PALU—Gempa dan Tsunami yang terjadi di Palu, Sulawesi Tengah (Sulteng) pada Jumat (28/9/2018) lalu sontak menyita perhatian seluruh masyarakat, baik dalam maupun luar negeri.
Para ilmuwan dunia heran atas tsunami yang terjadi di wilayah Palu akibat gempa tersebut. Sebab, secara teori gempa 7,4 Skala Richter tersebut tidak mungkin menghasilkan tsunami.
Menurut mereka, gempa bukan pergerakan vertikal lempeng tektonik, sehingga semestinya tidak mungkin untuk menghasilkan tsunami. Gempa tersebut miring.
BACA JUGA: 5 Fakta terkait Dampak Gempa di Sulteng
“Ini adalah gempa bumi yang bukan mekanisme standar untuk menghasilkan tsunami,” kata Costas Synolakis, direktur Pusat Penelitian Tsunami Universitas Southern California, “Ini cukup langka.”
Para ilmuwan percaya bahwa getaran kuat terjadi di sepanjang garis patahan yang luas dan memicu tanah longsor bawah laut yang menyebabkan gelombang pasang. Ketika gelombang besar itu berguling, kekuatannya semakin kuat ketika gelombang itu bergegas menyusuri teluk sempit menuju wilayah Palu.
Terlepas dari pendapat segelintir ahli tsunami, memang ada beberapa pihak khawatir bahwa garis patahan yang memotong Palu akan menghasilkan tsunami. Terutama karena apa yang dikenal sebagai kesalahan “strike-slip”, ketika lempeng tektonik bergerak ke samping.
Namun demikian, kekuatan gempa yang melanda Sulawesi Tengah dan gempa susulan, satu atau lebih tanah longsor di bawah air laut diyakini telah terjadi. Hal itu memicu gelombang besar ke pantai.
“Ada keyakinan yang masuk akal bahwa tsunami ini dipicu setidaknya sebagian oleh tanah longsor,” kata Adam Switzer, seorang ahli tsunami dari Nanyang Technological University’s Earth Observatory of Singapore, “Sangat tidak mungkin gempa saja bisa menghasilkan tsunami sebesar itu.”
Meskipun termasuk kasus langka, para ilmuwan mengatakan ada contoh lain dari gempa seperti yang melanda Palu.
BACA JUGA: Gempa, Kuasa Allah, dan Peringatan bagi Manusia
Menurut Synolakis, dari sekitar 35 tsunami yang didokumentasikan sejak 1992, empat diyakini disebabkan oleh tanah longsor yang dipicu gempa. Namun, itu tidak terjadi di Indonesia.
“Ini adalah sesuatu yang benar-benar tidak bisa diantisipasi oleh sistem otomatis,” kata Synolakis.
Switzer mengatakan, dia rekan-rekannya bekerja untuk mencari tahu secara persis apa yang terjadi, dan itu mungkin akan menjadi proses yang panjang.
“Kami benar-benar perlu memastikan bahwa kami memahami kejadian ini, karena kami harus belajar dari ini,” katanya. []
SUMBER: AFP