DALAM waktu berdekatan Rasulullah shalallahu alaihi wasallam, mendapatkan ujian yang begitu berat. Pamannya Abu Thalib harus meninggalkannya untuk selama-lamanya. Tak lama Khadijah istri tercinta Rasulullah pun harus meninggalkannya untuk selama-lamanya.
Kepergian Abu Thalib menyayatkan luka tersendiri bagi Rasulullah. Semasa Abu Thalib masih hidup, orang kafir Quraisy tidak berani menyiksa Rasulullah.
BACA JUGA: Aisyah Bersedih Melihat Kecantikan Wanita Ini
Semua berbeda tatkala Abu Thalib telah tiada. Orang-orang kafir Quraisy dengan beraninya mereka menghina, mencela bahkan sampai menyiksa Rasulullah. Mereka lakukan dengan begitu berani karena mereka beranggapan sudah tidak ada yang akan melindungi Rasulullah.
Semakin bertambah sedihlah Rasulullah dengan sikap orang-orang kafir Quraisy. Kesedihan yang dirasakannya membuatnya hampir putus asa untuk mendakwahi mereka. Karena itu Rasulullah berhijrah ke Thaif dengan harapan orang-orang di Thaif bisa memperlakukannya dengan baik serta menerima Islam dengan lapang.
Di Thaif sama sekali tak ada seorang pun yang mau melindungi dan menolong Rasulullah dengan para sahabat. Bahkan sebaliknya, mereka memperlakukan Rasulullah dan para sahabat dengan begitu kasar, mereka menyiksa dan memperlakukannya dengan lebih sadis dari kaum kafir Quraisy.
BACA JUGA: Sedih Melihat Pamannya Syahid, Surat Ini Tenangkan Rasulullah
Dalam satu tahun itu Rasulullah mendapatkan kesedihan yang beruntun. Kesedihan demi kesedihan datang silih berganti tiada henti sehingga tahun tersebut dinamakan ‘Tahun Kesedihan’. []
Sumber: Sirah Nabawiyah Perjalanan Hidup Rasul yang Agung/ Penulis: Syaikh Shafiyyurrahman al-Mubarakfuri/ Penerbit: Darul Haq/ November,2016