BAGI para wanita, ada beberapa hal yang harus diketahui berikut ini, berkaitan dengan haid.
1 Bersetubuh dalam keadaan haid
Sebagian orang ada yang bersetubuh ketika istrinya haid dengan berbagai macam alas an. Perbuatan tersebut jelas menyalahi syari’at. Dalam al-Quran dijelaskan sebagai berikut:
وَيَسْأَلُونَكَ عَنِ الْمَحِيضِ قُلْ هُوَ أَذًى فَاعْتَزِلُوا النِّسَاءَ فِي الْمَحِيضِ وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ التَّوَّابِينَ وَيُحِبُّ الْمُتَطَهِّرِينَ.
Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah: “Haid itu adalah kotoran”. Oleh sebab itu hendaklah kamu menjauhkan diri dari wanita di waktu haid; dan janganlah kamu mendekati mereka, sebelum mereka suci. Apabila mereka telah suci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang tobat dan menyukai orang-orang yang menyucikan diri. (QS. Al-Baqarah: 222)
BACA JUGA: 2 Cara yang Bisa Dilakukan ketika Suami Ingin Jima namun Istri sedang Haid
Jadi, berdasarkan ayat tersebut di atas, suami tidak boleh bersetubuh dengan istrinya sebelum berhenti dari haid dan mandi junub.
2 Orang Yang Haid Tidak Boleh Menyisir Rambut Dan Menggunting Kuku
Dalam masa haid masih ada wanita yang berkeyakinan bahwa seluruh anggota tubuhnya berhadats dan wajib dibawa bersuci (mandi wajib). Sehingga mereka tidak mau menyisir rambut, memotong kuku dan lain-lain, Karena takut tidak tercuci ketika mandi janabah, kalaupun jatuh harus diambil dan dikumpulkan kemudian dibawa mandi janabah.
Padahal tidak ditemukan satupun keterangan (dalil) baik dalam al-Quran ataupun hadits yang menyatakan demikian. Wanita haid hanya dilarang untuk melaksanakan shalat, shaum, thawaf di baitullah dan diam di masjid, selain itu diperbolehkan.
3 Wanita haid tidak boleh shalat dan shaum
عَنْ أَبِي سَعِيدٍ الْخُدْرِيِّ قَالَ خَرَجَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي أَضْحَى أَوْ فِطْرٍ إِلَى الْمُصَلَّى فَمَرَّ عَلَى النِّسَاءِ فَقَالَ يَا مَعْشَرَ النِّسَاءِ ….أَلَيْسَ إِذَا حَاضَتْ لَمْ تُصَلِّ وَلَمْ تَصُمْ …-فتح البارى-
Dari Abi Said Al Khudry, ia berkata : Rasulullah saw berangkat pada hari Ied ke Mushala (lapang), lalu lewat pada kaum perempuan, lalu bersabda : Wahai kaum perempuan ! … bukankah perempuan itu apabila haid tidak shalat dan tidak shaum ? …(Al Bukhary, Fathul Bary IV : 240)
Wanita haid tidak boleh diam dimasjid
عن أُمِّ سَلَمَةَ قَالَتْ دَخَلَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ صَرْحَةَ هَذَا الْمَسْجِدِ فَنَادَى بِأَعْلَى صَوْتِهِ إِنَّ الْمَسْجِدَ لَا يَحِلُّ لِجُنُبٍ وَلَا لِحَائِضٍ. (إبن ماجة)
Dari Ummu Salamah, berkata: Rasulullah saw masuk ke halaman masjid kemudian menyeru dengan sekeras-kerasnya : “Sesungguhnya mesjid ini tidak halal bagi orang yang junub dan perempuan yang haid”. (HR Ibnu Majah)
4 Wanita haid tidak boleh thawaf
عَنْ عَائِشَةَ عَنْ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْحَائِضُ تَقْضِي الْمَنَاسِكَ كُلَّهَا إِلَّا الطَّوَافَ بِالْبَيْتِ. (أحمد)
Dari Aisyah, dari Nabi saw, bersabda: Wanita yang haid boleh menjalankan seluruh manasik (haji) kecuali thawaf. (HR Ahmad)
Bersetubuh dengan wanita yang telah berhenti haid tetapi belum bersuci (mandi janabah)
Sebagian ulama membolehkan suami menyetubuhi istrinya yang baru berhenti dari haid, meskipun belum mandi janabah. Alas an mereka diambil dari potongan ayat
وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ.
Janganlah kamu mendekati mereka (istri yang haid) sehingga mereka suci (berhenti haidnya) (QS. Al-Baqarah: 222)
BACA JUGA: Inilah 5 Makanan yang Baik untuk Wanita Haid
Kalau kita perhatikan dengan cermat keseluruhan ayat tersebut, pada ayat tersebut terdapat dua syarat, yaitu:
Pertama: suci, yaitu berhentinya darah haid. وَلَا تَقْرَبُوهُنَّ حَتَّى يَطْهُرْنَ (Janganlah kamu mendekati mereka (istri yang haid) sehingga mereka suci (berhenti haidnya)).
Kedua: bersuci (mandi janabah) فَإِذَا تَطَهَّرْنَ فَأْتُوهُنَّ مِنْ حَيْثُ أَمَرَكُمُ اللَّهُ (Apabila mereka telah bersuci, maka campurilah mereka itu di tempat yang diperintahkan Allah kepadamu)
Oleh karena itu bagi suami yang hendap menyetubuhi istrinya, maka kedua syarat tersebut harus terpenuhi mengingat:
1. Jika dalam satu dalil atau lebih terdapat beberapa syarat pada satu hokum yang sama, maka harus ditetapkan semua syarat-syaratnya.
2. “fa” pada kata فإذا تطهرن merupakan “Athaf” yang mengandung makna “berurutan tanpa terselang” (للتربيب مع التعقيب). []
SUMBER: MUSLIM NURDIN