GELAR sarjana seharusnya menjadi solusi atas persoalan bangsa, bukan menambah persoalan bagi bangsa. Bila sudah bergelar sarjana, lalu pasrah menjadi pengangguran dan hanya berharap keajaiban lulus pegawai negeri berarti keilmuannya hanya sebatas pengetahuan belaka. Tidak menyentuh kesanggupan menerapkannya secara totalitas makna.
Kalau memang sanggup, seharusnya berpikir bagaimana caranya agar bisa bersaing dalam dunia kerja. Pantang berputus asa hanya karena gagal menjadi pegawai negeri yang digaji tetap oleh negara, karena selama menempuh pendidikan sudah memiliki kecakapan ilmu untuk menjadi bekal mencari peluang mengais nafkah dengan beragam cara. Bila perlu tumbuhkan semangat berwirausaha, coba cari peluang usaha apa yang bisa diwujudkan sesuai dengan kemampuan kita.
Serendah-rendahnya pengetahuan seorang sarjana itu tahu tulis dan baca. Mengapa tidak memanfaatkan itu untuk mengirim karya ke media massa. Peluang cukup terbuka, mulai rubrik cerita pendek, puisi, esai, artikel, resensi buku tersedia di sana. Ayolah, jangan menumpulkan logika. Cerdaskan akal dengan memberanikan diri menjadi perangkai aksara. Jangan katakan tidak bisa sebelum mencoba.
Gagal itu biasa, tetapi setidaknya sudah punya mental baja. Tak ada perjuangan yang sia-sia, demkian pula dengan kemampuan menjadi pegiat karya. Sayang sekali kalau bergelar sarjana tetapi tidak bisa menjadi peracik kosakata, padahal sewaktu kuliah diminta menulis makalah sekian puluh lembar akan berupaya dengan sekuat tenaga agar lulus dengan nilai sempurna.
Apa tidak merasa malu menjadi sarjana pengangguran yang sudah menua usia tetapi mental kalah dengan balita. Balita saja bernyali besar melakukan hal-hal yang kadang di luar kemampuannya hingga berhasil mewujudkan keinginannya. Ingat tidak bagaimana masa kecilmu yang berupaya dengan segala cara agar mendapatkan uang saku lebih dari orang tua, atau perjuanganmu belajar dengan sungguh-sungguh agar mendaptkan gelar juara.
Semua itu harusnya bisa menjadi pelajaran paling berharga, bahwa untuk mencapai hasil terbaik memang dibutuhkan kesanggupan kerja yang di atas rata-rata. Kalau orang lain bisa, mengapa kita mengatakan tidak bisa. Bukankah itu menunjukkan kalau memang dasarnya kita itu golongan pemalas yang hanya berharap segala sesuatu dengan mudahnya.
Jangan kebanyakan nonton sinetron atau telenovela, terbuai dengan adegan mendapat warisan sekian puluh juta dari orang tua. Kalau orang tuanya miskin, tiba-tiba bertemu dengan pangeran yang kaya raya lalu menawarkan diri berumah tangga. Aduhai, jangan berkhayal jadi Cinderela karena itu cuma jualan mimpi para sutradara.
Ayolah, sadarkan jiwa dan raga. Giatlah bekerja dengan segala daya, maksimalkan potensi yang ada. Jangan sampai dibelenggu kemalasan hingga terus-terusan menjadi beban bagi ke dua orang tua. Sarjana tetapi tidak punya kreativitas itu sungguh celaka, dari itu mulailah mencari dan menemukannya. Bila sudah diperoleh manfaatkan dengan sebaik-baiknya, agar ijazah yang menabalkanmu sebagai seorang sarjana dapat sebenar berguna. []
Arief Siddiq Razaan, 01 Maret 2016