SAHABAT Islampos, di tengah masyarakat banyak berdiri panti pijat ataupun layanan terapi pijat. Lantas, bagaimana pandangan Islam terkait hal tersebut?
Seperti diketahui, pijat adalah suatu upaya yang dilakukan manusia untuk mengembalikan kesehatan tubuh atau meningkatkan kesegaran jasmani dengan cara memijat seluruh atau bagian-bagian tertentu dari anggota tubuh seseorang. Tujuan tersebut dapat tercapai jika pemijat harus memiliki keahlian, baik diperoleh dari keturunan, bakat, maupun dengan menempuh pendidikan atau latihan. Biasanya orang tersebut disebut terapis.
Ada pula istilah panti pijat, yakni tempat yang menyediakan layanan terapi pijat oleh terapis yang kompeten. Pada 19 Juli 1982, Komisi Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) menetapkan pada dasarnya, panti pijat adalah suatu sarana/tempat untuk pengobatan. Karena itu, hukumnya mubah. Hanya, MUI memberi pengecualian jika dalam pelaksanaannya terdapat hal-hal yang melanggar ketentuan syariat, maka hukumnya menjadi haram.
BACA JUGA:Â Bagaimana Hukum Seorang Lelaki yang Suka ke Tukang Pijat Wanita?
MUI DKI Jakarta mempertajam fatwa MUI pusat lewat fatwa tertanggal 12 Agustus 2000. Pijat merupakan upaya manusia untuk meningkatkan dan mengembalikan kesegaran jasmani, diperbolehkan oleh ajaran Islam. Menjadi suatu hal yang wajar jika pelaksanaan pijat tersebut tidak bertentangan dengan ketentuan-ketentuan agama.
Senada dengan itu, Sheikh Abdel-Khaliq Hasan Ash-Shareef, seorang ulama Azharite terkemuka, menyatakan:
Dalam pandangan Islam, tidak ada salahnya melakukan terapi pijat untuk melemaskan otot-otot. Namun, ada tiga hal yang perlu diperhatikan atau dipertimbangkan terlebih dahulu sebelum memutuskan untuk melakukan terapi pijat. Hal ini agar praktik terapi pijat tersebut tidak melanggar syariat.
Berikut tiga hal yang harus dipertimbangkan terkait terapi pijat:
Aurat
Aurat harus tetap terlindungi selama pijat badan.
Jenis kelamin terapis
Pijat sebaiknya dilakukan oleh terapis yang berjenis kelamin sama, yaitu seorang wanita untuk seorang wanita dan oleh seorang pria untuk seorang pria. Dalam semua kasus, terapi pijat harus dilakukan di tempat yang terisolasi, jauh dari orang-orang.
Ini sesuai dengan hadis yang diriwayatkan Imam al-Bukhari dan Muslim dari sahabat Ibnu ‘Abbas RA. sebagai berikut:
“Janganlah sekali-kali seseorang lelaki berkhalwat (bersepi-sepi) dengan wanita (lain yang tidak mempunyai hubungan mahram), kecuali jika dibarengi mahramnya.”
BACA JUGA:Â Kekuatan Sentuhan dalam Pijat Bayi
Mufti Ebrahim Desai, a senior lecturer in hadith in Darul Uloom Numaniyyah in South Africa, menambahkan sebagai berikut:
Terapi pijat langsung dengan kontak kulit yang dilakukan oleh orang dengan jenis kelamin yang sama hanya diperbolehkan di area yang tidak dibatasi dan tidak dianggap sebagai aurat.
Dalam kasus laki-laki, area antara pusar dan lutut bersifat pribadi. Dibolehkan bagi laki-laki untuk memijat laki-laki dengan mengoleskan minyak pada bahu dan punggungnya sejajar dengan daerah pusar.
Terapis bisa dipercaya
Orang yang melakukannya harus dapat dipercaya bahwa dia tidak menggambarkan ciri-ciri tubuh pasien kepada orang lain apakah mereka laki-laki atau perempuan. []
SUMBER: REPUBLIKA | ABOUT ISLAM