KAMI rangkumkan pembicaraan tentang sujud syukur pada poin-poin berikut ini :
Sujud syukur termasuk bentuk kesyukuran seorang hamba kepada Allah Azza wa Jalla yang besar, karena di dalamnya terdapat ketundukan kepada Allah dengan memposisikan anggota tubuh paling mulia yaitu wajah ke tanah, dan karena di dalamnya terdapat kesyukuran kepada Allah dengan hati, lisan dan anggota badan.
Sujud syukur termasuk sunah Nabi yang banyak ditinggalkan oleh manusia.
Perbedaan pendapat terkait dengan pensyariatan sujud syukur termasuk perbedaan pendapat yang ringan, karena berbeda dengan yang ditetapkan dari Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam dan banyak sahabatnya.
BACA JUGA: Saat Al-Fatih Lakukan Sujud Syukur di Tanah Konstantinopel dan Berjalan Menuju Hagia Sophia
Sujud syukur disyariatkan ketika kaum Muslimin mendapatkan nikmat yang umum, atau terhindar dari musibah, atau seorang Muslim mendapatkan nikmat khusus, baik kenikmatan itu ada atau tidak ada sebabnya, atau ketika terhindarkan musibah darinya.
Imam As-Syaukani Rahimahullah berkata, “Jika Anda mengatakan, ‘Nikmat Allah kepada hamba-hamba-Nya terus turun di setiap saat? Maka saya jawab, ‘Yang dimaksud nikmat di sini adalah nikmat-nikmat yang baru yang mungkin sampai atau tidak sampai. Oleh sebab itulah, Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam tidak bersujud, melainkan ketika beliau mendapatkan nikmat-nikmat baru yang datang bersama dengan nikmat Allah Subhanahu wa Ta’ala yang terus-menerus datang dan berganti setiap saat.” (As-Sailul Jarrar, 1/175).
Pendapat yang benar adalah sujud syukur tidak disyaratkan seperti syarat-syarat untuk shalat, seperti bersuci, menutup aurat (termasuk hijab bagi perempuan), menghadap kiblat dan lain sebagainya.
Inilah pendapat banyak ulama salaf, dan dipilih oleh sebagian madzhab Maliki, serta banyak peneliti seperti Ibnu Jarir At-Thabari, Ibnu Hazm, Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah, Ibnu Al-Qayyim, As-Syaukani, As-Shan’ani, dan dikuatkan oleh banyak syaikh kita, di antaranya Syaikh Abdul Aziz bin Abdullah bin Baz, Syaikh Muhammad Shalih bin Utsaimin, Syaikh Abdullah bin Abdurrahman bin Jibrin Rahimahumullah dan lain sebagainya.
Berbeda dengan orang yang mensyaratkan sujud syukur dengan syarat-syarat untuk shalat sunah, yaitu madzhab Syafi’i. Kebanyakan madzhab Hambali, sebagian madzhab Hanafi, sebagian madzhab Maliki menganut pendapat madzhab Syafi’i ini.
Yang dijadikan dalil oleh para penganut pendapat pertama adalah :
Sesungguhnya syarat bersuci atau syarat shalat yang lainnya untuk digunakan sujud syukur membutuhkan dalil, sedangkan dalil untuk itu tidak ada. Tidak ada dalil dari Al-Qur’an, hadits, Ijma dan Qiyas yang shahih untuk mewajibkan syarat-syarat itu. Dan tidak boleh kita mewajibkan hukum-hukum pada umat Muhammad Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam yang tidak ada dalilnya.
Teks hadits Abi Bakrah yang menyatakan,
أنَّ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا جَاءَهُ أَمْرُ سُرُورٍ أَوْ بُشِّرَ بِهِ خَرَّ سَاجِدًا شَاكِرًا لِلَّهِ رواه الترمذي ( 1578 ) وحسَّنه ، وأبو داود ( 2774 ) وابن ماجه ( 1394 )
Bahwasanya apabila Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam didatangi perkara yang membahagiakan atau diberitahu kabar gembira, beliau bersujud untuk bersyukur kepada Allah. (HR. At-Tirmidzi, no. 1578 dan dihasankan olehnya, Abu Daud, no. 2774 dan Ibnu Majah, no. 1394) dan juga hadits-hadits lainya yang meriwayatkan bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam bersujud syukur menunjukkan bahwa beliau tidak bersuci untuk sujud syukur ini.
Bersujudnya beliau langsung menunjukkan bahwa beliau bersujud syukur hanya dengan terjadi penyebabnya, baik dalam keadaan hadats atau suci. Hal ini juga tampak pada perbuatan para sahabatnya.
Seandainya bersuci atau syarat-syarat shalat lainnya hukumnya wajib dalam sujud syukur, niscaya Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam akan menjelaskannya kepada umatnya karena mereka membutuhkan penjelasan itu.
Suatu hal yang terlarang jika Nabi Shallallahu ‘Alaihi wa Sallam melakukan sujud syukur ini, mensunahkan untuk umatnya, lalu bersuci dan lainnya menjadi syaratnya, kemudian beliau tidak mensunahkannya dan menyuruh para sahabat untuk melakukannya serta tidak diriwayatkan satu huruf pun mengenai masalah tersebut.
BACA JUGA: Rasulullah Sujud Syukur saat Orang Ini Meninggal Dunia
Penyebab sujud syukur itu datang tiba-tiba. Bisa jadi orang yang ingin bersujud syukur tidak sedang dalam keadaan suci. Mengakhirkan (menunda) sujud syukur hingga dia berwudhu dulu atau mandi setelah penyebabnya sujud syukur datang, akan menghilangkan rahasia makna di balik pensyariatan sujud syukur.
Syarat bersuci dan syarat lainnya tak lain disyaratkan untuk shalat. Hal itu ditunjukkan oleh hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu Abbas Radhiyallahu ‘Anhuma bahwasanya Nabi Shallallahu ‘Alahi wa Sallam pernah keluar dari WC, lalu beliau dibawakan makanan, maka mereka mengingatkan beliau untuk berwudhu, maka beliau bersabda,
أُرِيدُ أَنْ أُصَلِّيَ فَأَتَوَضَّأَ – رواه مسلم ( 374 ) –
“Saya ingin shalat, maka saya berwudhu.” (HR. Muslim, no. 374). []
BERSAMBUNG | SUMBER: ISLAMQA