SUATU negeri yang penduduknya sudah berada di atas madzhab fiqh tertentu, apalagi hal itu sudah berjalan puluhan atau bahkan ratusan tahun, jangan diubah ataupun dipaksa untuk menganut madzhab lain. Karena hal itu hanya akan menimbulkan fitnah di negeri itu, berupa kegaduhan, keributan, dan pertikaian di antara mereka.
BACA JUGA: 4 Madzhab yang Mengharamkan Rokok
Biarkan mereka dengan pilihannya, sepanjang madzhab yang mereka anut adalah salah satu madzhab fiqh Ahlus Sunnah wal Jama’ah yang empat, yaitu Hanafi, Maliki, Syafi’i dan Hanbali.
Mayoritas penduduk negeri kita, Indonesia, telah memilih madzhab Syafi’i, maka biarkanlah itu berjalan sebagaimana biasanya. Jangan kita paksakan untuk meyakini dan mengamalkan madzhab yang lain. Toh pilihan mereka tidak salah. Karena madzhab Syafi’i merupakan salah satu madzhab fiqh Ahlus Sunnah Wal Jama’ah. Alangkah baiknya jika kita justru menyelaraskan diri dengan mereka dalam sisi ini. Insya Allah akan terealisasi kebaikan yang besar dan meminimalisir berbagai fitnah yang mungkin akan terjadi.
Imam Malik bin Anas (w. 179 H) berkisah : “Saat khalifah Al-Manshur menunaikan ibadah haji, beliau memanggilku. Akupun datang kepadanya lalu menyampaikan hadits, beliaupun juga bertanya kepadaku, dan aku pun menjawabnya. Setelah itu, khalifah berkata : “Aku ingin memerintahkan agar kitab ini, yakni “Al-Muwatha’, untuk disalin dan akan aku kirim satu naskah ke setiap negeri muslim. Lalu akan aku perintahkan mereka semua untuk beramal dengan isinya serta meninggalkan seluruh ilmu selain darinya. Karena aku berpendapat, bahwa pokok ilmu itu riwayat dan ilmunya orang Madinah.”
Mendengar pernyataan khalifah seperti itu, maka Imam Malik bin Anas menimpali :
يَا أَمِيْرَ المُؤْمِنِيْنَ، لاَ تَفْعَلْ، فَإِنَّ النَّاسَ قَدْ سِيقَتْ إِلَيْهِم أَقَاوِيْلُ، وَسَمِعُوا أَحَادِيْثَ، وَرَوَوْا رِوَايَاتٍ، وَأَخَذَ كُلُّ قَوْمٍ بِمَا سِيقَ إِلَيْهِم، وَعَمِلُوا بِهِ، وَدَانُوا بِهِ، مِنِ اخْتِلاَفِ أَصْحَابِ رَسُوْلِ اللهِ -صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ- وَغَيْرِهم، وَإِنَّ رَدَّهُم عَمَّا اعْتَقَدُوْهُ شَدِيْدٌ، فَدَعِ النَّاسَ وَمَا هُمْ عَلَيْهِ، وَمَا اخْتَارَ أَهْلُ كُلِّ بَلَدٍ لأَنْفُسِهِم.
BACA JUGA: Madzhab Hanafi Paling Kering dari Dalil?
“Wahai Amirul Mu’minin ! Jangan anda lakukan itu ! Karena manusia telah didahului oleh pendapat-pendapat yang lain, mereka juga telah mendengar hadits-hadits, dan meriwayatkan berbagai riwayat. Setiap kaum telah mengambil pendapat yang telah dulu datang kepada mereka, mengamalkannya, dan mereka dalam kondisi telah menguasai berbagai perselisihan para sahabat nabi serta selain mereka. Sungguh ! Mengembalikan mereka dari berbagai perkara yang telah mereka yakini sebelumnya kepada keyakinan yang lain, merupakan perkara yang sangat berat. Maka, biarkan mereka tetap berada di atas apa yang telah mereka yakini sebelumnya ! Dan biarkan setiap penduduk negeri untuk memilih pendapatnya bagi diri mereka !”
Kisah di atas disebutkan oleh Imam Adz-Dzahabi (w. 748 H) dalam kitab “Siya A’lamin Nubala” (8/78). Semoga kita bisa mengambil pelajaran dari sikap Imam Malik bin Anas tersebut. Barakallahu fiikum. []
Facebook: Abdullah Al-Jirani