Oleh: JB. Mulyadi Selian*
PERKARA cinta begitu cepat naik daun. Walaupun sebenarnya daun itu tidak dapat dinaiki. Seolah tanpa henti, pembahasan tentang cinta selalu saja menghantui halaman-halaman Media Sosial.
Nah, pernahkah Anda merasakan cinta? Setiap manusia, tentu mempunyai keunikan tersendiri dalam mencari dan mendapatkan cintanya. Cinta juga kerap diidentik dengan istilah berkasih sayang. So, mengapa bersusah payah mencari cinta sejati? Toh, selama ini ada yang mencintaimu dengan sepenuh hati. Siapa lagi kalau bukan kedua orang tuamu sendiri.
Apakah cinta itu anugerah?
Iya. Benar sekali. Namun, cara mencari dan mendapatkannya yang mesti diluruskan. Mengapa demikian? Sebab praktiknya sangatlah jauh dari ajaran agama Islam.
Seperti seseorang yang mendapatkan cintanya melalui proses PDKT-an. Setelah saling berkenalan, singkat cerita mereka berdua akhirnya memutuskan akan berkomitmen menjalin sebuah hubungan yang sering disebut orang; PA-CA-RAN. Namun, ketika menjalani masa pacaran yang kurang lebih lima bulanan, tidak terasa mulailah tampak perbedaan dan banyak kekurangan. Sering bertengkar, bak problem rumah tanggaan. Lama kelamaan, hubungan mereka menjadi hancur berantakan dengan menitikkan air mata penyesalan. Coba bayangkan, berapa banyak uang yang sudah ia keluarkan? Waktu dikorbankan. Menikah pun tidak kesampaian. Sungguh menyedihkan, bukan?
Ada lagi contoh kasus yang memalukan. Cari cinta di jalanan. Pakai kendaraan, rayu anak kost-an. Setelah jadian, hamil dua bulan. Akhirnya lahirlah anak yang ternyata bejatnya enggak karuan. Lah, kalau seperti itu, cinta apa namanya? Bukankah pepatah mengatakan, “Buah jatuh tidak jauh dari pohonnya?”
Contohlah baginda Rasulullah. Menjadi panutan sejagad alam raya karena akhlaknya yang begitu indah. Mencintai siapa pun lillah. Mempunyai keluarga yang sakinah, mawaddah dan warrahmah. Hidup terarah. Tegar menyimpan dan menyampaikan amanah, serta selalu istiqamah beribadah di jalan yang diridhai Allah. Masya Allah …
Pria, apabila mencintai seorang wanita, jangan tanggung-tanggung. Jika merasa sudah m-a-p-a-n (modal secukupnya, namun kesiapan jiwa aman), maka segerakanlah melangkah untuk mengkhitbah sang wanita.
Jangan sampai di lain hari menyesal. Sebab, melihat si calon istri dipinang duluan oleh seseorang yang tak dikenal. Wah, kasihan sekali cintanya dibegal. Namun terkadang, para wanita perlu memperhatikan tanda-tanda dekatnya akhir zaman itu. Salah satunya, bertambah banyak jumlah wanita dan semakin mengurang jumlah pria. Oleh sebab itu, dianjurkan bagi kaum hawa agar segera menikah. Demi menyempurnakan separuh agama yang telah dianugerahkan oleh Allah.
Survei menyatakan, wanita salehah itu lebih nyaman ditemani oleh sang mahram, ketimbang ditemani yang bukan mahramnya. Benar atau tidak?
Tetapi kekurangan wanita sekarang, terlalu mudah mengumbar aib. Bila ditanya, “Mau mencari calon imam yang baik buat rumah tanggaku nanti,” cetusnya. Padahal, memilih busana saja belum tepat. Kerudung pendek, berbaju ketat. Dilapisi celana, seharusnya menutupi aurat. Eh … justru itu yang menambah dosa maksiat. Wanita yang seperti ini diharapkan segera bertaubat.
Balik kepembahasan kita di atas.
Memang, cinta merupakan multivitamin buat diri. Dalam pengertian, dengan cinta–seseorang bisa tumbuh lebih kuat ataupun menjadi pribadi yang hebat. Juga dengan cinta–dapat melemahkan hati ataupun jiwa yang
sehat.
Coba perhatikan wanita ketika sedang galau, kebanyakan dari pengaruh virus cinta. Seharusnya langsung Anda ingatkan! Sesuai dengan bunyi hadis nabi, “Perempuan adalah tiang Negara. Jika baik perempuan, baik Negara. Namun bila rusak perempuan, hancur Negara!”
Rata-rata, pria memang mempunyai jurus pandai berpura-pura. Seperti tidak tidur semalaman, alias rela bergadang demi menelpon si Laila. Ingin menunjukkan betapa besar bentuk perhatiannya terhadap pasangan. Namun yang diberikannya tersebut, bukan sebenar-benar tanda cinta dan rasa kasih sayang.
Generasi penerus bangsa yang islami, bisa hancur gara-gara percintaan. Orang pacaran bertebaran di mana-mana. Umbar aurat, tampak jelas. Suruh beribadah, sangat malas. Ini bertanda, kemajuan Islam
akan kandas–bablas!
Apa belum tahu, syarat berpasang-pasangan–antara pria dan wanita yang bukan mahram–hanya diperbolehkan setelah melaksanakan ijab dan qabul? Bukan seperti yang diinginkan oleh anak-anak zaman modern sekarang. Belum tentu berfaedah, justru dosa maksiatnya malah semakin bertambah.
Maka oleh karena itu, mari saling menginstrofeksi diri, agar di kemudian hari tidak terulang kembali perbuatan buruk yang dimurkai Ilahi. Tanamkan keseriusan untuk berubah, jalan terbaik menuju ke sana ialah berani berhijrah. Jangan berhayal tinggi, bahwa besok hari raga masih dapat menghirup udara pagi. Di saat yang tak terduga-duga, justru dari kelalaian diri sendiri berujung datangnya malapetaka. Mati dalam keadaan bergelimangan dosa, semasa hidup bukannya fokus mengumpulkan segudang pahala. Malah asyik bereuporia, berhura-hura atas sesuatu yang tiada guna. Jangan heran jika setan selalu mempunyai cara, merayu manusia sehingga terperosok ke lubang binasa. Bahwasanya hidup hanya sekali saja, maka pergunakanlah waktu itu dengan senantiasa memohon ampun dan beribadah kepada-Nya. []
*JB. Mulyadi atau sering disapa orang dengan Mulyadi Selian adalah seorang penulis asal dari Aceh Tenggara, Kutacane, yang sekarang sedang fokus menamatkan kuliahnya di Universitas UIN Ar-Raniry, jurusan Perbandingan Mazhab.