“Orang yang pandai adalah yang senantiasa mengoreksi diri dan menyiapkan bekal kematian. Dan orang yang rendah adalah yang selalu menurutkan hawa nafsu dan berangan-angan kepada Allah.” (HR. Attirmidzi)
MAHA Besar Allah Yang menghidupkan bumi setelah matinya. Air tercurah dari langit membasahi tanah-tanah yang sebelumnya gersang. Aneka benih kehidupan pun tumbuh dan berkembang. Sayangnya, justru manusia mematikan sesuatu yang sebelumnya hidup.
Tanpa terasa, kita sudah begitu boros terhadap waktu
Trend hidup saat ini, memaksa siapa pun untuk menatap dunia menjadi begitu mengasyikkan. Serba mudah dan mewah. Sebuah keadaan di mana nilai kucuran keringat tergusur dengan kelincahan jari memencet tombol. Dengan bahasa lain, dunia menjadi begitu menerlenakan.
BACA JUGA: Aku Berangan-angan dan Terus Berangan-angan
Tidak heran jika gaya hidup perkotaan menggiring orang menjadi manja. Senang bersantai, dan malas kerja keras. Di suasana serba mudah itulah, waktu menjadi begitu murah. Detik, menit, jam, hingga hari, bisa berlalu begitu saja dalam gumulan gaya hidup santai.
Sebagai perumpamaan, jika seseorang menyediakan kita uang sebesar 86.400 rupiah setiap hari. Dan jika tidak habis, uang itu mesti dikembalikan; pasti kita akan memanfaatkan uang itu buat sesuatu yang bernilai investasi. Karena boleh jadi, kita tak punya apa-apa ketika aliran jatah itu berhenti. Dan sangat bodoh jika dihambur-hamburkan tanpa memenuhi kebutuhan yang bermanfaat.
Begitulah waktu. Tiap hari Allah menyediakan kita tidak kurang dari 86.400 detik. Jika hari berganti, berlalu pula waktu kemarin tanpa bisa mengambil waktu yang tersisa. Dan di hari yang baru, kembali Allah sediakan jumlah waktu yang sama. Begitu seterusnya. Hingga, tak ada lagi jatah waktu yang diberikan.
Sayangnya, tidak sedikit yang gemar membelanjakan waktu cuma buat yang remeh temeh. Dan penyesalan pun muncul ketika jatah waktu dicabut. Tanpa pemberitahuan, tanpa teguran.
Allah swt. berfirman, “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (dari Allah swt.).” (QS. 21: 1)
BACA JUGA: Beda Kita dengan Rasulullah
Tanpa terasa, kita kian jauh dari keteladanan Rasul dan para sahabat
Pergaulan hidup antar manusia memunculkan tarik-menarik pengaruh. Saat itulah, tanpa terasa, terjadi pertukaran selera, gaya, kebiasaan, dan perilaku. Semakin luas cakupan pergaulan, kian besar gaya tarik menarik yang terjadi.
Masalahnya, tidak selamanya stamina seseorang berada pada posisi prima. Kadang bisa surut. Ketika itu, ia lebih berpeluang ditarik daripada menarik. Tanpa sadar, terjadi perembesan pengaruh luar pada diri seseorang. Pelan tapi pasti. []
BERSAMBUNG
SUMBER: DAKWATUNA