SUATU hari Imam Malik, dalam sebuah riwayat, pada saat hendak berbuka puasa ramadhan, beliau menangis hingga bercucuran air mata membasahi janggutnya.
Salah satu muridnya bertanya. “Wahai guruku yang mulia, kenapakah engkau menangis sedemikian sedih serta menyayat hati kami? Apakah ada di antara kami yang membuat hatimu sedih, atau hidangan ini kurang berkenan?”
Imam Malik: ”Tidak … tidak, wahai muridku. Sungguh, kalian adalah murid-murid terbaikku dan sangat khidmah padaku, bahkan hidangan ini teramat nikmat buatku.”
Murid: ”Lalu kenapakah engkau, wahai guru kami yang tercinta?”
Imam Malik: ”Sungguh, aku pernah berbuka dengan guruku (Sayidinal-Imam Ja’far ash-Shadiq, cucu Baginda Rasulillah SAW), dengan makanan yang nikmat seperti saat ini, dan beliau (Sayidina Ja’far ash-Shadiq) berkata sambil terisak, ”Wahai Ibnu Anas (Imam Malik) tahukah engkau, Rasulillah SAW terkadang berbuka dengan tiga buah kurma dan air, tapi beliau merasa sangat nikmat penuh syukur, bahkan seringkali Rasulillah SAW hanya berbuka sebutir kurma di bagi dengan Sayyidatuna Aisyah, tapi sungguh beliau merasa sangatlah nikmat, beliau (Rasulillah SAW) sedikit sahur dan berbukanya, tapi sangat banyak ibadah dan syukurnya. Beliau selalu mendoakan kita umatnya yang selalu lalai kepada Baginda!’.
“Sedang hari ini, kita dipenuhi makanan nikmat dalam berbuka, tapi kita sangatlah jauh dari ibadah dan rasa syukur…” lanjut Imam Malik, “Dan tahukah kalian setelah berkata itu, maka guruku manusia yang mulia (Sayidinal-Imam Ja’far ash-Shadiq) pingsan karena tidak mampu menahan ingatan beliau, terkenang akan Rasulullah SAW”
Setelah Imam Malik ibn Anas menceritakan hal itu sambil berisak tangis di depan murid-muridnya, sontak ruangan tersebut menjadi haru dengan isak pilu kerinduan kepada Baginda Nabi SAW.
Mari tataplah santapan sahur dan berbuka kita, lalu telaah amal ibadah kita. Bersyukurkah kita atau kufurkah kita?
Wallahu a’lam. []
Artikel ini viral di media sosial dan blog. Kami kesulitan menyertakan sumber pertama.