“Dan siapakah yang lebih zalim daripada orang yang telah diperingatkan dengan ayat-ayat Tuhannya, kemudian ia berpaling daripadanya? Sesungguhnya Kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa.” (QS As-Sajdah : 22)
DALAM kitab Shafwah at-Tafasir terkait ayat di atas dijelaskan bahwa tiada seorang pun yang lebih dzalim kepada dirinya sendiri daripada orang yang dinasehati dengan ayat-ayat Allah, lalu tidak beriman dan lupa-lupa kepadanya (ayat-ayat Allah), maka Allah akan menghukum orang yang mendustakan ayat-ayatNya dengan hukuman yang paling berat.
Terkait ayat ini, Qatadah mengatakan bahwa jangan sekali-kali kamu berpaling dari zikrullah, karena sesungguhnya barang siapa yang berpaling dari berzikir kepada-Nya, sesungguhnya dia telah terpedaya sangat parah, sangat memerlukan pertolongan, dan melakukan dosa yang besar.
BACA JUGA: Menyikapi Kecurangan dalam Kehidupan
Suatu ketika, Nabi juga menyebutkan beberapa bentuk dosa seraya membacakan akhir ayat di atas. Termasuk dosa kata Nabi adalah membentuk panji dalam berjuang di jalan tidak benar, durhaka pada orangtua dan menolong orang dzalim.
“Tiga perkara yang barang siapa mengerjakannya, maka sesungguhnya ia telah mengerjakan perbuatan dosa yakni barang siapa yang telah bertekad ikut berperang di jalan yang tidak benar atau mendurhakai kedua orang tua atau yang berjalan beserta orang-orang yang dzalim lalu ia menolong orang yang dzalim itu. Allah berfirman “Sesungguhnya kami akan memberikan pembalasan kepada orang-orang yang berdosa”. (QS As-Sajdah: 22).
Di akhir terdapat bentuk jamak dari salah satu sifat Allah yakni Al-Muntaqim. Al-Muntaqim dalam bahasa Indonesia bisa diartikan Maha Pemberi Balasan. Dalam bahasa Inggris, The Avenger. Ia berasal dari akar kata naqama yang berarti tidak menyenangi sesuatu karena buruknya. Dari sini, lahir makna menyiksa, mengancam, marah, membalas, dan balas dendam. Tentu makna terakhir mustahil bagi Allah Swt.
Kata Al-Muntaqim tidak ditemukan dalam Al-Qur’an, tetapi bentuk jamaknya (muntaqimun) dan kata kerjanya terdapat dalam beberapa ayat Al-Qur`an. Di samping itu, disebutkan pula istilah Dzu intiqam (pemilik pembalasan) yang juga tersebut dalam Al-Qur’an. Beberapa ayat di antaranya selain ayat 22 Surat As-Sajdah di atas adalah QS Ali Imran: 4, al-Maidah: 95, Ibrahim: 47, az-Zukhruf : 21, ad-Dukhan: 16 dan az-Zumar: 37.
Al-Muntaqim secara umum dipahami bahwa Allah Maha Membalasi Kejahatan, penyiksa terhadap orang-orang yang jahat. Maha Pengancam orang-orang durhaka dan pemberi balasan berupa siksaan. Dia tidak menyenangi kejahatan dan sangat murka terhadap pelakunya setelah disampaikan kepadanya berbagai macam peringatan.
Jangan bayangkan bahwa Allah dengan spontan membalas makhluk-Nya yang melakukan kesalahan. Dia tangguhkan sanksi-Nya agar ada kesempatan untuk bertobat dan kembali kepada jalan yang lurus. Namun, jika tetap tidak mau sadar dan telah datang waktu pembalasan-Nya, maka tidak ada satu pun yang mampu menolak atau menahan siksaan-Nya, baik di dunia maupun di akhirat. Sebagaimana balasan yang telah ditimpakan terhadap umat-umat terdahulu.
Dia menjatuhkan hukuman bagi seseorang atau komunitas jika mereka sudah keterlaluan berbuat maksiat dan merasa senang dengannya. Bekerjasama berbuat onar, merusak dan zalim terhadap hamba Allah dan makhluk-Nya. Paling parah, ketika mereka telah menyekutukan Allah.
Terkait pembalasan dari Allah salah satunya terlihat dalam Firman Allah Swt, “(Ingatlah) hari (ketika) Kami menghantam mereka dengan hantaman yang keras. Sesungguhnya Kami adalah Pemberi balasan. (Ad-Dukhan: 16)”. Sahabat Nabi Ibnu Mas’ud menafsirkan makna ayat ini, bahwa hari yang dimaksud adalah Perang Badar. Perang dimana kaum kafir mendapatkan balasan yakni kekalahan telak dari kaum Muslimin. Sedangkan Ibnu Abbas menafsirkan bahwa hari tersebut terjadi pada Hari Kiamat.
Dalam ayat lain ditegaskan bahwa siksaan pasti akan dirasakan oleh kaum pendosa di dunia maupun akhirat. Hal itu diinformasikan dalam firman Allah, “Sungguh, jika Kami mewafatkan kamu (sebelum kamu mencapai kemenangan) maka sesungguhnya Kami akan menyiksa mereka (di akhirat).” (QS Az-Zukhruf : 41)
Dalam kehidupan, di samping apresiasi atau reward, kita juga sering mendengar adanya celaan atau punishment. Setali mata uang, reward and punishment seperti siang dan malam. Selain itu, ada istilah tsawab wa ‘iqab, atau janji surga bagi orang-orang baik dan ancaman siksa neraka bagi orang jahat.
BACA JUGA: Bahaya dan Ancaman Kecurangan
Para rasul juga berperan sebagai basyira wa nadzira. Pembawa kabar gembira dan pemberi peringatan. Oleh karena itu, seorang muslim harus memahami konsep-konsep tersebut dengan memaknai dan berakhlak dari sifat Allah, Al-Muntaqim. Allah memberikan ancaman supaya kita selamat, bukan supaya kita celaka. Namun, jika kita akhirnya celaka, maka pasti itu adalah akibat pilihan kita sendiri, kita memilih untuk melanggar larangan Allah sehingga kita menzholimi diri kita sendiri.
Penutup
Salah satu sifat Allah ialah Al-Muntaqim. Maha Pemberi Balasan. Dengan Nama-Nya, Allah memberikan ancaman kepada para pendosa. Seorang muslim harus dapat memaknai sifat Al-Muntaqim dengan menjauhkan diri dari segala perbuatan dosa apalagi bekerjasama dalam berbuat zolim.
Takutlah Sang Pecipta akan membalas jika kita tidak bertaubat dengan segera. Wallahu’alam. []
Kirim OPINI Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word. Sertakan biodata singkat dan foto diri. Isi di luar tanggung jawab redaksi.