PASAR, dan tempat cari duit, bagi para sahabat dan ulama tabiin, bisa menjadi sumber pahala. Bukan karena mereka menjadikan pasar sebagai tempat ibadah, – karena memang bukan tempat ibadah – namun mereka memanfaatkan kelalaian manusia di pasar, di tempat kerja, untuk mengajak mereka dan mengingatkan mereka agar mengingat Allah.
Dari situ, mereka berharap bisa mendapat pahala besar, karena mengingatkan manusia untuk taat kepada Allah, di saat mereka semua lupa Allah. Atau setidaknya, mereka menjadi manusia yang dekat dengan Allah, di saat semua orang lupa Allah.
Kita akan simak, bagaimana aktivitas orang-orang soleh itu, ketika di pasar,
Pertama, keterangan Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma. Beliau mengatakan,
إِنْ كُنْت لأَخْرُجُ إلَى السُّوقِ وَمَا لِي حَاجَةٌ إلاَّ أَنْ أُسَلِّمَ وَيُسَلَّمَ عَلَيَّ
Sungguh aku berangkat ke pasar bukan karena butuh apapun, selain agar aku bisa menyampaikan salam dan diberi salam. (HR. Ibnu Abi Syaibah dalam al-Mushannaf, 26260).
Kedua, praktek Ibnu Sirin
Ulama tabiin, Muhammad bin Sirin, berguru kepada Abu Hurairah dan Anas bin Malik radhiyallahu ‘anhuma. Salah satu kebiasaan Ibnu Sirin, beliau ke pasar di siang hari, untuk memperbanyak takbir, tasbih, dan mengingat Allah. Hingga ada orang berkomentar,
“Hai Ibnu Sirin, jam segini di pasar anda rajin berdzikir?”
Jawab Ibnu Sirin,
إنها ساعةُ غفلة
“Ini waktu banyak orang lalai (dari mengingat Allah).” (Hilyah al-Auliya, 2/272).
Ketiga, mereka ingat siksaan akhirat ketika di pasar
Ibnu Mas’ud radhiyallahu ‘anhu, setiap masuk pasar, lalu beliau melihat pande besi menyalakan apinya yang menyembur, maka beliau menangis.
Seperti itu pula yang dilakukan Thawus. Setiap beliau di pasar melihat ada tukang sate yang membakar kepala kambing, malam harinya beliau tidak bisa tidur.
Mereka ingat neraka ketika di pasar…
Keempat, mereka sedih, melihat kelalaian manusia ketika di pasar.
Amr bin Qais, seorang ulama tabiin, muridnya Nu’man bin Basyir dan Abdullah bin Amr bin Ash.
Ketika beliau melihat orang-orang sibuk di pasar, beliau menangis. Sambil mengatakan,
ما أغفل هؤلاء عما أُعِـدّ لهم
“Betapa mereka telah lalai dari apa yang dijanjikan untuk mereka.” (Hilyah al-Auliya, 5/102).
Inilah rahasia, mengapa shalat di waktu dhuha memiliki keutamaan khusus. Senilai 360 sedekah, sebagaimana disebutkan dalam hadis riwayat muslim dari Abu Dzar radhiyallahu ‘anhu. Karena shalat di waktu dhuha, tantangannya adalah kesibukan kita dalam bekerja.
Kelima, mereka rajin berdzikir di pasar
Abdullah bin Abi Hudzail. Pernah berguru kepada Ali bin Abi Thalib, Ibnu Mas’ud, Abu Hurairah dan beberapa sahabat lainnya. Beliau mengatakan,
إن الله ليحب أن يُذكر في الأسواق ، وذلك لِلَغطِ الناس وغفلتِهم ، وإني لآتي السوق ومالي فيه حاجة إلا أن أذكرَ الله
Allah mencintai ketika seseorang berdzikir di pasar. Karena ketika itu manusia sedang lalai. Sungguh aku datang ke pasar, tidak ada kebutuhan apapun selain untuk banyak berdzikir kepada Allah.
Ada juga Humaid bin Hilal. Salah satu ulama tabiin. Beliau menasehatkan,
مثل ذاكر الله في السوق كمثل شجرة خضراء وسط شجر ميت
Perumpamaan orang yang berdzikir di pasar, seperti sebatang pohon dijau, di tengah pepohonan yang mati.
Hasan bin Soleh pernah masuk pasar. Beliau melihat berbagai aktivitas manusia, ada yang menjahit, ada yang buat roti, ada pande besi. Lalu beliau menangis dan berkomentar,
انظر إليهم يُعللون حتى يأتيَهم الموت
Perhatikan mereka. Semua sibuk sampai datang kematian. (Hilyah al-Auliya, 7/329). []
Sumber: Konsultasisyariah.com