TARAWIH merupakan shalat malam yang dilakukan dengan santai atau tidak tergesa-gesa. Namun, pada kenyataannya, shalat tarawih di tengah masyarakat justru kebalikannya. Cepat dan singkat.
Nah, bagaiamana sesungguhnya tarawih ‘ekspres’ ini menurut syariat Islam?
Terkait penilaian ibadah, ada 2 acuan yang digunakan.
Pertama, penilaian tentang keabsahan ibadah
Menilai sah dan tidaknya ibadah, bisa dilakukan manusia dengan melihat sebab-sebab lahiriyah. Sebab-sebab lahiriyah yang dimaksud adalah memenuhi syarat, rukun, wajib, dan tidak ada pembatal.
Ibadah itu sah selama bisa dipastikan bahwa itu telah memenuhi syarat, rukun, dan wajibnya, dan anda tidak melakukan pembatal di sana.
Kedua, menilai diterima dan tidaknya ibadah
Untuk yang kedua ini, tidak ada yang tahu kecuali Allah. Ini rahasia Allah, makhluk tidak tahu. Karena itu, yang bisa kita lakukan adalah berharap dan berdoa agar Allah menerima amal kita.
Nabi Ibrahim selepas membangun ulang ka’bah bersama ismail, beliau berdoa kepada Allah, “Ya Allah, terimalah amal kami, sesungguhnya Engkau Dzat yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS. al-Baqarah: 127).
Terkait dua acuan penilaian ini, ada kaidah yang penting untuk diketahui.
Semua amal yang tidak sah, pasti tidak diterima. Tapi sebaliknya, amal yang sah, tidak bisa dipastikan, diterima ataukah tidak.
Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut amal yang batal dengan ‘Allah tidak menerimanya.’
Dari Ibnu Umar Radhiyallahu ‘anhuma, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Allah tidak menerima shalat tanpa bersuci.” (HR. Muslim 224).
Mengenai shalat tarawih yang terlalu cepat atau ekspres, yang hilang disana adalah thumaninah-nya.
Apa itu Thuma’ninah dalam Shalat?
Tumakninah adalah tenang sejenak setelah semua anggota badan berada pada posisi sempurna ketika melakukan suatu gerakan rukun shalat.
Abu Hurairah Radhiyallahu ‘anhu menceritakan, ada seseorang yang masuk masjid dan shalat 2 rakaat. Seusai shalat, dia mendatangi Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam yang kala itu ada di masjid. Namun Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyuruhnya untuk mengulangi shalatnya. beliau bersabda, “Ulangilah shalatmu karena shalatmu batal”
Orang inipun mengulangi shalat dan datang kepada Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam. Tapi beliau tetap menyuruh orang ini untuk mengulangi shalatnya. Ini terjadi sampai 3 kali. Hingga orang ini putus asa dan menyatakan, “Demi yang mengutusmu membawa kebenaran, aku tidak bisa melakukan shalat sebaik dari itu. Makanya ajarilah aku!”
Kemudian Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam mengajarkan cara shalat yang benar kepada orang ini. Beliau mengajarkan, “Jika engkau mulai shalat, maka bertakbirlah. Kemudian bacalah ayat Al Qur’an yang mudah bagimu. Lalu ruku’lah dan sertaithuma’ninah ketika ruku’. Lalu bangkitlah dan beri’tidallah dengan berdiri sempurna. Kemudian sujudlah sertai thuma’ninah ketika sujud. Kemudian bangkitlah dan duduk antara dua sujud sambil thuma’ninah. Kemudian sujud kembali sambil disertai thuma’ninah ketika sujud. Lakukan seperti itu dalam setiap shalatmu.” (HR. Bukhari 793 dan Muslim 397).
Yang dinilai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam bukan diterima dan tidaknya shalat orang ini. Tapi yang dinilai Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah keabsahan shalat orang ini. Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebut shalat orang ini tidak sah, karena ada rukun yang kurang. Itulah rukun thuma’ninah.
Sehingga di situ, Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam menekankan berulang-ulang.
Dalam riwayat lain dinyatakan bahwa suatu ketika, Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa sallam melihat orang shalat yang tidak menyempurnakan rukuknya dan seperti mematuk ketika sujud. Kemudian beliau bersabda, “Tahukah kamu orang ini. Siapa yang meninggal dengan keadaan (shalatnya) seperti ini maka dia mati di atas selain agama Muhammad. Dia mematuk dalam shalatnya sebagaimana burung gagak mematuk darah.” (HR. Ibnu Khuzaimah 665 dan dihasankan al-Albani).
Dan inilah cara shalat yang dipahami para sahabat.
Hudzifah bin al-Yaman radhiyallahu ‘anhu bahwa beliau pernah melihat ada orang yang tidak menyempurnakan rukuk dan sujud ketika shalat, dan terlalu cepat. Setelah selesai, ditegur oleh Hudzaifah, “Sudah berapa lama anda shalat semacam ini?” Orang ini menjawab: “40 tahun.” Hudzaifah mengatakan: “Engkau tidak dihitung shalat selama 40 tahun.” (karena shalatnya batal).
Lanjut Hudzaifah, “Jika kamu mati dan model shalatmu masih seperti ini, maka engkau mati bukan di atas fitrah (ajaran) Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.” (HR. an-Nasai 1320 dan dishahihkan al-Albani).
Orang yang terlalu cepat shalatnya, sehingga tidak thuma’ninah, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam menyebutnya sebagai orang yang mencuri ketika shalat. Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Pencuri yang paling jelek adalah orang yang mencuri shalatnya.”
Setelah ditanya maksudnya, beliau menjawab, “Merekalah orang yang tidak sempurna rukuk dan sujudnya.” (HR. Ahmad 11846, ad-Darimi 1378, Ibnu Hibban 1888 dan dihasankan Syuaib al-Arnauth).
Thuma’ninah dalam setiap gerakan rukun shalat merupakan bagian penting dalam shalat yang wajib dilakukan. Maka, tarawih ekspres yang kehilangan thuma’ninah di dalamnya perlu dievaluasi keabsahannya. []
SUMBER: KONSULTASI SYARIAH