BARAT tak pernah punya batasan yang jelas soal nasab dan pergaulan. Misalnya saja soal anak. Di satu sisi, sebagian menolak mempunyai anak karena biaya hidup yang tinggi, di sisi lain ada juga yang menginginkan anak namun tak mau terikat dalam pernikahan alias kumpul kebo. Naudzubillah.
Dan ada juga yang menginginkan anak, namun terkendala kesuburan. Maka Barat menciptakan solusi. Mulai dari bayi tabung, sampai surrogate mother (ibu pengganti yang disewa rahimnya). Nah, apa dan bagaimana ibu pengganti ini, utamanya dalam Islam?
BACA JUGA: Saat Orang Yahudi Bertanya tentang Hukum Zina
Surrogate mother merupakan metode dalam mengobati infertilitas. Dalam hal ini, surrogate mother akan melibatkan bantuan wanita lain untuk membawa sel telur yang telah dibuahi di dalam rahimnya. Wanita ini bersedia untuk membawa anak atas nama pasangan lain.
Menurut ilmu kedokteran sendiri, yang disebut dengan sewa rahim ialah perempuan yang menampung pembuahan suami-istri dan diharapkan melahirkan anak hasil pembuahan. Apalagi, dengan ditemukannya metode pengawetan sperma, frekuensi penggunaannya kian meningkat.
Laman qa.sunnipath.com berpendapat bahwa praktik ibu pergganti ini adalah haram hukumnya. Karena hukum bagi seorang wanita membawa sel telur yang telah dibauahi dari laki-laki yang bukan suaminya adalah sama seperti zina.
Selain itu, dengan memasukan pihak ketiga (ibu pengganti) akan membuat garis keturunan sang anak menjadi tidak jelas. Senada dengan itu, w-afif-mufida-fk12.web.unair.ac.id juga menjelaskan bahwa di Indonesia sendiri, praktik ibu pengganti ini tidak diperbolehkan alias dilarang berdasarkan hukum yang berlaku.
MUI juga berpendapat bahwa melahirkan anak dari ibu pengganti hukumnya haram berdasarkan kaidah Sadd az-zari’ah, sebab hal ini akan menimbulkan masalah rumit dalam kaitannya dengan masalah warisan.
BACA JUGA: Cara Taubat dari Dosa Zina
Lalu bagaimana dengan nasab anak yang dilahirkan dari Ibu pengganti ini?
Menurut kikinmulyati.wordpress.com, Islam sendiri memiliki dua pendapat berbeda tentang ini. Pendapat pertama menyatakan bahwa anak dinasabkan kepada ibu yang mengandung dan melahirkannya saja. Sedang pendapat kedua menyatakan bahwa anak dinasabkan kepada ibu yang mengandung dan melahirkannya serta ayahnya, sekalipun mereka tak mempunyai hubungan. []
SUMBER: FIMELA.COM