NASAB atau garis keturunan sangat penting dalam menentukan identitas seseorang. Dengan adanya kejelasan nasab, akan diketahui juga silsilah dalam keluarga.
Nasab terkait erat dengan ikatan darah. Lantas, apakah tes DNA merupakan cara yang paling tepat untuk menelusuri nasab seseorang?
Dalam Islam, nasab bukan hanya terkait dengan ikatan darah, melainkan juga ikatan pernikahan atau akad.
BACA JUGA:Â Akibat Zina; Menentang Larangan Allah, Merancukan Nasab, dan Merusak Keturunan
Syekh Ali Jum’ah, salah satu ulama yang menjadi mufti di Al-Azhar Mesir memberikan penjelasan di dalam Fatawa Asriyahnya bahwa nasab antara anak dan ibunya memang ditetapkan dari sisi biologisnya. Maka, ini bisa dibuktikan lewat tes DNA sehingga seorang anak dapat diketahui siapa ayah-ibunya.
Hanya saja, nasab anak dengan ayahnya ditetapkan sesuai aturan syariah, bukan hanya ditentukan dari segi biologis. Maka, anak yang dihasilkan dari perzinaan, nasabnya tidak mengikuti lelaki pelaku perzinaan tersebut. Sebab, hubungan antara ayah dan ibunya terjadi bukan dengan akad nikah yang sah, meskipun sang lelaki benar-benar ayah biologisnya dan dikandung serta dilahirkan oleh ibu pasangan zinanya.
Jadi, anak hasil zina, hukum mahram dan waris berlaku menurut penetapan nasab. Nasab anak tersebut hanya tersambung pada ibunya. Dia tidak terhubung dengan ayahnya kecuali jika dia merupakan anak dari hubungan yang sah antara ayah dan ibunya (adanya pernikahan). Dengan demikian, jika tidak ada akad nikah yang sah, maka tidak ada nasab. Demikian kesepakatan semua fuqaha’ (ahli hukum Islam/fiqih), dan tercantum dalam undang-undang Mesir.
Atas dasar itu, penetapan nasab merupakan turunan dari akad nikah yang sah, atau yang rusak, atau dari persetubuhan yang mengandung syubhat.
BACA JUGA:Â Dari Nabi Adam hingga Dilahirkan, Kehinaan Tidak Pernah Menimpa Rahim Nasab Rasulullah
Seorang hakim harus memikirkan segala kemungkinan yang ada agar dapat menetapkan nasab dengan benar. Jadi, jika seorang hakim memiliki bukti pasti bahwa sang anak dilahirkan dari pernikahan yang sah, atau dia benar-benar sudah meyakini hal itu di dalam hatinya, maka dia harus menetapkan bahwa nasab sang anak terhubung dengan ayahnya.
Jika sudah terbukti bahwa pernikahan yang sah tidak terjadi, atau terjadi akad nikah tetapi rukun dan syaratnya tidak sempurna, maka seorang hakim wajib memutuskan bahwa nasab sang anak tidak tersambung dengan ayahnya, meskipun seandainya tes DNA memutuskan sebaliknya, mengingat nasab anak dengan ayahnya hanya bisa ditetapkan dari sisi agama, bukan dari sisi pembuktian biologis (Baiti Jannati: Jawaban Menuju Rumah Tangga Sakinah, terjemahan dari kitab Fatawa Ashriyah Dr. Ali Jum’ah, Mufti Al-Azhar, halaman 104-105).
Demikianlah hukum penetapan nasab anak dalam agama Islam yang dijelaskan oleh Syekh Ali Jum’ah sebagaimana dikutip dari bincang syariah. []