Oleh: EL Fitrianty
Penulis buku serial akidah untuk Balita Cerdas
GENERASI yang cerdas dan berkualitas adalah generasi yang memiliki kepribadian sebagai seorang pemimpin; peduli dan mampu memberikan gagasan yang cemerlang sebagai solusi atas persoalan yang ada di tengah-tengah masyarakat. Untuk melahirkan generasi yang demikian tentu butuh sebuah proses yang panjang dan proses tersebut harus diawali pada usia dini.
Berbagai penelitian menyatakan bahwa masa dini adalah periode emas (golden age) bagi pertumbuhan dan perkembangan anak. Pada masa tersebut anak akan belajar memahami dirinya dan apa yang ada di sekitarnya. Proses pembelajaran pada periode ini akan sangat berpengaruh pada periode selanjutnya hingga dewasa.
Dalam Islam sendiri, pendidikan anak merupakan sesuatu yang penting untuk diperhatikan. Allah Ta’ala telah menyeru para orangtua (QS an-Nisa’ [4]: 9) untuk tidak meninggalkan anaknya dalam kondisi yang lemah (keilmuan dan keimanan). Dari sini dapat disimpulkan pendidikan anak usia dini penting untuk diperhatikan oleh orangtua, khususnya seorang ibu. Kenapa ibu? Sebab, ibu memiliki kedekatan fisik dan emosional dengan anak. Ibulah yang mengandung anaknya selama sekitar 9 bulan, kemudian menyusuinya.
Ibu jugalah yang memberikan informasi-informasi pertama kepada anak. Maka kaum ibu (perempuan) butuh dicerdaskan. Mengapa seorang ibu harus cerdas? Alasannya bukan demi kesetaraan jender, tetapi lebih karena ibulah yang melahirkan setiap generasi baru, generasi masa depan. Ibu adalah peletak dasar kepribadian bagi anak. Seorang ibu harus cerdas agar periode emas anak usia dini tidak terlewatkan begitu saja, bisa memanfaatkan masa-masa itu secara tepat dan optimal. Harapannya, anak-anak bisa tampil sebagai sosok pemimpin yang bisa diandalkan oleh masyarakat.
Sayangnya, saat ini peran ibu yang sangat urgen sebagai pendidik pertama bagi anak secara sistemik sengaja dibuat tidak berjalan optimal. Banyak permasalahan yang harus dihadapi para ibu, baik ibu pekerja ataupun ibu rumah tangga. Para “ibu bekerja” atau wanita karier dihadapkan pada kondisi sedikitnya waktu untuk sekadar membersamai anak-anaknya. Waktu mereka habis untuk bekerja di kantor, pabrik, atau yang lainnya. Sebuah tantangan bagaimana agar sedikitnya waktu bersama anak itu ibu tetap bisa memberikan input kepada anak secara optimal.
Sedangkan bagi ibu-ibu rumah tangga (fulltime mom) bukan berarti tidak punya tantangan dalam mendidik anak. Yang sangat disayangkan adalah jika waktu luang mereka dengan anak-anak (terutama usia dini) yang lebih banyak itu tidak diimbangi dengan pengetahuan tentang bagaimana mendidik anak yang baik dan profesional. Walhasil, pendidikan anak usia dini cenderung diabaikan oleh ibu. Lalu bagaimana ibu-ibu milenial bisa mengoptimalkan golden age bagi pendidikan anak dengan masing-masing tantangan yang mereka hadapi itu?
Untuk menyelesaikan persoalan tersebut tentunya tidak hanya melibatkan perorangan, tetapi juga perlu dukungan seluruh elemen masyarakat. Jangan sampai saat sudah menjadi “ibu” dan memiliki anak usia dini masih tergagap-gagap dan bingung harus seperti apa mendidik dan mengasuh anak. Maka butuh adanya pembinaan khusus terhadap perempuan, khususnya ibu dan remaja putri tentang parenting dan ilmu berkeluarga. Juga memotivasi mereka agar meningkatkan kemampuan praktis dalam mengasuh dan mendidik anak.
Upaya pembinaan ini bisa saja dilakukan oleh ormas, orpol, dan berbagai lembaga independen di tengah-tengah masyarakat. Namun itu saja tentu tidaklah cukup. Efektivitas dari pembinaan dan sosialisasi dalam upaya mencerdaskan ibu ini akan kian terasa jika Negara (ad-daulah) mulai memainkan perannya sebagai regulator di tengah-tengah masyarakat, misalnya saja dengan merancang sebuah kurikulum pendidikan yang mampu mempersiapkan generasi muda untuk menjadi sosok ibu yang ideal. Maka keberadaan Negara (ad-daulah) yang proaktif tersebut sangatlah penting dan mendesak untuk diwujudkan. Islam memiliki konsep yang sempurna tentang hal ini. []