ILMU adalah penerang jalan kehidupan. Jika kita tidak ingin tersesat dan bebas dari kebodohan syaratnya yaitu rajin mencari ilmu. Saking pentingnya, Rasulullah SAW telah mewajibkan umatnya untuk menuntut ilmu.
Namun ilmu saja tidak cukup jika tidak dibarengi dengan iman. Ibarat ikatan hewan ternak, iman ibarat penuntun akal dan pikiran manusia agar tidak kebablasan yang akan berujung pada kesesatan.
Untuk dapat melakukan segala sesuatu, maka diperlukan ilmunya. Oleh sebab itu, tidak salah lagi bahwa ilmu harus lebih dahulu daripada amal atau perbuatan. Yaitu bekas yang terlukis di otak orang yang berilmu di dalam perkara yang telah diketahuinya. Ibarat seorang tukang gambar yang hendak memulai melukiskan gambarnya, lebih dahulu telah ada rupa gambar itu di dalam otaknya, barulah dilukiskannya.
Tetapi iman atau kepercayaan lebih tua pula dari ilmu. Iman adalah menjadi dasar dari ilmu. Itulah sebabnya, nabi-nabi lebih dahulu menanamkan iman daripada menyiarkan ilmu. Ayat-ayat yang diturunkan Allah di Mekkah lebih banyak mengandung rasa iman, dan yang diturunkan di Madinah lebih banyak mengandung ilmu.
Setelah sempurna iman, mereka disuruh membenarkan, setelah itu dikemukakan segala macam alasan dan dalil, disuruh pula mengiaskan kepada perkara-perkara yang lain. Perkataan ini dikuatkan oleh sahabat Juandab. Dia berkata bahwa sebelum mereka dewasa, lebih dahulu mereka diajarkan iman dan setelah itu baru diajarkan Quran, dan barulah pelajaran iman itu bertambah-tambah.
Permulaan iman itu didengarkan dengan telinga. Setalah mafhum pendengaran, barulah diikrarkan dengan lidah. Apabila telah diikrarkan dengan lidah, maka iman yang telah ada di dalam hati itu bertambah teguhlah. Apabila iman telah teguh, ilmupun bisa pula bertambah, bertambah lama bertambah banyak. Karena pendengaran dengan telinga dan ucapan dengan mulut tidaklah akan bermanfaat kalau urat keyakinan dan makrifat yang ada dalam hati tidak terhujam kuat.
Maka dari sanalah kumpulan dan sumber ilmu, yaitu dari mata lahir dan mata batin. Mata lahir ialah penglihatan mata, pendengaran telinga dan ucapan mulut. Mata batin ialah hati yang percaya kepada ilmu itu, serta yakin dan makrifat. Apabila hati telah bersedia, barulah akan timbul cahaya petunjuk dari Allah, yang bernama “Hudan.” []
Referensi: Falsafah Hidup/Karya: Prof. Dr. Hamka/Penerbit: Pustaka Pajimas