“BARANG siapa yang melakukan pekerjaan haji dengan tidak berbuat dan berkata hal kotor serta tidak melakukan perbuatan yang fasik (zina, kejahatan), maka ia akan kembali seperti baru dilahirkan dari perut ibunya,” (HR. Bukhari).
Bahwa orang yang telah berhasil melakukan haji mabrur (diterima oleh Allah), yang melakukan ibadah hajinya berdasarkan munasik haji, meninggalkan dirinya dari dosa, nafsu dan keniginan jelek, mencintai kebaikan, suka berdamai, berniat yang ikhlas, tobatnya yang diterima, berbelanja dari harta yang halal, dan tidak mengambil hak orang lain, maka akan terhapuslah dosanya seperti ia baru dilahirkan atau terhapulah dosa-dosanya terhadap Allah.
Tetapi dosanya antar sesama manusia belum dapat terhapuskan kecuali jika diberi maaf oleh orang yang diganggu haknya. Dan jika dalam bentuk hutang, maka hutangnnya telah dibayar.
Sedangakan di akhirat akan terjadi tuntutan-tuntutan selagi di dunia belum dimaafkan. Dengan demikian maka hak yang kelihatannya dibiarkan di dunia tetapi di akhirat tidak akan lepas dari tuntutan. Dan Allah akan mengambilkan hak orang lain yang tersiksa atau yang dirampas dikala hidupnya digantikan berupa kebaikan-kebaikan.
“Jika orang itu memiliki amal kebaikan, maka akan diambillah amal kebaikannya sekedar (menutupi) kedzalimannya, dan jika tidak mempunyai kebaikan maka diambillah kejahatan orang itu (yang dizalimi) guna dilimpahkan pada orang itu (yang menzalimi),” (HR. Bukhari).
Dengan demikian dosanya orang syahid dan orang haji kepada Allah akan dihapus dosanya oleh Allah kecuali dosa-dosanya antar sesama manusia termasuk hutang-hutangnya yang belum dibayar atau belum dimaafkan kesalahannya ketika hidupnya. []
Sumber: Jawaban Islam/Karya: Hussein Khalid Bahreisj/Penerbit:Al-Ikhlas