LELAKI itu termenung dengan dua alis mengerut bersamaan, matanya menyipit dengan bibir terkatup rapat. Seperti ada yang dipikirkan.
Alangkah sukar mendudukan pribumi yang didogma dengan agamanya. Betapa sulit upaya yang dilakukan untuk melemahkan mereka yang berpegang pada keyakinannya.
Islam..
Entah agama macam apa hingga membuat mereka tetap melawan, bahkan rela mati daripada menukar keyakinannya.
BACA JUGA:Â Batu Nisan Awal Sejarah Islam Ditemukan di Utara Masjidil Haram
Ya, Snouck Hurgronje bingung memikirkan semua itu. Penjajahan Belanda selama tiga abad lewat belum juga mampu membuat bertekuk lutut para pejuangnya.
Para ulama, kyai, ustaz, santri, pesantren, menjadi basis perlawanan yang tak bisa diremehkan. Bagaikan lebah yang lemah, tapi saat diganggu dan terancam, mereka melawan dengan sengat mematikan.
Sungguh, sebuah kenyataan yang sukar dinafikkan. Belum lagi para ulama yang sekaligus bangsawan kesultanan melakukan perlawanan, makin menambah repot aksi pendudukan negeri penjajahan. Snouck Hurgronje tak habis pikir, Kerajaan Belanda tak juga utuh berkuasa di negeri invasinya.
Sebut saja Pangeran Antasari, Sultan Hasanuddin, Pangeran Diponegoro, Tuanku Imam Bonjol, Teuku Umar, Tjoet Nyak Dhien dan sebagainya. Mereka sangat merepotkan, bahkan di antara perang-perang itu telah menguras kas Kerajaan Belanda hingga defisit.
Gold, Glory, dan Gospel yang sejak semula menjadi semangat penjajahan, harus berbenturan dengan perlawanan sengit para santri dan ulama.
Mengapa selalu melawan?
Begitu tanya mereka dalam benaknya. Mereka tidak mengerti, tidak tahu esensi agama yang diyakini pribumi. Bahwa Islam adalah nadi kehidupan, mengatur segala tingkah laku kemanusiaan.
Beda dengan mereka yang menjadikan agama terbatas dalam ruang privat, ekslusif dan terpisah dari kehidupan sosial, politik, sains dan sebagainya.
Sementara Islam tak terpisahkan kehidupan sosial, politik, sains, bahkan hingga bersuci, gosok gigi, dan senyum pun diatur dalam pengamalannya.
Jangankan perikehidupan yang menyangkut hajat hidup banyak orang, hingga yang kecil semisal sebelum dan sesudah tidur, bersuci di kamar mandi, sampai makan dan minum pun diatur dalam Islam.
Mereka tak mengerti soalan ini, soalan agama yang mengatur tetek bengek yag sebagian orang menyepelekannya. Jangankan hubungan sosial politik, sampai panjang pendek, tebal tipis dan berhenti atau lanjut dalam melafal huruf hijaiyah pun diperhatikannya. Beda antara tsa, sin dan syin.
BACA JUGA:Â Islam yang Khas Indonesia
Pemisahan agama yang dicanangkan penjajah untuk melemahkan perlawanan, melemahkan Islam, justru berbalik menjadi taji yang mematikan.
Sungguh mereka tak tahu tentang Islam. Bila pun tahu, pasti belum utuh berislam. Betapa banyak di antaranya orang Islam yang menjelekan Islam. Mengapa? Karena tidak mengerti, belum mengerti, atau tak mau mengerti. []