Oleh: Wisnu Tanggap Prabowo
Pengajar Program Matrikulasi STEI Tazkia, Bogor. Pengajar LBPP LIA. Penulis Aviasi
ADAKALANYA Allah menghendaki kebaikan bagi seseorang melalui dosa-dosanya, dan menghinakan seseorang justru dengan amal kebaikannya.
Seorang tabi’in, Sa’id bin Jubair, berkata bahwa ini terjadi ketika seorang hamba bangga akan amalannya sehingga kesombongan menjauhkannya dari Rahmat Allah. Sementara perasaan hina karena banyaknya dosa dapat membuat seorang hamba bersimpuh, lunak hatinya, dan bertaubat sehingga Allah mengampuni kemudian memuliakannya.
Bahkan Allah berkata dalam hadis qudsi, “Kalau kalian tidak berdosa maka Allah akan menjadikan kalian sirna, lalu Allah mendatangkan suatu kaum yang mereka berdosa lalu mereka bertaubat kepada Allah lalu Allah mengampuni mereka.” (HR. Muslim).
Abu Nawas, misalnya, adalah penyair masyhur di era kerajaan Abbasiyah dengan kehidupan hedonis seperti dikesankan dalam hikayat “100 Malam” (Alfu Lailatin wa Lailah). Abu Nawas memang gemar meminum khamr sampai-sampai beliau menulis syair tentang sensasi meminum khamr berjudul khamriyyat. Ia juga gemar bersenang-senang dengan banyak wanita dan dianggap sebagai seorang zindiq. (al Bidayah wa Nihayah, Ibnu Katsir, 14/73).
Meski terjerumus dalam kubangan maksiat, Abu Nawas sempat menuntut ilmu agama, yakni ilmu Al Qur’an, ilmu hadis, dan sastra Arab melalui sejumlah ulama. Setelah hidayah Allah, besar kemungkinan taubatnya Abu Nawas ditengarai oleh manfaat ilmu agama yang pernah dipelajarinya. Sisi lain dari Abu Nawas inilah yang tidak sepopuler reputasinya sebagai penyair eksentrik dan gemar hura-hura.
Sahabat Abu Nawas, Abu Khalikan, menuturkan (dalam Wafiyatul A’yan 2:102) bahwa sebelum wafatnya, Abu Nawas menulis bait-bait syair yang ia sembunyikan di bawah bantal. Ibnu Khalikan mengaku bertemu Abu Nawas dalam mimpi dimana ia berkata, “Wahai Abu Nawas, apa balasan Allah terhadapmu?”
Abu Nawas menjawab, “Allah Mengampuni dosaku karena beberapa bait syair yang kutulis saat aku sakit sebelum wafat, syair itu berada di bawah bantalku.”
Abu Khalikan kemudian mendatangi kediaman keluarga Abu Nawas dan benar saja, ia menemukan secarik kertas berisi syair di bawah sebuah bantal. Di antara penggalan bait syair terakhir yang ditulis Abu Nawas berbunyi:
Jika yang memohon kepada-Mu hanya orang yang baik-baik saja,
Lalu kepada siapakah orang yang jahat akan memohon?
Aku tidak mempunyai wasilah kepada-Mu kecuali sebuah pengharapan,
Juga bagusnya pintu maaf-Mu, kemudian aku pun seorang muslim.
Meskipun seorang muslim terjatuh ke dalam kubangan dosa dan maksiat berulang kali, pintu taubat selalu terbuka baginya sebelum maut menjemput atau Hari Kiamat tiba.
Sebaliknya, seseorang yang membawa amalan sepenuh bumi namun ia menghadap Allah sebagai pelaku kesyirikan, maka amalannya sia-sia belaka (QS. Az Zumar: 65) dan ia kekal selamanya di dalam penderitaan (QS. Al Maidah: 72).
Semoga Allah mengampuni Abu Nawas rahimahullah dan kaum muslimin seluruhnya. []