Oleh: Tanto Dikdik Arisandi, Solok, Sumatera Barat
SALAH satu sifat harga adalah menunjukkan kualitas dari apa yang dihargainya itu.  Kualitas bagus, harga pun akan naik. Walaupun memang tidak selalu seperti itu—misalkan faktor biaya bayar merk atau iklan, kelangkaan dan lain sebagainya. Dan anggap saja faktor yang disebutkan diatas sangat berpengaruh. Jadi asumsi ceteris paribus berlaku.
Jika Kita beli sendal nih ya, mau milih yang mana kira-kira? Ada yang harga Rp. 40.000 dan harga Rp. 120.000. Sebagian besar dari kita mungkin yang pertama dilirik adalah yang harganya lebih murah, Rp. 40.000. Â Betul tidak?
BACA JUGA:Â Hemat dalam Ketaatan
Dan alasan kenapa Kita membeli yang harganya lebih murah—apalagi pembandingnya seharga 2 sampai 3 kali lipat bahkan lebih adalah biar hemat. Betulkah hemat? Mari kita sama-sama bahas.
Walaupun kita sudah tahu asumsi ceteris paribus, tapi rasanya ada rasa sayang jika ita beli sendal yang harganya Rp. 120.000. Buat apa beli yang mahal kalau ada yang lebih murah? Mungkin itu pikir kita.
Ya memang betul. Sangat betul dengan syarat jika Kita memandang penghematan ini dalam jangka waktu pendek. Tapi jika kita melihatnya dalam jangka waktu yang panjang, alasan penghematan Kita ini ternyata tidak berlaku.
Kok bisa seperti itu? Oke, kita ambil contoh kasus yang pernah Saya alami secara langsung. Masih dengan sendal. Ya, Sendal. Ketika kuliah dulu, saya sering diejek secara halus oleh teman-teman.
“Wah, sendalnya beli yang mahal terus nih. Orang kaya sih. he he he..”, kata teman itu. Kebetulan waktu itu Kami beli sendal sama-sama, dan sang teman beli sendal yang jauh lebih murah. Padahal, uang bulanan teman saya itu jauh lebih besar daripada uang bulanan Saya.
“Gue gituh loh,” canda Saya, bergaya. hahaha…. Â “Kok beli yang itu?” Tanya saya waktu itu.
“Biar hemat uang bulanan nih,” jawabnya.
Hemat. Ya, katanya biar hemat. Waktu itu, saya beli yang seharga Rp. 120.000 dan teman saya beli yang seharga Rp. 40.000. Â Nah, dalam jangka waktu pendek, saya memang nampak seperti memboroskan uang kan? Saya mengeluarkan uang 3 kali lipat daripada teman saya.
Tapi, ketika 3 bulan kemudian sendal teman saya sudah tidak bisa dipakai lagi karena talinya putus, sendal saya ternyata masih layak dipakai sampai 3 tahun kemudian. Nah, kalau dilihat dalam jangka waktu panjang, hematan yang mana?
Kalau dihitung-hitung, saya membeli harga sendal itu seharga Rp. 3.333-an (Rp. 120.000 : 36 bulan). Sementara teman saya tadi membeli sendalnya seharga Rp. 13.333-an (Rp. 40.000 : 3). Bisa Kita lihat kan? Saya ternyata beli lebih hemat Rp. 10.000 dibandingkan teman Saya tadi.
Sampai sekarang, prinsip ini selalu saya gunakan. Kalau beli barang, beli saja sekalian yang bagus. Selain karena dalam jangka panjang lebih hemat, saya juga akan dapat kualitas yang baik, serta menghilangkan rasa penasaran saya akan kualitas yang bagus itu seperti apa. Selain itu, gaya juga kan? Hehe.
BACA JUGA:Â Pilihlah Ibadah Paket Hemat!
Jadi, jika memang ada uangnya, belilah yang kualitasnya baik walaupun harganya boleh jadi 2 atau 3 kali lebih mahal daripada beli yang kualitas diragukan.
Hal ini sebetulnya lebih sering saya alami dalam membeli barang elektronik seperti TV, kulkas, receiver, DVD player, ipad, laptop, HP dan lain sebagainya.
Jika uangnya belum cukup untuk beli yang bagus, lebih baik saya tunda belinya dan kumpulin uang dulu. Daripada beli yang seadanya, tapi kualitasnya kurang memuaskan dan cepat rusak. Â Rasa sesal di kemudian hari akan sangat besar bagi saya. []