SYAIKH Syilbi (seorang guru sufi dan akhlak di Mesir) dikaruniai Allah seorang anak perempuan tatkala telah berusia lanjut.
“Dia amat mencintai dan menyayangi putrinya itu seakan-akan tak mampu berpisah dengannya. Makin putrinya itu tumbuh besar dan dewasa, makin bertambah besar kecintaannya padanya.”
Pada suatu malam, di malam kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, sepulang menghadiri acara sukacita peringatan kelahiran Rasulullah Shalallahu ‘alaihi wasallam, Syaikh Hasan bersama sejumlah sahabatnya singgah ke rumah Syaikh Syilbi.
BACA JUGA: Laki-laki Pezina pun Dambakan Jodoh Wanita Sholihah
Mereka duduk sebentar bersama Syaikh Syilbi. Ketika hendak pergi, Syaikh berkata kepada mereka dengan senyum manis, “Insya Allah, besok kalian akan mengunjungiku, dan kita akan menguburkan Ruhiyah (Ruhiyah adalah putri tunggalnya, yang lahir sebelas tahun setelah pernikahannya.
“Dia tak dapat dipisahkan dari putrinya walaupun sedang ada pekerjaan. Dia menamakan putrinya Ruhiyah (nyawa) karena baginya, putrinya itu adalah nyawanya).”
Al-Banna berkata, “Kami terheran-heran dan bertanya padanya, ‘Kapan dia wafat?’”
“Hari ini, sebelum maghrib,” jawab Syaikh.
Bana kembali bertanya, “Mengapa engkau tidak memberitahu kami, sehingga kedatangan kami kemari demi menyatakan bela sungkawa?”
Syaikh berkata, “Apa sebenarnya yang terjadi? Kesedihan kami telah digantikan dengan kebahagiaan. Adakah kalian menginginkan kenikmatan dari Allah yang lebih besar dari kenikmatan ini?”
Lalu pembicaraan Syaikh mengarah pada pelajaran tasawuf; kematian putri kesayangannya lebih dikarenakan kecemburuan Allah pada hatinya. Sesungguhnya Allah cemburu pada hati hamba-Nya yang saleh bila bergantung pada selain-Nya dan berpaling dari-Nya.
BACA JUGA: Kebiasaan Nabi dan Orang Sholih di Pagi Hari
Seraya itu, dia juga mengajukan beberapa bukti bahwa tatkala hati Ibrahim as tertambat pada Ismail as, Allah memerintahkannya menyembelih putranya.
Dan ketika Ya’qub as tertambat hatinya pada Yusuf as, Allah menjauhkan Yusuf as dari sisinya selama beberapa tahun.
Karenanya, jangan sampai hati hamba bergantung pada selain Allah Swt. Jika benar demikian, bohong kalau dia mengaku cinta kepada Allah.
Kemudian dia menukil sebuah kisah Suatu hari al-Fudhail bin ‘Iyadh memegang tangan putri kecilnya lalu dipeluknya.
Si puteri berkata, “Hai Ayah, apakah engkau mencintaiku?”
“Ya, puteriku,” jawab ayahnya.
Sang puteri berkata, “Demi Allah, aku sama sekali tidak menyangka kalau engkau berbohong.”
Sang ayah terkejut dengan ucapan puterinya itu, “Mengapa demikian? Mengapa saya berbohong?”
“Aku mengira bahwa selama ini engkau bersama Allah dan tidak seorang pun yang engkau cintai selain Dia,” jelas puteri kecilnya yang pintar itu.
Al-Fudhail menangis dan berkata, “Wahai Tuanku (Maulaku), bahkan anak-anak mengetahui perbuatan riya hamba-Mu al-Fudhail.”
BACA JUGA: Pekerjaanmu sarana Ibadah
Inilah kisah yang dipaparkan Syaikh Syilbi. Dengan memaparkan itu, ia berusaha agar para sahabatnya tidak bersedih atas kematian puterinya. Lalu mereka segera mohon diri. Esok harinya, mereka datang kembali untuk memakamkan Ruhiyah.
Mereka sama sekali tak mendengar rintihan maupun jeritan, kecuali kesabaran dan kepasrahan penuh Syaikh kepada Allah yang Mahabesar Maha lagi Mahatinggi. []
Sumber: Hakikat Munajat/Karya: Prof. Muhammad Mahdi al-Ashifi/Penerbit: Cahaya/2004