PLASMA konvalesen digunakan dalam dunia medis, khususnya saat ini dalam penanganan Covid-19. Plasma konvalesen diambil dari penyintas Covid-19 untuk didonorkan kepada pasien Covid-19. Cara ini dainggap sebagai alternatif yang baik untuk mengupayakan kesembuhan pasien Covid-19.
Praktiknya, secara sederhana penyintas Covid-19 yang sudah sembuh dan telah melalui serangkaian pengecekan dan memenuhi persyaratan diambil darah plasmanya yang telah mempunyai antibodi. Setelah itu, darah tersebut ditransfusikan kepada orang lain yang sedang terinfeksi Covid-19. Dengan begitu, diharapkan antibodi yang diberikan melalui plasma dapat membantu melawan infeksi yang berlangsung.
Lantas, bagaimana hukumnya dalam Islam? Bagaimana jika plasma yang didonorkan berasal dari seorang non-Muslim ataupun dari lawan jenis yang bukan mahram, apakah hal itu diperbolehkan?
BACA JUGA:Â Pasien Covid-19 di Pakistan Sembuh dengan Terapi Plasma, Dokter: Alhamdulillah
Dikutip dari penjelasan Direktur Rumah Fiqih Indonesia (RFI) Ustaz Ahmad Sarwat di laman Republika, Sabtu (30/1/2021), para ulama kontemporer sepakat bahwa mendonorkan darah dan organ tubuh adalah boleh. Kendati darah atau organ yang didonorkan itu adalah berasal dari non-Muslim ataupun nonmahram. Sebab, tak ada satu pun dalil baik dalam Alquran maupun hadis yang melarang hal itu.
“Tidak ada i’llat yang membuatnya jadi terlarang. Dalilnya adalah justru karena tidak ada dalil yang melarang, karena kan hukum itu pada dasarnya boleh baru akan berubah tidak boleh kalau ada dasar pelarangannya,” jelas Ustaz Ahmad Sarwat.
“Transfer (darah/plasma) atau cangkok (organ tubuh bagian dalam) atau donor dan sebagainya tidak pernah ada dalil dari Nabi dari hadis ataupun juga dari Quran yang mengatakan itu tidak boleh. Sehingga selama tidak ada dalil yang melarangnya maka hukumnya pada dasarnya sah-sah saja,” lanjutnya.
Dia juga menjelaskan, tubuh orang non-Muslim tidak najis. Kendati ada keterangan berkaitan dengan hal itu, pemaknaannya bukan hakiki melainkan majazi. Karena itu, kendati yang mendonor plasma konvalesen adalah non-sMuslim dan penerimanya adalah Muslim tidak menjadi persoalan.
“Tubuh orang kafir itu tidak najis. Tubuh orang kafir itu suci, kalau pun ada ayat yang menyebutkan innamal musyrikuna najasun sesungguhnya orang musyrik itu najis, najis yang dimaksud di sini bukan nasjis secara fisik, bukan tubuhnya badannya, tetapi najis itu adalah keingkarannya dia, itu disebut dengan najis,” terang ustaz Ahmad Sarwat.
“Najasun di situ maknanya bukan hakiki tetapi makna secara majazi, pembangkangan dia terhadap Allah itulah yang najis. Tapi tubuhnya mau laki-laki, perempuan, mau kafir maupun Islam tubuhnya tidak najis,” sambungnya.
Dia pun menegaskan, donor plasma konvalesen atau pun donor organ tubuh tidak masalah kendatipun pendonor adalah non-Muslim dan penerimanya Muslim ataupun lawan jenis nonmahram.
Lebih dari itu, menurut dia, kondisi perbuatan donor plasma konvalesen untuk membantu orang yang terinfeksi Covid-19 adalah kondisi darurat untuk menyelamatkan kehidupan manusia. Dalam kondisi darurat, fikih bahkan memberikan kelonggaran hukum dari perkara hal dilarang menjadi boleh.
BACA JUGA:Â Hukum Menggunakan Plasma Darah untuk Kecantikan Wajah
“Ini masalahnya masalah darurat, kan nggak mungkin orang tanpa sebab apa pun donor darah, donor organ, kan nggak mungkin. Tapi pasti karena faktor dia harus melanjutkan hidupnya, dengan mau tidak mau dia dengan hal-hal hal donor seperti itu. Maka jatuhnya kalau pun misalnya ada yang berpikir, wah ini kan tubuhnya orang kafir, jatuhnya itu jadi halal, karena ini sifatnya darurat. Kalau darurat jangankan tubuh orang kafir, makan daging babi saja pun itu juga tidak mengapa, makan haram tidak mengapa kalau darurat. Orang donor itu pasti darurat nggak mungkin iseng-iseng donor,” urainya.
Pendapat tentang kebolehan donor plasma konvalesen itu juga dibenarkan Wakil Ketua Lembaga Bahtsul Masail Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) KH Abdul Moqsith Ghazali. Dia juga berpendapat bahwa donor plasma konvalesen tidak menjadi masalah. Terlebih, menurut dia, hal itu dalam keadaan darurat untuk menolong orang yang terinfeksi Covid-19.
“Seharusnya tidak ada masalah kalau transfer plasma darah untuk pengobatan. Apalagi, dalam kasus untuk mengurangi laju pandemi Covid-19 seperti sekarang ini. Dalam situasi pandemi seperti sekarang, yang penting adalah menyelamatkan nyawa manusia. Sementara hal-hal lain yang potensial diperselisihkan para ulama biar dibicarakan nanti ketika suasananya sudah normal dan terkendali,” kata dia. []
SUMBER: REPUBLIKA