Oleh: Eko Warsiyanto
abufatih.bekamruqyah@yahoo.com
YAH, ketika proses ta’aruf menjadi pilihan untuk menuju pernikahan menyempurnakan separuh agama. Menjemput pasangan hidup, bidadari dunia dan akhirat. Perlu adanya persiapaan bekal untuk sebuah proses pernikahan.
Tak harus menunggu mapan, namun yakin dengan menikah hidup akan menjadi semakin mapan sebagai kunci pembuka pintu rejeki yang telah Allah janjikan. Persiapan materi, ilmu dan juga mental. Tak hanya mental siap sukses,tapi juga siap gagal atau tertolak. Disertai niat, doa, ikhtiar,sabar, tawakal, qonaah dan istiqomah untuk menjemput si Fulanah.
Awal proses ta’aruf ternyata Allah tidak memperkenankan berjodoh dengan nya. Si akhwat tidak bisa menerima dengan alasan tidak siap mental dengan saya karena umur saya 6 tahun lebih muda dari dirinya, dia sudah berumur 28 tahun sedangkan saya masih berumur 22 tahun.
Setelah satu bulan lebih mediator (teman) saya menghubungi saya bahwa si akhwat berubah pikiran, berharap bisa kembali melanjutkan proses ta’aruf ini, namun saya sudah mulai berproses ta’aruf yang kedua melalui murobi (ustadz) saya.
Jawaban saya pun tidak bisa melanjutkan proses ta’aruf yang pertama, karena menikah adalah perkara ibadah, saya berkeyakinan kalau jodoh pasti Allah akan mudahkan, bukan dipersulit dan terus melangkah.
Dan di saat proses ta’aruf yang kedua muncullah nama Nur Umi Salamah, sempat menemui keraguan namun kembali lagi niat awal untuk beribadah karena Allah, kalau jodoh pasti akan Allah mudahkan.
Dengan berbagai motivasi yang saya terima dari murobi, dengan sebuah istikharah cinta, dengan cepat Allah meyakinkan ku untuk melangkah. Petunjuk pertama saya bermimpi ada dua orang pemuda yang akan sholat berjama’ah mereka menyuruh saya untuk menjadi imam sholat.
Saya kaitkan dengan proposal calon istri, ternyata dua orang kakak nya belum juga menikah, sehingga itu bisa saya tafsirkan bahwa mereka mengiyakan saya mendahuluinya menjadi imam untuk adiknya. Dan pada waktu itu juga saya membaca-baca buku tentang pernikahan, tanpa sengaja saya langsung membuka halaman tengah buku itu, dan ternyata isi bukunya tentang kisah Ummu Salamah. Allahu Akbar…. , Allah telah memberiku jawaban istikharahku. Saya bertambah yakin untuk menerimanya menjadi calon istriku, walaupun saya belum tau apakah dia akan menerima proposalku.
Singkat cerita setelah dia membaca proposal saya, dan siap bertemu, melihat (nadhor) dimediasi oleh ustadz dan ustadzah kami di rumah beliau. Mediasi saling tanya jawab. Kami sepakat untuk saling menerima segala kekurangan maupun kelebihan masing-masing. Kami siap melangkah bersama menuju sebuah gerbang pernikahan. Alhamdulillah Allah mudahkan urusan kami. Ta’aruf, khitbah, dan sampai akad pernikahan yang prosesnya cukup dilalui dalam satu bulan.
Namun setelah prosesi akad nikah selesai tak membuat rasa deg-deganku menjadi lega, justru semakin deg-degan. Ada rasa senang bahagia yang menyelimuti kami, tetapi itu tak mampu menutupi ekspresi malunya kami.
Dari baru awal pertama kali bersalaman, duduk berdua langsung telah sampai di pelaminan dengan menikahi orang baru dikenal. Masyaa Allah malunya luar biasa, seperti mimpi. Aku malu istriku lebih malu-malu lagi. Melihat foto ekpresi natural kami duduk berdua justru seperti saling mengacuhkan, seperti orang lagi marahan. Padahal, yah makin deg-degan saja beruntung tak sampai pingsan.
Dan masih banyak lanjutan kisah deg-degan yang tak bisa kami ceritakan, sport jantung rasanya berhari-hari yang dirasakan. []
Kisah mengenang 4 tahun pernikahan.
Terimakasih duhai pendampingku, istri shalihah bidadari dunia dan akhirat.