AIR mata tak terasa menetes tatkala sesali dosa yang telah dilakoni. Sesal di dalam dada, terus-menerus menekan hingga rasa ini menyeruak dan meluap menjadi pengutukan pada diri. Sejatinya, jiwa yang kotor penuh dengan dosa ini, tak hentinya menyesali. Taubat, taubat, dan taubat, solusinya.
Tatkala kita berbuat dosa, maka segeralah bertaubat. Jangan pernah lelah, atau kalah dengan nafsu. Ingat dosa, segeralah bertaubat. Jangan pernah malu tuk menolak ajakan dosa. Tolak saja dengan sekuat tenaga. Tapi, adakah taubat yang ditolak?
Nah hal ini, para ulama saling berbeda pendapat, apakah di antara berbagai macam dosa, ada dosa yang taubatnya tidak diterima ataukah taubat dari dosa apa pun diterima?
Ibnu Abbas berkata, “Taubat harus dilakukan untuk setiap dosa. Setiap dosa memungkinkan untuk dimintakan ampunan dengan bertaubat. Ada pula golongan yang mengatakan, bahwa taubat pembunuh tidak diterima,” (HR. Ahmad)
Bahkan Ibnu Abbas harus berdebat dengan rekan-rekannya, yang mengatakan, “Bukankah Allah telah befirman, ‘Dan, orang-orang yang tidak menyembah sesembahan yang lain beserta Allah dan tidak pula membunuh jiwa yang diharamkan Allah’ sampai, ‘kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shalih, maka kejahatan mereka diganti Allah dengan kebajikan?’ (QS Al-Furqan: 68-70).”
Ibnu Abbas menyanggah, “Ayat ini berkaitan dengan perbuatan di masa Jahiliyah. Pasalnya, ada beberapa orang musyrik yang dulu pernah melakukan tindak pembunuhan dan juga pernah berzina. Lalu mereka menemui Rasulullah SAW, seraya berkata, ‘Apa yang engkau serukan itu benar-benar bagus. Andaikan saja engkau memberitahukan kepada kami tentang suatu tebusan dari apa yang pernah kami lakukan.’ Maka turunlah ayat ini. Jadi, ayat ini berkenaan dengan diri mereka.
Sementara dalam surat An-Nisa’ telah disebutkan firman Allah, ‘Dan barangsiapa membunuh seorang Mukmin dengan sengaja, maka balasannya ialah Jahannam, ia kekal di dalamnya dan Allah murka kepadanya dan mengutukinya serta menyediakan adzab yang besar baginya. Jika seseorang mengetahui Islam dan syariatnya, lalu dia membunuh dengan sengaja, maka balasannya adalah Jahannam.”
Menurut Ibnu Abbas dan para ulama, karena membunuh orang Mukmin secara sengaja tidak bisa diterima dan tidak ada cara untuk meminta pembebasan darinya, apalagi mengembalikan nyawanya. Taubat dari hak manusia tidak dianggap sah kecuali dengan salah satu dari dua cara ini. Sementara keduanya tidak bisa lagi dilakukan oleh pembunuh. Berbeda dengan harta, yang sekalipun pemiliknya sudah meninggal dunia, maka orang yang merampasnya masih bisa menyampaikan manfaat harta itu kepada pemiliknya yang sudah meninggal, dengan cara menshadaqahkannya.
Mereka juga berkata, “Kami tidak menolak pendapat bahwa syirik itu lebih besar dosanya daripada tindak pembunuhan, dan taubat dari syirik itu masih bisa dilakukan. Tapi taubat dari syirik ini berkait dengan hak Allah, dan memohon ampunan dari-Nya masih memungkinkan. Tapi kaitannya dengan hak manusia, maka taubatnya tergantung pada pengembalian hak itu atau meminta pembebasan darinya.
Jumhur ulama yang berpendapat bahwa taubat dari dosa apa pun bisa diterima, berhujjah dengan firman Allah, “Dan, sesungguhnya Aku Maha Pengampun bagi orang yang bertaubat, beriman, beramal shalih kemudian tetap di jalan yang benar,” (QS. Thaha: 82).
Jika pembunuh itu bertaubat, beriman dan beramal shalih, maka Allah akan mengampuni dosanya. Juga telah disebutkan dalam hadits shahih dari Nabi SAW, tentang orang yang pernah membunuh seratus orang kemudian bertaubat, dan ternyata taubatnya itu diterima. Ada beberapa hadits lain yang menyatakan hal yang sama.
Tentang surat An-Nisa’: 93, bahwa orang yang membunuh orang Mukmin secara sengaja, maka balasannya adalah neraka Jahannam, banyak nash lain yang senada dan yang di dalamnya disebutkan ancaman seperti itu, seperti firman-Nya, “Dan, barangsiapa yang mendurhakai Allah dan Rasul-Nya, dan melanggar ketentuan-ketentuan-Nya, niscaya Allah memasukkan-Nya ke dalam api neraka, sedang ia kekal didalamnya, dan baginya siksa yang menghinakan,” (An-Nisa’: 14).
Nabi SAW bersabda, “Barangsiapa membunuh dirinya sendiri dengan sepotong besi, maka besi itu akan menghunjam dirinya, dia kekal dan dikekalkan di neraka Jahannam.”
Manusia saling berbeda tentang nash semacam ini. Di antara mereka ada yang mengartikannya menurut zhahirnya, bahwa pelakunya akan kekal di dalam neraka. Ini merupakan pendapat golongan Khawarij dan Mu’tazilah. Dalam hal ini pun mereka juga saling berbeda pendapat. Khawarij mengatakan, mereka itu sama dengan orang kafir, karena yang kekal di dalam neraka hanya orang kafir. Mu’tazilah berpendapat, mereka bukan orang-orang kafir, tetapi orang-orang fasik yang juga kekal di dalam neraka, jika mereka tidak bertaubat. []
BERSAMBUNG
Referensi: Madarijus Salikin (Pendakian Menuju Allah)/Ibnu Qayyim Al-Jauziyah/Pustaka Al-Kautsar/1999