Oleh: Nur Afilin
“TIDUR ba’da Subuh itu sunnah, bro,” celetuk salah seorang saudara seperjuangan suatu hari.
Kami pun melongo lantaran baru dengar fatwa nyeleneh itu.
“Ya, susah nahan, maksudnya,” lanjutnya kemudian.
Sontak kami pun cekakakan mendengar akronim unik itu.
***
Lama ingin menulis tentang ini, akhirnya kesampaian juga. Sebenarnya saya yakin sebagian besar dari kita sudah sedikit tahu ihwal topik ini. Ironisnya, pengetahuan memang tak selalu menjadi pengamalan. Itu. #MTGW Semoga dengan menuliskannya, saya pribadi termotivasi untuk berjuang keras (lebay nggak sih? hehe…) melawan “virus” dari alam bawah sadar ini. Kalau ada yang tersindir, saya mohon maaf. Saya harus jujur, memang demikian maksud saya, haha…
BACA JUGA: KH. Zainuddin MZ, Sang Dai Sejuta Umat
Bagi sebagian kalangan, istilah TIBAS mungkin sudah tidak asing lagi. Tentang siapa penemunya bagi saya tak penting. Nah, bagi yang belum tahu, saya kasih tahu dah. TIBAS yang dimaksud di sini ialah: tidur ba’da Subuh. Istilahnya almarhum K.H. Zainuddin M.Z. dulu “ngukur bale” (bahasa Indonesia: mengukur tempat tidur) sebagai eufemisme dari “tidur pulas di atas tempat tidur”.
Saya pun sepakat dengan “fatwa” di atas, TIBAS itu “sunnah”. Susah nahan, maksudnya. Apalagi kalau sehari semalam habis gentayangan kesana kemari dengan beragam agenda. Alhasil, TIBAS bisa menjadi pilihan agenda mengisi waktu emas itu. Tapi, mau menyerah begitu saja kah? Kalau saya tentu tak mau, kecuali kalau terpaksa, hehe…
Lebih jauh, kalau mau mengkaji kitab-kitab referensi Islam, konsultasi ke ustadz beneran, atau bahkan iseng nanya “ustadz” Google tentu kita akan temukan jawabannya. Dan kalau boleh berhipotesis (dengan dugaan yang amat kuat), kebanyakan jawabannya akan mengarah kepada larangan atau minimal amat dibenci aktivitas yang nampaknya mengasyikkan itu. Silakan membuktikan sendiri.
Konon salah satu ulama kesohor nan keren Ibnu Qayyim al-Jauziyyah rahimahullah pernah menyatakan dalam kitab Miftah Daris Sa’adah, 2/216 seperti ini, “Pagi hari bagi seseorang itu seperti waktu muda dan akhir harinya seperti waktu tuanya.”
Pernyataan itu mungkin akan mengingatkan kita pada pesan Rasulullah SAW, “Ightanim khamsanqabla khamsin” (Jagalah lima perkara sebelum datang lima perkara yanglain). Satu di antara kelima perkara yang beliau maksud ternyata “syabaabaka qabla haramika” (masa mudamu sebelum datang masa tuamu). Ingat sekali lagi, waktu pagi ibarat masa muda dan waktu malam bak periode tua.
Masih kata Ibnu Qayyim, namun dalam kitabnya yang lain Zaadul Ma’aad, orang yang tidur di pagi hari akan terhalang dari mendapatkan rizki Allah. Nah lho!? Alasannya, lanjut beliau, karena waktu subuh adalah waktu dimana makhluk mencari rizkinya, dan pada waktu tersebut Allah SWT membagi rizki kepada para makhluk.
Sebagai penguat pendapat tersebut, beliau menukil riwayat dari sahabat Abdullah bin ‘Abbas radliyallahu ‘anhuma bahwasannya dia melihat anaknya tidur di waktu pagi. Maka, ia berkata kepada anaknya, “Bangunlah engkau! Apakah kamu akan tidur sementara waktu pagi adalah waktu pembagian rizki?”
