PRANCIS — Presiden Prancis Emmanuel Macron meminta warganya untuk tidak mendiskreditkan umat muslim atau perempuan berhijab. Selain itu muslim juga tidak boleh dihubung-hubungkan dengan terorisme. Ia bahkan memperingatkan warganya agar tidak memberi cap buruk kepada warga berhijab atau penganut agama Islam.
“Kita harus berdiri bersama dengan sesama warga negara,” kata Macron dalam konperensi pers bersama dengan Kanselir Jerman, Angela Merkel. Demikian laporan BBC, Jumat (18/10/2019).
BACA JUGA: Sekelumit Sejarah Islam, Organisasi Muslim dan Masjid di Prancis
Pernyataan Macron dibuat setelah seorang perempuan Prancis menggugat seorang politisi sayap kanan yang mengkritiknya karena memakai hijab di tempat umum. Dasar gugatan ini bermula saat seorang perempuan Muslim yang memakai hijab menemani anaknya studi tur ke parlemen lokal di Bourgogne-Franche-Comté di Prancis timur. Di sana ia menerima cercaan secara verbal, tepatnya di ruang sidang anggota parlemen.
Peristiwa di gedung parlemen Prancis itu terjadi pada Jumat (11/10/2019). Saat debat parlemen berlangsung, seorang politikus dari partai berhaluan kanan, National Rally, yang dipimpin Marine Le Pen, melihat Fatima, seorang wanita berhijab. Ia memerintahkan Fatima untuk melepas hijabnya.
Kejadian itu direkam dan diunggah seorang politikus, Julien Odoul, di media sosial Twitter, dan akhirnya viral. Efeknya, unggahan mengenai peristiwa itu memicu demonstrasi di jalan dan menghidupkan lagi perdebatan nasional mengenai pemakaian hijab di Prancis.
Pada Rabu (16/10/2019), Presiden Macron menanggapi insiden tersebut dengan menyerukan pemahaman lebih baik mengenai agama Islam di Prancis. Ia mengecam apa yang disebutnya sebagai “jalan pintas” yang mengaitkan Islam dengan terorisme.
“Para komentator politik punya kewajiban,” katanya seraya menambahkan, “komunialisme bukan terorisme.”
Sementara itu dalam wawancara dengan kelompok anti Islamofobia Prancis CCIF, Fatima mengatakan ia duduk tenang di pojok ruangan ketika ia mendengar seseorang berteriak “atas nama sekularisme!”
BACA JUGA: Cerita Rapper Prancis yang Masuk Islam setelah Ikut Temannya Shalat
“Orang-orang mulai saling berteriak dan marah-marah,” katanya kepada CCIF, “Yang saya khawatirkan cuma satu hal, anak-anak ketakutan. Mereka sangat kaget dan trauma. Saya coba menenangkan mereka. Anak saya mendekat dan memeluk saya, lalu menangis. Saya bilang saya tak bisa tinggal di ruangan itu.”
Pengacara Fatima, Sana Ben Hadj, mengatakan kliennya merasa “dipermalukan” sesudah gambar insiden itu disebarluaskan.
CCIF mengatakan Fatima mengajukan keberatan di Kota Dijon dengan alasan “kekerasan rasial dilakukan oleh orang yang memiliki kewenangan publik”, sembari menambahkan bahwa keluhan lanjutan akan disampaikan di Paris untuk “hasutan kebencian rasial.” []
SUMBER: BBC