SEWAKTU muda Imam Syafi’i sangat menyukai bahasa dan seni, sehingga ia sangat mahir dalam kesusastraan Arab klasik.
Syair-syair hafal di luar kepala, seperti Syair Imrul Qais, Syair Zuher, Syair Jarir, dan lain sebagainya.
Titik baliknya bermula dari teguran kecil.
Suatu hari Syafi’i muda mengendarai unta sambil berdendang ria melantunkan syair.
BACA JUGA: Teladan Imam Syafii; Membagi Malamnya jadi 3 Bagian
.
Saat itu ia ditegur oleh seorang juru tulis, Abu Mush’ab. Punggung Syafi’i muda dipukul tongkat dari belakang.
“Ah, pemuda sepertimu ini menghabiskan kepemudaanya dengan berdendang dan bernyanyi. Alangkah baiknya jika waktu mudamu ini, engkau pakai untuk mempelajari hadits dan fiqih.”
Ditegur seperti ini, Syafi’i muda tidak tersinggung, sakit hati, atau marah-marah. Tp Syafi’i berpikir.
Teguran terkadang pahit, tapi begitulah tabiat obat. Pahit namun menyembuhkan.
Teguran tadi menginspirasi Syafi’i muda untuk memperbaiki diri dan melejitkan potensi. Ia berniat akan mempelajari ilmu hadits dan fiqih sebagaimana anjuran Abu Mush’ab.
Dorongannya semakin kuat tatkala mendapati nasihat dari Mufti Makah saat itu, Syaikh Muslim bin Khalid Az-Zanji.
Syafi’i berkata, “Pada mulanya saya mempelajari ilmu nahwu atau garamatika dan adab atau kesusatraan. Lalu saya datang kepada Muslim bin Khalid, maka beliau bertanya,
“Hai Muhammad, engkau dari mana?”
Syafi’i, “Saya orang sini, orang Makah.”
“Dari kampung mana?”
“Dari Kampung Khaib.”
“Dari kabilah apa?”
“Dari Kabilah Abdu Manaf”
Syaikh Muslim, “Waduh senang sekali. Allah telah memuliakan engkau dunia akhirat. Alangkah baiknya bila kecerdasanmu itu ditumpahkan pada ilmu fiqih. Inilah yang baik bagimu.”
BACA JUGA: Ini Rahasia Hafalan Imam Syafii
Syafi’i muda terbakar semangatnya. Menyala-nyala. Berkobar. Bangkit. Bergelora. Kata-kata Syaikh Muslim bin Khalid ini, menggerakan Syafi’i muda untuk mempelajari ilmu fiqih sedalam-dalamnya.
Fiqih adalah ilmu tentang syariat Islam dengan dalil-dalil terperinci, orang yang ahli dalam ilmu fiqih disebut faqih, jamaknya fukaha.
Dalam sebuah hadits Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang Allah kehendaki padanya kebaikan, maka Allah akan pahamkan dia dalam (masalah) dien (agama).” (HR Bukhari)
Sederhana tapi dahsyat kekuatannya, ialah teguran kecil yang ditujukan pada Syafi’i muda yang membuat semangatnya menyala. Beliau termotivasi untuk merubah diri menjadi pribadi berkualitas tinggi, terbakar semangatnya untuk mempelajari ilmu hadits dan fiqih.
Sejarah mencatat dengan tinta emas, bahwa Syafi’i tumbuh menjadi pribadi luar biasa.
Hafal Al-Qur’an semenjak usia dini. Mampu menghafal kitab Al-Muwatha karya Imam Malik dalam waktu 9 malam. Mampu melemparkan tombak dari atas kuda, 10 kali lemparan tidak ada yang meleset satu pun. Mampu merumuskan istimbat sebanyak 1000 kesimpulan hukum dalam waktu 1 malam.
Teguran. Bila kita menanggapinya dengan positif, ia akan menjadi kekuatan yang baik. Sebaliknya bila ditanggapi negatif, hanya akan jadi prasangka buruk. Oleh karena itu, jadikan teguran sebagai bahan bakar untuk menyalakan api semangat. Belajar selalu menimba ilmu.
Bagi yang menegur, tentu ada etika, adab dan sopan santun. Tujuannya agar tak terkesan memojokkan atau menghina. Agar yang ditegur pun merasa tak dihakimi dan dipermalukan.
Alangkah indah pesan Imam Syafi’i berikut ini, “Nasihati aku dikala kita hanya berdua. Jangan meluruskanku di tengah banyak orang selagi ramai. Sebab nasihat di tengah banyak orang terasa bagai hinaan yang membuat hatiku terluka.” []