Selain itu, Ibnu Qayyim juga meyakini banyak tidur dapat mematikan hati dan membuat badan merasa malas serta membuang-buang waktu. Katanya, “Banyak tidur dapat mengakibatkan lalai dan malas-malasan. Banyak tidur ada yang termasuk dilarang dan ada pula yang dapat menimbulkan bahaya bagi badan. Tidur pagi juga menyebabkan berbagai penyakit badan, di antaranya adalah melemahkan syahwat.” Mau?
Lalu, apakah dengan demikian TIBAS itu hukumnya haram? Silakan dikaji lagi dari sumber terpecaya. Yang jelas, menurut salah satu sumber, sebenarnya tidak ada dalil Al-Qur’an atau Al-Hadits yang secara tegas menyatakan keharaman TIBAS. Namun demikian, praktik para ulama generasi terbaik Islam mengisyaratkan TIBAS sebagai sesuatu yang mesti dihindari semampunya. Sekali lagi, semampunya. So, jangan bilang sudah maksimal kalau badan masih merapat ke kasur atau tubuh leyeh-leyeh di atas tikar. Hehe….
Bagaimana dengan orang yang benar-benar sedang sibuk dan cuma punya waktu istirahat ba’da Subuh? Demi menjawabnya, ada baiknya kita menyimak kisah dari Abu Yazid al Madini berikut:
“Pada suatu pagi Umar bin Khattab r.a. pergi ke rumah Shuhaib r.a. Namun, Shuhaib sedang tidur pagi. Umar pun duduk menunggu sehingga Shuhaib bangun. Ketika bangun Shuhaib berkomentar, ‘Amirul mu’minin duduk menunggu, sedangkan Shuhaib tidur pagi’. Umar mengatakan, ‘Aku tidak suka jika kau tinggalkan tidur yang bermanfaat bagimu’”. (Diriwayatkan oleh Ibnu Abi Syaibah no. 25454).
Frasa “tidur yang bermanfaat” tentu bukan sembarang tidur. Artinya, saat itu Shuhaib memang sedang dalam kondisi butuh istirahat lantaran amat lelah yang tak terperi. Jadi, kalau tiap hari kita konsisten TIBAS dengan dalih praktik dari Shuhaib itu tentu termasuk salah alamat, saudara-saudara.
BACA JUGA: Kiai Malu Rumahnya Lebih Bagus daripada Masjid
Lantas, apa solusinya? Kalau mau jujur, sebenarnya banyak pilihan aktivitas yang jelas recommended. Sebut saja baca Al-Qur’an, menambah hafalan, muraja’ah, dzikir Al-Ma’tsurat, membaca buku, dan kawan-kawan. Oh ya, yang mau olahraga, pagi hari juga bagus menggerakkan tubuh ini sembari menghidup udara segar pagi hari. Pokoknya nggak akan garing mengisi waktu setelah Subuh itu lantaran aktivitas positif bejibun macamnya. Belum terbiasa? Maka, mari bersama-sama membiasakan. Tak tahan lama? Sekadarnya sajalah untuk pertama-tama, kawan. Seperti kata pepatah “Ala biasa karena biasa”, maka jangan pernah bilang tak bisa jika sampai detik ini kita tidak keukeuh menciptakan kebiasaan.
Demikian pembahasan singkat mengenai salah satu “sunnah”yang salah kaprah. Sekali lagi, ini hanya selintas bahasan dengan referensi terbatas. Silakan kaji lebih dalam jikalau mau mendapat keterangan lebih komprehensif. Semoga bermanfaat. Wallahu a’lam.
TIBAS? LIBAS! []
Sumber:
radiosunnah.com
muslimah.or.id
dan lain-lain
SL, 14/12/2013
Kirim RENUNGAN Anda lewat imel ke: islampos@gmail.com, paling banyak dua (2) halaman MS Word