki sedikit pengaruh atas Rusia di Suriah.
BACA JUGA: Analis: Dibandingkan Suriah, Konflik Afghanistan Jauh lebih Mematikan
Pentagon telah menangguhkan operasi satu miliar dolar untuk mendukung dan melatih kelompok bersenjata di Suriah lantaran semakin tidak populernya dan ketidakefektifannya. Banyak senjata yang disediakan berakhir ke kelompok pro Al-Qaeda dan front Al-Nusra.
Meskipun di lapangan kehadiran AS terbatas tetapi dapat menyerang pasukan Assad dengan rudal tomahawk. Masih belum jelas apakah Rusia akan menggunakan sistem pertahanan udara S400 untuk menghentikan misil yang masuk atau tidak.
Semua pemain kunci dari perang sipil Suriah, Rusia, Iran, Turki, dan AS harus menyelesaikan masalah melalui negosiasi. Idlib adalah rumah bagi lebih dari 3 juta orang termasuk populasi besar wanita dan anak-anak. Perlindungan warga sipil harus menjadi prioritas utama para pemain regional dan internasional yang terlibat dalam perang sipil Suriah. []
SUMBER: NATION