“KENAPA pagi begini sudah macet? Emang mereka kerjanya di mana?“ tanyaku pada Bang Yos, supir pribadi keluarga. Waktu menunjukan pukul 5.16 pagi, dalam perjalanan ke Puncak menuju kantor utamaku dan sekolahnya Ben.
“Menghindari macet, Bu ke arah Sudirman, jadi begitu sampai langsung tidur, sambil nunggu jam masuk kantor, juga menghindari buka tutup di pukul 7.00-10.00 dan kalau sore pukul 16.00-20.00
Wahhh…
Dalam hatiku “Gak ketemu anak dong, sebelum subuh sudah jalan, pulang-pulang harus lewat pukul 20.00 baru jalan, jadi sampai rumah pukul 22.00 malam. Berangkat sebelum anak-anak bangun dan pulang setelah anak-anak tidur.”
Tadi malam aku nonton film (jangan tanya judulnya yaa, malas aja ber-konflik dengan yang pro dan kontra), topiknya bukan itu. Dalam satu scene film itu digambarkan anak yang kehilangan Ibunya yang single parent karena sang suami selingkuh dan juga sang ibu harus kerja keras. Dan ketika anaknya ada acara penting ‘membuat lagu untuk Ibunya‘, sang ibu sedang hadapi client penting juga, sehingga tak bisa hadir. Alhasil si anak marah-marah dan kalimat menyalahkan sang ibu pun deras mengalir, juga kalimat menohok dari rekan sekerja ibunya “Apakah ketemu client lebih penting daripada ketemu anakmu?“
Dan sang Ibupun terhenyak, diam merasa bersalah.
Aku berbisik pada ponakan cewek yang duduk di sebelahku, “Kalau jadi tante Fifi, tante akan bilang; ‘Semuanya penting, anak juga harus di beri pengertian. Siapa sih yang mau kerja keras kayak gini siang malam ninggalin anak, semua orang tua juga maunya dekat anak, kalau Ibu gak kerja, anaknya makan apa? Bukankah segala macam fasilitas; liburan, jalan jalan ke pulau, anaknya beli Iphone, beli laptop apple, sekolah yang bagus, uang jajan yang layak, itu semua dari hasil kerja orgtuanya.'”
Anak harus dikasih pengertian. Kumpulkan mereka ketika hari Ahad (terangkan). “Nak, coba hitung berapa total pengeluaran kita selama dua hari ini, Sabtu kemarin kita ke rumah Bude arisan dan bunda bawa kue, lalu pulangnya kita makan bakso, lalu hari ini kita ke mall beli sepatu kamu yang talinya rusak, beli akaesoris untuk tasmu, beli kaus kaki lucu agar kamu sama dengan teman mu, beli novel ringan agar kamu bisa ngobrol dengan temanmu tentang Matahari yang belum ketemu Jingga, lalu makan waffle coklat, minum milkshake, juga beli nutella rasa kacang untuk selai rotimu. Hitung deh total semua berapa, plus bensin dan parkirnya yaa. Juga tukang minta-minta di dekat tukang buah.
“Lalu juga hitung pengeluaran kamu selama sekolah satu minggu, jajan cilokmu, air kelapa di kantin, bekalmu, juga jajan petangmu plus go food mu.
“Juga uang aekolah mu, buku dan bulanan juga iuran kelas. Hitung semua total brapa? Kalau satu anak sekian kalau tiga anak jadi tiga kians khan?
“Kalau Mama gak kerja bantu Papa. Gimana cara bayar itu semua?”
Banyak Ibu bekerja karena faktor pendapatan suami yang kurang atau seperti cerita di atas single parent. Jadi anak mesti ngerti, mereka dapatkan fasilitas itu semua juga dari Ibu yang juga kerja keras dan banting tulang, yaa sama-sama susah lah, jangan hanya di provokasi menyalahkan orang tua. Apalagi zaman sekarang segala sesuatu serba mahal.
Kalau ada saran, ibu di rumah aja, bisa dagang onine, pikir deh yang beli dagangan online khan perempuan-perempuan yang kerja kantoran. Kalau semua dagang online yang mau beli siapa?
Jadi intinya, tak usah saling menyalahkan, anak juga jangan sok kuasa menyalahkan orang tua yang bekerja dan kurang waktu buat anak, suruh pilih aja, mau hidup lebih enak tapi kurang waktu untuk bersama, atau mau hidup pas-pasan dan beras minjam-minjam tetangga, kamar satu bertiga?
Yaa ajak anak-anak untuk faham kondisi, bukan menyalahkan kondisi. Semua juga mau enak, yaa quantity time, ya punya uang, yaa liburan. Tapi khan harus kerja keras dan nahan perasaan, emang uang jatuh dari langit? Ajak si anak memandang ke awan, ketika tiba pada kalimat trakhir “Tak ada uang yang jatuh dari awan..”. Semoga mereka lebih paham, bahkan berlomba mendo’akan Ibunya agar selamat dalam perjalanan dan pekerjaan.
Poin akhir; ayah kerja keras, ibu kerja keras bantu keluarga, anak-anak juga harus kerja keras dong, sekolah yang benar jangan nyusahin orang tua.
“Tidak ada seseorang yang memakan satu makanan pun yang lebih baik dari makanan hasil usaha tangannya (bekerja) sendiri. Dan sesungguhnya Nabi Allah Daud as. memakan makanan dari hasil usahanya sendiri.” (HR. Bukhari) []