SEBAGAI seorang manusia menangis merupakan hal yang sering kali tidak bisa terbendung. Ternyata ada dua macam tangisan dalam Islam.
Hal ini berdasarkan sebagian ulama zuhud yang berkata:
“Siapa yang berbuat doa dan dia tertawa (bangga terhadap dosanya) maka Allah akan masukkan dia ke neraka dalam keadaan menangis. Siapa yang taat kepada Allah dan dia menangis karena merasa malu dan takut kepada-Nya) maka akan Allah akan memasukkan dia ke surga dalam keadaan tertawa bahagia.”
Maka ada dua tangisan yang sebabnya sangat berbeda satu sama lain. Inilah di antaranya:
BACA JUGA: Tangisan Rasulullah dan Makanan
1. Dua Macam Tangisan Dalam Islam : Karena Bangga Terhadap Dosa
Sebagai seorang muslim, tentu seharusnya merasa bersalah ketika melakukan dosa.
Tapi ternyata ada saja seorang muslim yang merasa bangga bahkan melakukan dosa dengan riang tertawa. Dengan bangganya ia melakukan dosa tersebut bahkan secara terang-terangngan.
Padahal Allah telah menutup aib kita, yaitu Allah menyembunyikan kesalahan-kesalahan yang kita lakukan.
Bahkan saat ini kemaksiatan seakan menjadi hal yang biasa. Orang-orang melakukannya karena alasan kebebasan diri. Padahal di dalam Islam ada aturan bagi seluruh aktivitas kita.
Hari ini bisa saja seorang muslim tertawa akan aktivitas maksiatnya, tapi kelak akan ada tangisan karena dosa yang dilimpahkan kepadanya. Hal itu berdasarkan kemaksiatan yang sudah ia lakukan di dunia.
Maka tidak ada kata bahagia bagi kemaksiatan yang dilakukan, kalau pun saat ini kita merasakan kebahagiaan, kebebasan atau kesenangan, percayalah itu hanya sementara.
Kelak apa yang dilakukan akan Allah minta pertanggungjawabannya.
Dunia ini hanya sementara, kebahagiaan dunia hanya setitik bila dibandingkan dengan kebahagiaan di surga Allah SWT.
BACA JUGA: Tangisan Rasulullah Bersumber dari Kelembutan dan Ketulusan Nurani
2.Dua Macam Tangisan Dalam Islam : Karena Takut Kepada Allah SWT
Bila penjelasan sebelumnya adalah seorang yang tertawa akan kemaksiatannya dan diakhiri dengan tangisan akan balasannya. Maka yang ini adalah kebalikannya.
Sebab menangis yang satu ini haruslah dicontoh dan dilakukan. Yaitu menangis karena takut kepada Alah SWT.
Karena ketika seorang menangis karena merasa malu dan takut kepada Allah, maka di situlah ada kesadaran dalam benaknya.
Rasulullah ﷺ pun bersabda,
“Setiap mata akan menangis di hari kiamat kelak, kecuali mata yang menangis karena takut kepada Allah, mata yang terpelihara dari hal-hal yang diharamkan Allah, serta mata yang berjaga di Jalan Allah.”
Sebagai seorang muslim kita diperintahkan untuk melakukan perintah-Nya. Dan di sisi lain kita pun harus meminta ampunan kepada Allah akan kesalahan-kesalahan yang pernah kita perbuat di masa lalu.
Kapan pun dan di mana pun ketaatan harus tertanam dalam jiwa, karena Allah Maha melihat apa yang kita kerjakan.
https://www.youtube.com/watch?v=1YozoZHzNkA
Allah SWT juga berfirman,
“(Yaitu) orang yang takut kepada Tuhan Yang Maha Pemurah sedang Dia tidak kelihatan (olehnya) dan dia datang dengan hati yang bertaubat”. (QS. Qaf: 33).
Maka dari dua pembahasan tadi, mudah-mudahan kita bisa mengambil hikmah dan mengaplikasikannya.
Bahwa tangisan akan tercurahkan dari rang-orang yang menyesali perbuatannya di dunia sehingga ia memohon ampunan. Dan sementara itu, ada orang-orang yang berakhir tawa karena di surga ia mendapatkan keinginannya, yaitu ampunan Allah.
Lalu, masihkah kita ingin menjadi golongan yang pertama? Yang bangga akan kemaksiatan, tertawa melakukannya dan tak peduli dengan balasannya kelak.
Tentu hal itu harusnya dari sekarang kita jauhkan. Kita harus mencerminkan muslim sejati yang selalu taat dan memohon ampun kepada Sang pencipta yaitu Allah SWT.
Karena kehidupan setelahnya sudah menanti kita. Apakah kita akan masuk ke surganya Allah atau ke nerakanya Allah. Semua itu adalah cerminan dari yang kita lakukan hari ini selama hidup di dunia. Maka kita tidak akan pernah luput dari itu semua.
“Maka barang siapa yang mengerjakan kebaikan seberat dzarrah niscaya dia akan melihatnya. Dan barang siapa yang mengerjakan kejahatan seberat dzarrah sekalipun, niscaya dia akan melihatnya pula.” (QS. Al-Zalzalah: 7-8)
SUMBER: Nasha ‘ih al-‘ibad fi Bayani Alfahzi al-Munabbihat’ala Isti’dad Li Yaum al-Ma’ad | Oleh: Syekh Nawawi al-batani | Penerjemah: Fuad Saifudin Nur | WALIPUSTAKA | 2016