Oleh: Dr. Muhammad Yusran Hadi, Lc., MA
Ketua Majelis Intelektual & Ulama Muda Indonesia (MIUMI) Provinsi Aceh, Alumni Universitas Islam Madinah Arab Saudi,
Doktor Fiqh & Ushul Fiqh di International Islamic University Malaysia (IIUM), dan anggota Ikatan Ulama & Da’i Asia Tenggara.
yusranhadi@yahoo.com
بسم الله الرحمن الرحيم
SEHUBUNGAN dengan banyaknya kasus terinfeksinya virus corona desease (covid-19) dan korban meninggal di Indonesia yang terus bertambah dengan tajam dan signifikan setiap harinya, bahkan menginfeksi dan menewaskan sejumlah dokter dan perawat yang selama ini berjuang mati-matian di garis terdepan dalam menghadapi virus corona dan menyelamatkan nyawa manusia dari virus yang mematikan ini di Indonesia, maka saya ingin memberikan tanggapan sebagai berikut:
Pertama: Sangat menyayangkan tindakan orang-orang yang meremehkan virus corona sejak awal muncul, khususnya para pemimpin dan pejabat, dan tindakan orang-orang yang tidak patuh himbauan untuk menghindari kerumunan/perkumpulan dalam bentuk apapun, termasuk kegiatan keagamaan di masjid, gereja, vihara, dan tempat ibadah lainnya, dan untuk menetap/tinggal di rumah selama wabah ini berjangkit serta mengikuti prosedur kesehatan yang telah disampaikan oleh pihak medis.
Kedua: Para ahli medis, ulama dan pemerintah telah menghimbau masyarakat agar melakukan _sosial distancing_ (menjaga jarak sosial) dengan menghindari kerumunan/perkumpulan dan menetap di rumah saat ini, kecuali urusan sangat mendesak dengan mengikuti prosedur kesehatan. Namun, masih banyak orang menghadiri kerumunan/perkumpulan seperti acara perkawinan, kumpul keluarga, kumpul di warung kopi dan di mall, pawai tolak bala, kegiatan ibadah berjama’ah di masjid, gereja, vihara, dan lainnya, ceramah, majelis zikir, pengajian, tempat hiburan, dan tempat-tempat umum lainnya.
Ketiga: Tindakan bandel dan keras kepala mereka ini telah memperburuk keadaan dengan mempercepat penyebaran virus corona ke seluruh daerah dan Indonesia. Akibatnya, korban semakin bertambah setiap harinya. Bahkan para dokter dan perawat yang menangani pasien corona ikut menjadi korban keganasan virus ini baik terinfeksi maupun meninggal dunia. Padahal para medis ini paham benar tentang virus ini dan selalu menjaga diri darinya. Namun, akibat mengobati pasien corona mereka menjadi korban.
Keempat: Orang-orang yang membandel dan “keras kepala” ini meremehkan virus corona dan himbauan pemerintah, para ahli medis dan ulama dengan hanya menyandarkan kepada takdir atau tawakkal, tanpa ada ikhtiar untuk menghindari kerumunan/perkumpulan yang dapat menyebarkan virus dengan cepat kepada semua orang. Tindakan mereka ini bertentangan dengan syariat Islam yang mewajibkan ikhtiar dan patuh pemimpin dan ulama, di samping doa dan tawakkal.
Kelima: Mereka merasa sehat dan aman dari virus, padahal membawa virus tanpa sadar. Mereka bagian dari orang-orang yang ditularkan dan menularkan kepada keluarganya dan orang lain. Ini sangat berbahaya karena bisa membunuh banyak orang tanpa sadar. Itu sebabnya para ulama besar sedunia termasuk MUI telah menfatwakan kebolehan meninggalkan shalat jum’at dan berjama’ah di masjid selama wabah penyakit berjangkit. Bahkan mengharamkannya bagi orang yang terinfeksi corona, termasuk orang yang diduga terinfeksi (ODP dan PDP).
