ABDULLAH bin Al-Mubarak adalah sosok saudagar yang kaya raya dan terkenal pemurah. Beliau juga seorang ahli ibadah yang berilmu tinggi, dan memiliki sifat-sifat yang mulia. Abdullah bin-Al Mubarak telah meniatkan harta yang diperolehnya untuk dipersembahkan kepada saudara-saudara yang seiman, melaksanakan haji, berjihad, dan untuk kemuliaan-kemuliaan lainnya.
Abdullah bin al-Mubarak hidup di Mekkah. Suatu ketika, setelah menyelesaikan ritual ibadah haji yang kesekian kalinya, dia tertidur dan bermimpi melihat dua malaikat yang turun dari langit.
“Berapa banyak yang datang tahun ini?” tanya malaikat kepada malaikat lainnya.
“600.000,” jawab malaikat lainnya.
“Berapa banyak mereka yang ibadah hajinya diterima?”
“Tidak satu pun”
Percakapan ini membuat Abdullah gemetar, “Apa?”
Ia pun menangis. “Semua orang-orang ini telah datang dari belahan bumi yang jauh, dengan kesulitan yang besar dan keletihan di sepanjang perjalanan, berkelana menyusuri padang pasir yang luas, dan semua usaha mereka menjadi sia-sia?”
“Ada seorang tukang sepatu di Damaskus yang dipanggil Ali bin Mowaffaq.” Kata malaikat yang pertama. “Dia tidak datang menunaikan ibadah haji, tetapi ibadah hajinya diterima dan seluruh dosanya telah diampuni.”
Ketika Abdullah mendengar hal ini, ia tiba-tiba terbangun dan memutuskan untuk pergi menuju Damaskus dan mengunjungi orang ini.
Maka, bersegeralah Abdullah pergi ke Damaskus dan menemukan tempat dimana Ali bin Mowaffaq tersebut tinggal. Abdullah pun menyapanya dan keluarlah Ali si tukang sepatu.
“Siapakah namamu dan pekerjaan apa yang kau lakukan?” tanya Abdullah dengan rasa ingin tahu yang besar. “Aku Ali bin Mowaffaq, penjual sepatu. Siapakah namamu?”
Kepadanya Abdullah pun memperkenal dirinya. “Aku adalah Abdullah bin al-Mubarak”. Tukang sepatu itupun tiba-tiba menangis dan jatuh pingsan. Karena tidak menyangka akan dikunjungi oleh seorang ahli hadist yang tersohor di seluruh Mekah. Ketika sadar, Abdullah pun memohon agar bapak tukang sepatu itu mau bercerita kepadanya.
Dia mengatakan: “Selama 40 tahun aku telah rindu untuk melakukan perjalanan haji ini. Aku telah menyisihkan 350 dirham dari hasil berdagang sepatu. Tahun ini aku memutuskan untuk pergi ke Mekkah, sejak istriku mengandung. Suatu hari istriku mencium aroma makanan yang sedang dimasak oleh tetangga sebelah, dan memohon kepadaku agar ia bisa mencicipinya sedikit. Aku pergi menuju tetangga sebelah, mengetuk pintunya kemudian menjelaskan situasinya. Tetanggaku mendadak menangis.
“Sudah tiga hari ini anakku tidak makan apa-apa,” katanya. “Hari ini aku melihat keledai mati tergeletak dan memotongnya kemudian memasaknya untuk mereka. Ini bukan makanan yang halal bagimu.” Hatiku serasa terbakar ketika aku mendengar ceritanya. Aku mengambil 350 dirhamku dan memberikan kepadanya. “Belanjakan ini untuk anakmu,” kataku. “Inilah perjalanan hajiku.”
Abdullah bin Al Mubarak pun tertegun. Takjub dengan cerita yang baru saja di dengarnya. Dia tidak menyangka, perbuatan mulia yang telah dilakukan oleh si tukang sepatu telah menjadi amal sholeh yang nyata baginya dan mendapat pahala yang besar dari Allah SWT sehingga hajinya diterima.
“Malaikat berbicara dengan nyata di dalam mimpiku,” kata Abdullah, “dan Penguasa kerajaan surga adalah benar dalam keputusanNya.”
Subhanallah.
Abu Abdurrahman Abdullah bin al-Mubarak al-Hanzhali al Marwazi lahir pada tahun 118 H/736 M. Ia adalah seorang ahli Hadits yang terkemuka dan seorang ulama termasyhur. Ia sangat ahli di dalam berbagai cabang ilmu pengetahuan, antara lain di dalam bidang gramatika dan kesusastraan. Ia adalah seorang saudagar kaya yang banyak memberi bantuan kepada orang-orang miskin. Ia meninggal dunia di kota Hit yang terletak di tepi sungai Euphrat pada tahun 181 H/797 M.
Sumber: “Warisan Para Awliya” karya Farid al-Din Attar, Ummi Online.