KETIKA tuduhan itu sudah merajalela, Rasulullah menyampaikan di atas mimbar, “Wahai kaum muslimin, siapa yang bersedia membelaku dari seseorang yang kudengar telah menyakiti keluargaku. Demi Allah, aku hanya mengetahui yang baik-baik dari keluargaku. Orang-orang hanya menyebut satu nama yang aku hanya mengetahui kebaikan darinya. Ia pun tidak pernah masuk keluargaku, selain bersamaku.”
BACA JUGA: Romantisme Rasulullah Bersama Aisyah
Sa’ad ibn Muadz (dari bani Abdul Asyhal) berdiri lalu berkata, ‘Aku wahai Rasulullah. Aku akan meminta kepastian padanya. Jika ia berasal dari suku Aus, aku akan menebas lehernya. Dan jika ia berasal dari saudara-saudara kami, suku Khazraj, silahkan kau perintahkan apa saja kepada kami, pasti akan kami laksanakan.’
Sa’ad ibn Ubadah berdiri, ia adalah pemimpin Khazraj. Ia sebenarnya adalah orang yang baik, namun ia tersulut dan terpancing emosinya oleh fanatisme golongan. Ia kemudian berkata kepada Sa’ad ibn Mu’adz, ‘Demi Allah, kau berdusta, kau tidak akan membunuhnya dan kau tidak akan mampu membunuhnya. Andai dia berasal dari golonganmu, tentu kau tidak akan mau jika dia dibunuh.’ Usaid ibn Hudhair –saudara sepupu Sa’ad– berkata kepada Sa’ad bin Ubadah, ‘Kau berdusta, demi Allah, kami tidak akan membunuhnya, kau ini munafik, membela orang-orang munafik.
BACA JUGA: Peringatan dari Aisyah
Adu mulut di antara suku Aus dan Khazraj pun tidak bisa dielakkan, hampir saja mereka berkelahi padahal Rasulullah masih di atas mimbar. Rasulullah pun menenangkan mereka hingga mereka semua diam.
Di hari itu, Aisyah terus menangis. Tangisan yang seakan membelah jiwanya. Tuduhan keji ditimpakan padanya, atas itu pula semua orang berseteru yang seakan karenanya. []
Sumber: Syaikh Mahmud Al-Mishri. Dzulqa’dah 1437 H. Biografi 35 Shahabiyah Nabi. Jakarta Timur: Ummul Qura.