KEBAHAGIAAN atau kesengsaraan, kedamaian atau kecemasan muncul dari dalam. Dinukil dari buku Sheikh Muhammad Al-Ghazali: “Renew Your Life”, disebutkan bahwa kamu sendirilah yang mewarnai hidupmu jadi terang atau gelap, sama seperti gelas yang berwarna sebagaimana warna cairan yang diwadahinya.
“Siapapun yang puas (dengan Keputusan Allah) akan memenangkan keridhaan-Nya, dan siapa pun yang tidak puas (dengan Keputusan Allah) akan menimbulkan murka-Nya.” (HR At-Thirmizi)
Nabi Muhammad SAW pernah mengunjungi seorang Badui yang sakit yang menderita demam dan menghiburnya dengan mengatakan, “Tidak ada salahnya, itu adalah pemurnian atas kehendak Allah.”
Orang Badui yang sakit itu menjawab, “Sebaliknya, itu adalah demam yang membakar pada orang tua yang akan membawanya ke kuburan.”
Nabi berkata, “Ya, begitulah.” (HR Al-Bukhari)
Hal tersebut menandakan bahwa keadaan psikologis seseorang sangat menentukan nasib perbuatannya.
BACA JUGA: Adakah Hubungan Tertawa dan Kebahagiaan?
Dua ayat berikut membuktikan bagaimana sikap positif dan negatif orang-orang terhadap pokok bahasan yang sama secara signifikan mempengaruhi sebuah hasil.
“Di antara orang-orang Arab Badui itu ada orang yang memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah), sebagi suatu kerugian, dan dia menanti-nanti marabahaya menimpamu, merekalah yang akan ditimpa marabahaya. Dan Allah Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui.” (QS At Taubah: 98)
“Di antara orang-orang Arab Badwi itu ada orang yang beriman kepada Allah dan hari kemudian, dan memandang apa yang dinafkahkannya (di jalan Allah) itu, sebagai jalan untuk mendekatkannya kepada Allah dan sebagai jalan untuk memperoleh doa Rasul. Ketahuilah, sesungguhnya nafkah itu adalah suatu jalan bagi mereka untuk mendekatkan diri (kepada Allah). Kelak Allah akan memasukan mereka kedalam rahmat (surga)Nya; Sesungguhnya Allah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS At Taubah: 99)
Kedua kelompok orang tersebut membayar sejumlah zakat yang diwajibkan. Kelompok pertama menganggapnya sebagai denda yang memberatkan, menjijikkan, dan menginginkan kejahatan bagi mereka yang menerimanya, sedangkan kelompok kedua merasa senang membayarnya, dengan memintanya memohon pada Rasulullah.
Dalam hal ini terletak semua urusan kehidupan. Nilai sebuah karya, serta orang yang mengerjakannya, terkait erat dengan ide-ide yang ada di benaknya dan perasaan di dalam hatinya.
Dale Carnegie berkata, “Pikiran kita membuat kita apa adanya. Sikap mental kita adalah faktor X yang menentukan nasib kita. ”
Emerson berkata, “Seorang pria adalah apa yang dia pikirkan sepanjang hari.”
Bagaimana mungkin dia bisa menjadi yang lain?
Sekarang kita tahu dengan keyakinan tanpa keraguan bahwa masalah terbesar yang harus kita hadapi pada kenyataannya adalah memilih pikiran yang benar. Jika kita bisa melakukan itu, kita akan berada di jalur yang tepat untuk menyelesaikan semua masalah kita.
Filsuf besar yang memerintah Kekaisaran Romawi, Marcus Aurelius, menyimpulkannya dalam delapan kata: ‘Hidup kami adalah yang dibuat oleh pikiran kami.’
Ya, jika kita memikirkan pikiran-pikiran bahagia, kita akan bahagia. Jika kita memikirkan pikiran yang menyedihkan, kita akan sengsara. Dan jika kita memikirkan pikiran-pikiran ketakutan, kita akan menjadi takut. Jika kita memikirkan pikiran sakit-sakitan, kita mungkin akan sakit. Jika kita berpikir gagal, kita pasti gagal. Dan jika kita berkubang dalam mengasihani diri sendiri, semua orang akan ingin menjauhi kita dan menghindari kita. ‘Anda tidak,’ kata Norman Vincent Peale, ‘Anda tidak seperti yang Anda pikirkan; tapi apa yang kamu pikirkan, kamu adalah. ‘” (How to Stop Worrying, 12)
Keadaan psikologis yang baik dan positif menjadikan seorang anak kecil mampu dan bahkan bisa jadi individu yang kelak membangun bangsa.
BACA JUGA: Orang Celaka dan Orang yang Bahagia, Inilah 4 Tandanya
Masa depan manusia bergantung pada kualitas dan kinerja keadaan psikologisnya, yang melaluinya jalan hidupnya dibentuk. Jiwanya sendiri adalah sumber dari perilaku dan sikapnya, yang dibentuk oleh pikiran dan perasaan yang memenuhinya.
Saat kita semakin jauh dari permukaan bumi, bentuk dan ukuran benda berubah dan bersamaan dengan itu pandangan kita tentang apa yang ada di bawahnya meluas dan cakrawala kita mengembang, meskipun kita tidak berubah.
Hal yang sama terjadi semakin tinggi manusia naik ke tingkat kesempurnaan moral dan perkembangan intelektual. Banyak dari pikiran dan kepekaannya dimurnikan dan ditingkatkan, dan penilaiannya terhadap orang dan hal-hal diubah.
BACA JUGA: Pintu Kebahagiaan yang Abadi
Sungguh kita mampu, jika kita mau, membuat diri kita sendiri menjadi teladan yang baik dan luar biasa. Cara untuk mencapai ini adalah dengan memperbarui pandangan dan perasaan kita dengan cara yang sama seperti gurun, setelah hujan lebat dan pupuk kandang, diperbarui. Karena lahan gersang ini disulap menjadi lapangan hijau, kita juga bisa menjelma menjadi manusia baru.
Oleh karena itu, reformasi spiritual adalah pilar pertama yang dibutuhkan agar kebaikan menang dalam hidup kita, sebagaimana Firman Allah SWT:
“…Sesungguhnya Allah tidak merubah keadaan sesuatu kaum sehingga mereka merubah keadaan yang ada pada diri mereka sendiri…” (QS Ar Ra’du: 11)
Allah menunjukkan hubungan yang sangat erat antara kemurnian jiwa dan kebahagiaan, dengan jaminan-Nya untuk menghujani berkat-Nya yang penuh pada mereka yang percaya kepada-Nya, pada orang-orang yang saleh dan baik.
“Jikalau sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya.’ (QS Al A’raf: 96). []
SUMBER: ABOUT ISLAM