TERKADANG, hewan qurban yang akan diqurbankan dalam kondisi baik, tidak ada cacat yang berarti padanya. Akan tetapi, setelah itu terjadi suatu kejadian yang mengakibatkan cacat yang mempengaruhi keabsahan hewan qurban tersebut. Apakah qurban seperti ini sah? Dan apa yang seharusnya dilakukan? Untuk menjawab hal ini, perlu kiranya kami rinci sebagai berikut:
(1). Jika qurbannya berstatus hukum WAJIB :
Barang siapa yang mewajibkan qurban tertentu dengan cara nadzar atau menunjuknya secara spesifik, kemudian secara tiba-tiba datang/terjadi cacat yang menghalangi keabsahannya sebelum waktu yang menjadikan qurban itu sah di dalamnya, atau sudah masuk waktunya akan tetapi belum sempat di sembelih – dalam kondisi tidak ada unsur peremehan dan pelanggaran dalam kurun waktu pemeliharaannya-, maka tidak wajib baginya untuk menggantinya, karena hewan qurban tersebut telah lepas dari kepemilikannya saat diwajibkan untuk diqurbankan. Wajib baginya untuk menyembelih hewan tersebut di waktunya, dan menyedekahkannya walaupun status hukumnya bukan qurban.
BACA JUGA: Urutan Keutaman dalam Berkurban
Apabila cacat itu terjadi dengan sebab pelanggaran, atau peremehan, atau keterlambatan di awal waktunya tanpa ada alasan yang dibenarkan, maka wajib baginya untuk menyembelih hewan tersebut di waktunya dan menyedekahkannya. Lalu wajib baginya untuk menyembelih hewan qurban lain (sebagai ganti hewan qurban sebelumnya) untuk terlepas dari tanggungan.
Seandainya seorang membeli kambing lalu dia mewajibkan kambing tersebut dengan cara dinadzarkan atau ditunjuk secara spesifik untuk dijadikan hewan qurban, lalu dia baru mengetahui adanya cacat setelah itu, maka tidak boleh baginya untuk mengembalikannya kepada penjual. Karena hak kepemilikan dia terhadap hewan itu telah hilang dengan sekedar dia wajibkan (untuk diqurbankan saat itu). Wajib baginya untuk mengekalkan kepemilikan hewan tersebut pada dirinya. Dia berhak untuk mengambil/meminta ganti rugi dari penjual disebabkan adanya cacat pada hewan yang dia beli. Dia tidak wajib untuk menyedekahkan ganti rugi tersebut karena ia menjadi miliknya.
Wajib baginya untuk menyembelih kambing tersebut di waktunya, dan menyedekahkan semuanya karena adanya kemiripan dengan qurban, walaupun status hukumnya bukan qurban. Dengan menyembelih hewan tersebut, telah gugur kewajiban berqurban dia. Dalam kondisi ini, disunahkan baginya untuk mengikuti hewan qurban yang cacat tadi dengan menyembelih hewan qurban yang selamat dari cacat agar terealisasi kesunahan qurban baginya.
Kalau seandainya cacat tersebut kemudian hilang sesaat sebelum disembelih, maka hewan tersebut status hukumnya tetap bukan qurban, karena keselamatan dari cacat tidaklah didapatkan kecuali setelah hewan tersebut lepas dari kepemilikinnya.
BACA JUGA: Anak Sedih karena Domba Peliharaannya Dikurbankan, Harus Bagaimana?
(2). Jika qurbannya berstatus hukum SUNAH :
Misalnya seorang telah menetapkan seekor kambing untuk diqurbankan, tanpa dia wajibkan dengan nadzar atau penunjukkan secara spesifik, lalu terjadi cacat yang mempengaruhi akan keabsahannya setelah itu, maka tidak sah berqurban dengannya. Baik cacat itu datang saat akan disembelih, atau sebelumnya. Hewan tersebut tetap disembelih, akan tetapi status hukumnya hanya sebagai sedekah, bukan qurban. Dalam kondisi ini, dianjurkan untuk menyembelih hewan qurban lain yang selamat dari cacat agar dia mendapatkan keutamaan berqurban.
Demikian ringkasan dalam masalah ini. Semoga bermanfaat bagi kita sekalian. Wallahu a’lam bish shawab. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani