SAYA ada seorang kawan. Akrab. Sohib. Sejak SMA kelas 1. Perempuan. Kalau ketemu sama dia, saya selalu bahagia. Dia bisa ngomong apa aja dengan saya. Begitu juga dengan saya ke dia. Dia bisa kirim WA ke saya kapan aja. Kadang jam 23.30 malam, atau pas jam 03.30 dini hari.
Karena tahu saya agak alim (padahal aib banyak), dia suka jaga jarak secara fisik. Dia tau saya ga salaman sama dia kalau ketemu. Dia juga tau kalau saya pake celana cingkrang. Dan dia kayaknya ga pernah nge-cap saya radikal karena hal-hal itu.
Dalam kondisi sulit dimana-mana seperti ini, beberapa kali dia keukeuh mau kirim gofood ke rumah. Akhirnya, karena kirim KFC, tentulah saya tidak tolak, hehehe… KFC ini “kecil” banget dibandingkan apa yang sering ia kirim ke rumah. Setiap kali ketemu, dia mengeluarkan apapun yang ada di bagasi mobilnya. Menyuruh saya untuk membawanya ke rumah. Beras. Minyak. Kue. Hand sanitizer.
“Gua ga fakir. Kamu teh jangan begitu. Anyway, thanks…” ujar saya. Malu hati.
Dia nyengir. “Sorry ya, aku mah cuma nitip doang sama kamu. Entar aku ambil lagi. Di sana…”
Saya ngerti.
Seumur hidup, tapi, saya selalu ketemu orang-orang baik. Guru. Dosen. Sahabat. Adik kelas. Kakak kelas. Temen di medsos. Alhamdulillah.
Demikianlah. Temen yang baik itu selalu memberi kamu rasa bahagia. []