SUNGGUH malang nasib dua kakak beradik warga Dusun I Desa Merbau, Kecamatan Lubuk Batang, Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU), Sumatera Selatan ini. Nadia Novika (18) dan Vika Launa (11) memiliki kelainan genetik berupa kulit yang melepuh bila terpapar oleh sinar matahari. Kondisi ini membuat mereka putus asa dan telah menghabiskan harta orangtua mereka.
Saking putus asanya, salah seorang dari keduanya yakni Nadia, bahkan minta dibunuh untuk mengakhiri penderitaannya tersebut.
BACA JUGA: Penyakit Fisik atau Penyakit Hati, Lebih Berbahaya Mana?
Yunani (37), ibu kandung Nadia dan Vika, berujar kedua anaknya itu menderita penyakit menyiksa tersebut sejak lahir. Efeknya, kata Yunani, kedua putrinya tak bisa beraktivitas di luar ruangan dan bersekolah. Mereka pun kerap dibully oleh teman-temannya. Nadia, yang sekolah hingga kelas 4 pun terpaksa putus sekolah.
“Di sekolah dia diejek sama teman-temannya, semua temannya menjauhi Nadia karena kondisinya ini. Saya kasihan tapi mau bagaimana. Semakin parah, sedikit juga kena (sinar) matahari tidak bisa lagi, akhirnya berhenti sekolah,” ujar Yunani seperti dikutip CNNIndonesia di rumah kontrakannya di Jalan Madang II, Kecamatan Kemuning, Palembang, Jumat (12/12/2019).
Sejak putus sekolah tersebut, Nadia sudah tak bisa lagi mengenakan pakaian di tubuhnya. Setiap mengenakan pakaian, kulitnya yang melepuh menempel di pakaiannya dan menyebabkan rasa sakit yang tak tertahankan.
Nadia, kata Yunani, sering mengutarakan keputusasaan atas kondisinya itu. “Sering dia bilang, ‘Ma, bunuh bae aku ini. Aku sudah dak tahan lagi cak ini’,” ujar Yunani menirukan perkataan Nadia.
Zahril Hamid (39), ayah kandung Nadia dan Vika, menyebut putri pertamanya itu memiliki bercak berwarna merah di bagian kakinya saat lahir. Ia mengira itu bekas darah usai persalinan. Namun saat hendak dimandikan kulit Nadia mengelupas akibat melepuh.
“Kulitnya melepuh seperti terbakar, Nadia-nya juga nangis. Waktu itu langsung dibawa ke bidan desa dan diobati pakai salep,” ujar Zahril.
Nadia sempat mendapat salep untuk mempercepat proses pengeringan kulitnya yang melepuh dari bidan. Salep yang harganya mencapai Rp126 ribu itu habis dalam tiga hari. Zahril, yang merupakan buruh tani karet, tak mampu menebusnya lagi.
Nadia lantas beralih ke Ampicilin atas dasar konsultasi dengan bidan. Bukan diminum, isi kapsul itu ditaburkan langsung ke kulitnya. Nadia menjerit kesakitan.
Beberapa hari usai diobati, kondisi Nadia tak kunjung membaik. Zahril dan Yunani memutuskan untuk membawanya ke rumah sakit. Di rumah sakit, dokter mendiagnosa bahwa Nadia mengalami kelainan kulit bawaan sejak lahir.
Belakangan, saat dirujuk untuk berobat di RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang, pengobatan Ampicillin itu dihentikan. Pasalnya, dokter setempat menyebut konsumsi Ampicillin dalam jangka panjang tidak baik.
Saat ini Nadia mengalami katarak dan penglihatannya berhenti berfungsi sejak setahun terakhir. Ia pun sudah tak dapat lagi berjalan. Setiap aktivitasnya selalu dibantu oleh keluarga.
Buku-buku jari tangan Nadia pun sudah saling menempel karena bekas kulit yang melepuh menjadi bersatu. Tenggorokannya tampak melepuh, sehingga sulit untuk menelan makanan.
BACA JUGA: Hapus Tato Pakai Parutan Keju, Pemuda Ini Kena Penyakit Mematikan
Yunani melanjutkan bahwa kondisi Vika, adik Nadia, masih sedikit lebih baik. Sekujur tubuhnya memang mengalami luka bakar akibat melepuh terkena sinar matahari. Namun, Vika masih dapat mengenakan pakaian.
Namun, keduanya khawatir kondisi anak bungsunya tersebut bakal semakin parah saat beranjak dewasa.
“Kami harap ke Palembang ini bisa menyembuhkan mereka. Harta kami sudah habis dipakai untuk berobat bertahun-tahun untuk mereka,” kata Yunani. []
SUMBER: CNN INDONESIA