KETIKA dakwah Rasulullah mulai nampak di hadapan orang-orang Quraisy, saat itulah mereka tahu bahwa paman beliau, Abu Thalib, tak berkenan untuk menghentikan dakwah keponakannya itu. Justru Abu Thalib telah bulat tekadnya untuk senantiasa menjaga dan melindungi Rasulullah. Ia rela memisahkan diri dan dimusuhi oleh mereka.
Sebagai upaya untuk membujuk Abu Thalib, pemimpin-pemimpin Quraisy mendatangkan Imarah bin al-Walid bin al-Mughirah untuk kemudian ditukarkan dengan Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam.
BACA JUGA: Kesaksian Abu Thalib yang Membuat Nabi Bersedih
Mereka berkata, “Wahai Abu Thalib! Sesungguhnya ini ada seorang pemuda yang paling gagah dan tampan di kalangan Quraisy! Ambillah dia dan engkau boleh menjadi penanggung jawab dan pembelanya. Jadikanlah dia anakmu, maka dia jadi milikmu. Lalu serahkan kepada kami keponakanmu itu yang telah menyelisihi agamamu dan agama nenek moyangmu itu, menceraiberaikan persatuan kaummu dan menganggap sesat mereka agar kami bunuh. Ini adalah barter manusia dengan manusia di antara kita.”
Abu Thalib menjawab, “Demi Allah! Sungguh tawaran kalian tersebut sesuatu yang murahan! Apakah kalian ingin memberikan kepadaku anak kalian ini agar aku beri makan dia demi kalian, sementara aku memberikan anakku agar kalian bunuh? Demi Allah ini takkan pernah terjadi!”
Al-Muth’im bin Adi bin Naufal bin Abdu Manaf berkata, “Demi Allah, wahai Abu Thalib! Kaummu telah berbuat adil terhadapmu dan berupaya untuk membebaskanmu dari hal yang tidak engkau sukai. Jadi, apa sebabnya aku lihat engkau tidak mau menerima sesuatu pun dari tawaran mereka?”
BACA JUGA: Kemarahan Hamzah Bin Abdul Muthalib terhadap Abu Jahal
Abu Thalib kembali menjawab, “Demi Allah! Kalian bukannya berbuat adil terhadapku, akan tetapi engkau telah bersepakat menghinakanku dan mengkonfrontasikanku dengan kaum Quraisy. Karenanya, lakukanlah apa yang ingin kalian lakukan!”
Mendengar jawaban tegas dari Abu Thalib, mereka pun memutuskan untuk memilih langkah yang sebelumnya telah mereka pilih, yakni langkah untuk mencelakakan Rasulullah. []
Sumber: Syaikh Shafiyyurahman al-Mubarakfuri. 1421 H. Ar-Rahiq al-Makhtum, Sirah Nabawiyah “Perjalanan Hidup Rasul Yang Agung Muhammad”. Jakarta: Darul Haq.