“Kita harus menyatukan semua kaum minoritas.”
“Demokrasi hanya akan berjalan apabila kita melibatkan semua orang. “
“Tolong letakkan senjata kalian. Kita tidak boleh menggunakan cara kekerasan dalam situasi apapun,” Aung San Suu Kyi.
Para aktivis liga nasional demokrat melakukan pertemuan di rumah Aung San Suu Kyi (Michelle Yeoh), ketika kemudian segerombolan pasukan Tatmadaw (otoritas militer Burma) menggerebek rumahnya dan mendeportasi suaminya, Michael Aris (David Thewlis) kembali ke UK.
Suu Kyi menenangkan mereka dan mencegah para aktivis melakukan perlawanan dengan senjata.
Rangoon, beberapa hari kemudian. Suu Kyi memimpin pertemuan terbuka kelompok oposisi. Pertemuan ini langsung dibubarkan tentara. Suu Kyi maju dengan gagah berani menghadang ancaman todongan senjata. matanya tertutup, siap mati demi membela demokrasi.
The Lady (Directed by Luc Besson, 2011) film yang diproduksi oleh Left bank pictures ini mengangkat kisah perjuangan Aung san suu kyi, ikon demokrasi rakyat Myanmar. Dibuka dengan scene pembunuhan ayahnya, founding fathers burma modern, film ini menceritakan perjuangan Suu Kyi yang aksi Non-Violent movementnya banyak terinspirasi dari Mahatma gandhi, filosofi melawan kekerasan dengan kedamaian.
1989, ikon demokrasi itu dikenai tahanan rumah, ia hidup terpisah dari Suami dan anak-anaknya selama 15 tahun lebih.
1991, Komite Nobel Norwegia menganugerahkan Nobel Peace Prize senilai 1.3 Juta dollar kepada Suu kyi dengan quote “Dedikasi bagi dunia untuk penegakan demokrasi, HAM dan persatuan etnis dengan tujuan damai.
2012, 24 tahun kemudian,
Kerusuhan sektarian berbuah pembantaian atas kelompok minoritas Muslim Rohingya di Rakhine state.
Hingga kini, ribuan penduduk muslim minoritas yang oleh PBB disebut sebagai “the world’s most persecuted minority” berjuang melawan maut di atas perahu pengungsian, atau bertahan dengan ancaman kematian di desa-desa yang diisolasi militer.
Ribuan orang tidak berdosa menemui ajal secara tragis di bawah tumpukan puing rumah yang dibumihanguskan aparat. Beberapa video yang beredar menunjukkan kelompok ibu-ibu yang meraung meratapi bayi-bayi mereka yang ditinggalkan di dalam rumah yang terbakar.
Alih-alih meredakan ketegangan, Otoritas keamanan Myanmar bahkan melibatkan penduduk sipil dalam memerangi korban krisis. 2 November 2016, Kepolisian Myanmar merilis upaya untuk melatih dan mempersenjatai penduduk Sipil Non Muslim dengan menggunakan isu “counter terrorism melawan Islamic Jihadist”.
2015, pemimpin Myanmar de facto, Aung San Suu Kyi, dalam konferensi persnya menegaskan pentingnya untuk “Tidak Membesar-besarkan isu Rohingya” saat ditanyai wartawan perihal diam nya ikon perjuangan HAM ini ketika menyikapi isu genosida terhadap minoritas di depan hidungnya sendiri.
Seperti diketahui, mayoritas pendukung Suu kyi yang menjadi konstituennya dalam pemilu adalah penduduk dengan sentimen anti muslim yang tinggi.
Dalam sebuah wawancara dengan wartawati BBC, Mishal Hussain, pemimpin Myanmar ini menampik isu Genosida terhadap minoritas Rohingya dengan mengatakan umat Buddha juga mengungsi dengan berbagai alasan. Untuk kasus teror dan pembunuhan ini, Suu Kyi menyalahkan kondisi represif dalam pemerintahan militer bertahun-tahun sebagai penyebabnya.
Usai wawancara, Suu kyi terlihat marah dan mengatakan ” Tidak ada yang memberitahu kalau saya akan diwawancarai oleh seorang Muslim ”
November 2016,
Anggun C Sasmi, Duta shampoo dari negara lain, mempertanyakan banyaknya suara atas penistaan agama, ketimbang suara atas “aksi teror dan pembunuhan bermotif agama.”
Dalam dakwah twitternya, Si madam seakan mempertanyakan kenapa kamuh, kamuhh dan kamuhhh kok membina kemunafikan. Eaaaa. []
Tulisan ini diambil dari akun Arizal Rasyid