ALKISAH di suatu malam, Rahmat—seorang santri yang sangat rajin dan taat—tengah membaca kitab Ta’lim Mutaallim. Rahmat mendapati sebuah penjelasan bahwa seorang murid harus menghormati dan ta’dzim pada kiai, keluarga, bahkan binatang dan barang-barang milik kiainya.
“Mungkin sikap ta’dzim–hormat–itu, akan mendatangkan keberkahan baginya,” batin Rahmat.
Rahmat kemudian teringat sebuah kisah, dimana seorang santri mampu menguasai ilmu laduni—saking hormat pada kiainya—bahkan pada binatang milik sang kiai.
Keesokan harinya, ketika Rahmat sedang membersihkan halaman masjid—menyapu—seekor ayam jantan milik sang kiai lewat di hadapan Rahmat.
Teringat dengan penjelasan kitab yang tempo malam Rahmat pelajari, sontak ia minggir teratur. Rahmat menunduk—seolah sedang memberikan penghormatan pada sang ayam kiai.
Melihat tindak tanduk rahmat yang aneh, beberapa santri lainnya terheran-heran dibuatnya. Mereka ‘mlongo’ saja saat Rahmat begitu ta’dzim pada ayam jantan punya kiai. Penghormatan yang Rahmat lakukan, seolah-olah ia sedang menghormati sang kiai ketika melintas di depan Rahmat.
Penasaran, seorang santri—bernama Ucup—kemudian bertanya.
“Mat, ente lagi ngapain?” tanya Ucup.
“Ssttt, ini ayam milik kiai,” jawab Rahmat.
Seketika itu pula para santri lainnya serentak mengikuti polah si Rahmat, hormat pada ayam kesayangan sang kiainya itu. []
Disadur dari nu.or.id.