FSGI –Mengenai soal UAS yang memuat materi khilafah, Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI)mengajukan bebebrapa point pertimbangan terkait rencana pemeriksaan terhadap 9 orang guru yang tergabung dalam tim MGMP mata pelajaran Fiqih di Kalimantan Selatan oleh Inspektorat Jenderal (Irjen) Kementerian Agama RI.
FSGI melalui Wakil Sekretaris Jendral (Wasekjen) Fahriza Marta Tanjung dalam rilis pers yang diterima Islampos menyebutkan 4 pendapat terkait soal UAS bermuatan khilafah tersebut.
Pada poin satu, FSGI menyebut Dugaan pelanggaran pembuatan soal yang dilakukan oleh MGMP Mata Pelajaran Fiqh Kalimantan Selatan seharusnya berada dalam ranah keprofesian yang berkonsekuensi pemeriksaaan dan penindakannya dilakukan berdasarkan kode etik guru. Dimana pemeriksaan dan penindakan dilakukan oleh organisasi guru dan dewan kehormatan, dimana guru menjadi anggotanya.
Pada point dua disebutkan bahwa Pemeriksaan dan tindakan yang dilakukan oleh pejabat terkait, terkesan reaktif dan terburu-buru. Ada kesan bahwa pemerintah paranoid terhadap isu khilafah. Pada hal khilafah dalam konteks pembuatan soal ini sudah berdasarkan materi yang ada Kurikulum pada Madrasah Aliyah. Dalam konteks keilmuan materi khilafah sejajar dengan materi tentang bentuk-bentuk pemerintahan lainnya yang layak untuk dipelajari dan diketahui. Jangan sampai kebijakan-kebijakan yang diambil oleh Pemerintah malah mengotori dunia pendidikan. Dunia pendidikan harus bebas dari kepentingan sepihak dan kepentingan politik sesaat atas nama kekuasaan.
Point tiga menyatakan bahwa Pemeriksaan dan tindakan yang diberikan terhadap guru seharusnya tidak serta merta dilakukan mengingat dalam sebuah pelaksanaan ujian termasuk pengadaan soal banyak pihak yang terlibat. Mulai dari pembuat soal, pengumpul soal, penyunting naskah soal, penggandaan soal dan pendistribusian soal termasuk panitia pelaksana ujian lainnya. Kalaupun kemudian ternyata ditemukan adanya kesalahan maka tidak sepatutnya bahwa kesalahan tersebut ditimpakan kepada guru semata. Patut juga diperhatikan bahwa ada pihak-pihak yang tidak menjalankan tugas dan kewenangan sebagaimana mestinya sesuai dengan job description yang ada.
Sedangkan dalam point empat dijelaskan bahwa jika guru yang bersangkutan tidak menjadi anggota organisasi profesi guru tertentu, maka hal ini seharusnya menjadi perhatian dan concern pemerintah baik Kemendikbud maupun Kemenag. Sebagaimana diatur dalam UU Guru dan Dosen bahwa guru wajib menjadi anggota organisasi profesi guru. Revitalisasi organisasi profesi guru sesuai dengan UU Guru dan Dosen menjadi hal yang penting untuk mencapai kesejahteraan guru. Harus bisa dipastikan bahwa setiap guru menjadi anggota organisasi profesi tanpa mengekang haknya untuk berpendapat dan berserikat. Terkesan pemerintah abai untuk mewujudkan hak guru untuk berorganisasi. Patut dicatat bahwa persoalan kesejahteraan guru bukan hanya terkait dengan penghasilan guru, tetapi juga keamanan dan kenyamanan dalam melaksanakan tugas dengan perlindungan yang maksimal merupakan bentuk kesejahteraan lainnya. Kesejahteraan guru yang meningkat akan meningkatkan juga kualitas gurunya yang pada akhirnya akan meningkatkan kuallitas pendidikan.
4 point pendapat tersebut dimaksudkan agar pihak terkait bisa mempertimbangkan perlindungan hukum terhadap guru. Hal ini didasarkan pada beberapa hal yang tercantum dalam undang-undang nomor 14 tahun 2005 tentang guru dan dosen serta PP nomor 19 tahun 2017 jo PP nomor 74 tahun 28 tentang guru. []