Keenam: Akibat sikap membandel dan “keras kepala”, penyebaran virus sangat cepat dan kasus infeksi dan kematian di Indonesia terus meningkat tajam setiap harinya. Kemarin (Sabtu 28 Maret 2020) ada 1.155 kasus dengan kematian 102 orang sebagaimana diberitakan oleh media tirto.id, liputan6.com, cnnindonesia.com dan lainnya. Ini kematian tertinggi di Asia Tenggara. Padahal sebelumnya, Jum’at 27 Maret 2020 ada 1.026 kasus dan kematian 86 orang. Jumlah pada hari jum’at ini naik 500 kali dari jumlah 2 orang yang resmi diumumkan pertama kali oleh pemerintah pada Senin 2 Maret lalu selama kurun waktu tiga minggu sebagaimana diberitakan oleh media cnnindonesia.com (Sabtu, 28/3/2020).
Ketujuh: Meminta masyarakat untuk menetap/tinggal di rumah selama wabah penyakit. Bersabarlah menetap di rumah selama wabah ini, demi mencegah penyebaran virus dan menyelamatkan jiwa kita dan umat manusia. Bila kita melakukan ikhtiar dengan bersabar menetap di rumah dan berdoa serta bertawakkal, maka Allah Swt akan memberikan pahala kesabaran dan pahala syahid bagi kita yang masih hidup maupun yang meninggal saat ini.
Kedelapan: Meminta masyarakat untuk menghargai perjuangan dan pengorbanan para dokter dan perawat. Mereka meninggalkan keluarganya dan bekerja siang dan malam tanpa mengenal lelah demi menyelamatkan nyawa pasien corona dan mencegah penyebaran virus ini. Bahkan ada di antara mereka yang terinfeksi virus dan menjadi korban meninggal akibat mengobati pasien corona. Maka, hargailah perjuangan dan pergorbanan mereka untuk kita. Jangan sia-siakan.
Kesembilan: meminta kepada masyarakat untuk patuh kepada himbauan para ahli medis yang meminta kerjasama kita dalam mencegah penyebaran virus dengan tinggal di rumah selama wabah ini, agar perjuangan dan pengorbanan mereka selama ini tidak sia-sia. Pesan mereka: “We stay at work for you, and you stay at home for us” (Kami tetap bekerja demi anda, dan anda menetap di rumah demi kami). Ini saja permintaan mereka. Tidak sulit bagi kita dan tidak ada resiko sedikitpun. Bandingkan dengan perjuangan mereka dalam menangani pasien corona yang beresiko terinfeksi virus, bahkan mengancam nyawa mereka.
Kesepuluh: Meminta orang-orang yang bandel dan “keras kepala” untuk belajar dari kasus corona di Italia sebagai negara tertinggi kasus dan kematian corona di dunia. Seharusnya mereka mengambil pelajaran ini. Sampai kemarin (Sabtu 28 Maret 2020), jumlah kasus corona di Italia mencapai 86.498 dan kematian 9.313 orang. Jumlah kematian setiap hari 969 orang. (cnnindonesia.com, Sabtu 28/3/2020). Padahal 5 hari sebelumnya (Senin 23 Maret) jumlah kasus di Italia 59.138 dan kematian 5.476 orang (detik.com, Senin 23/3/2020). Ini akibat rakyat Italia tidak patuh himbauan pemerintah dan para medis untuk menetap di rumah sejak awal munculnya wabah.
Kesebelas: Mengajak masyarakat untuk melakukan ikhtiar dalam mencegah penyebaran virus ini dengan social distancing seperti menghindari kerumunan/perkumpulan dalam bentuk apapun, baik urusan dunia maupun agama, dan menetap di rumah. Selain itu, bertaubat dan bertawakkal serta memperbanyak ibadah, zikir dan doa. Ikhtiar itu wajib. Begitu pula doa dan tawakal. Tidak cukup doa dan tawakkal saja, namun wajib ikhtiar. Inilah pemahaman ajaran Islam yang benar sesuai dengan paham Ahlussunnah wal Jama’ah.
Demikianlah tanggapan ini saya sampaikan kepada umat Islam dan masyarakat Indonesia sebagai bentuk kepedulian saya terhadap persoalan wabah corona yang menimpa negara kita dan negara-negara di dunia. Semoga pemikiran dan ilmu yang saya sampaikan ini bermanfaat dan menjadi solusi. Dan semoga kita semua dilindungi oleh Allah Swt. Aamiin..!
Banda Aceh, Ahad 4 Sya’ban 1441 H/ 29 Maret 2020 M