KASHMIR — Pemerintah Pakistan akan membawa permasalahan pencabutan status istimewa Jammu dan Kashmir oleh India ke Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Islamabad mengaku telah memperoleh dukungan dari Cina untuk melakukan tindakan tersebut.
Menteri Luar Negeri Cina Wang Yi mengaku khawatir dengan meningkatnya ketegangan yang terjadi di Kashmir. Wang mengatakan, Beijing menawarkan dukungannya kepada Islamabad.
Kini Pakistan secara resmi telah menangguhkan hubungan perdagangan dengan India. Sebuah pernyataan yang dikeluarkan oleh Departemen Perdagangan dan Tekstil Pakistan menyatakan, perdagangan bilateral dengan India segera dihentikan. Keputusan ini diambil setelah India mencabut status istimewa Kashmir baru-baru ini.
BACA JUGA: India-Pakistan Bersitegang Rebutan Kashmir, Kenapa Dunia harus Khawatir?
“Pemerintah Federal telah senang untuk menangguhkan perdagangan bilateral dengan India dengan segera dan sampai batas waktu yang tidak ditentukan,” ujar Departemen Perdagangan dan Tekstil dalam sebuah pernyataan, seperti dilansir Anadolu Agency, Ahad (11/8/2019).
Departemen Perdagangan dan Tekstil menyatakan akan mengubah urutan kebijakan impor negara 2016 dan menambahkan India dalam daftar impor barang yang dilarang. Selain itu, Pakistan juga menghentikan semua jenis ekspor ke India. Sebelumnya, larangan ini hanya terbatas pada Israel, di mana Pakistan tidak memiliki hubungan diplomatik dan hubungan dagang.
Pernyataan itu dikeluarkan setelah pertemuan kabinet federal yang dipimpin oleh Perdana Menteri Imran Khan pada Jumat (9/9/2019). Pertemuan tersebut mengesahkan keputusan yang diambil oleh Komite Keamanan Nasional (NSC), yakni sebuah badan kepemimpinan sipil dan militer di negara itu.
Perdana Menteri Khan membentuk komite tingkat tinggi tentang Kashmir yang akan dipimpin oleh Menteri Luar Negeri Shah Mahmood Qureshi. Komite ini bertugas meninjau perjanjian bilateral dengan India dan menghasilkan rekomendasi tentang bagaimana menangani masalah Kashmir di tingkat internasional.
Presiden Azad Kashmir Sardar Masood Khan, Gubernur Gilgit-Baltistan Raja Jalal Hussain, Menteri Federal untuk Hukum Farogh Naseem, Ketua Senator Jamaah-e-Islami Sirajul Haq, Jaksa Agung Anwar Mansoor Khan, direktur jenderal Inter Services Intelligence (ISI), direktur jenderal Intelijen Militer (MI) dan, direktur jenderal Hubungan Masyarakat Layanan Inter (ISPR) termasuk dalam komite tersebut.
BACA JUGA: Dubes Pakistan Sesalkan Diamnya Muslim Indonesia Terhadap Krisis Kashmir
Sementara itu, Duta Besar Republik Indonesia untuk India Sidharto Suryodipuro meminta India dan Pakistan mengedepankan dialog dan negosiasi terkait persoalan yang terjadi di Jammu dan Kashmir. Dia mengatakan, Pemerintah Indonesia turut prihatin atas ketegangan yang terjadi wilayah tersebut.
“Konflik terbuka tidak akan membawa keuntungan,” kata Sidharto kepada media di KBRI New Delhi, India, pada Ahad (11/8/2019).
Sidharto mengatakan, KBRI juga terus memantau dari dekat perkembangan yang terjadi di Jammu dan Kashmir.
Kashmir merupakan satu-satunya wilayah di India yang berpenduduk mayoritas Muslim. Sejak merdeka dari Inggris pada 1947, Kashmir terpecah dua, dua pertiga di antaranya dikuasai India, sementara sisanya milik Pakistan. Wilayah itu kemudian dipisahkan dengan garis Line of Control (LoC). Perselisihan akibat sengketa Kashmir telah membuat India dan Pakistan tiga kali berperang, yakni pada 1948, 1965, dan 1971. []
SUMBER: ANADOULU