AIR Susu Ibu (ASI) merupakan asupan utama bagi bayi. Dalam Islam, masa menyusui diatur dalam Alquran.
Allah berfirman dalam QS Al Baqarah ayat 233:
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan.”
Ayat di atas menjadi pedoman yang berlaku bagi Ibu yang menyusui anaknya.
Namun, bagaimana jika seorang ibu tidak dapat menyusui anaknya karena suatu hal tertentu baik karena alasan medis maupun udzur sya’i? Atau, bagaimana jika terjadi kasus ibu meninggal setelah persalinan dan bayinya yang masih hidup membutuhkan ASI?
BACA JUGA:Â Ketika Alquran Disusun, Dua Ayat Ini sempat Tertinggal
Kendati telah banyak beredar susu formula, namun mengingat pentingnya ASI, tentu orangtua ingin memberikan asupan terbaik bagi bayinya. Dalam kondisi tertentu, Islam pun membolehkan untuk mencari donor ASI, seperti halnya yang dilakukan Aminah, ibunda Nabi Muhammad SAW.
Dalam sirah nabawiyah diketahui bahwa Nabi memiliki beberapa orang ibu susu. Memang sudah jadi kebiasaan dalam budaya Hijaz (Arab) bahwa ketika anak lahir kemudian disusukan kepada orang lain yang berada di luar kota atau pedesaan.
Kebiasaan tersebut dilanggengkan agar anak itu hidup dalam udara padang pasir yang bersih dan suasana yang bebas-merdeka. Sehingga anak dapat tumbuh dengan segar, sehat, cerdas, dan mandiri. Juga agar anak dapat berbicara bahasa yang asli, yakni bahasa orang badui yang sejati. Sebab, bahasa arab di perkotaan telah bercampur dengan bahasa asing lainya (KH. Moenawwar Kholil, Kelengkapan Tarikh Nabi Muhammad SAW, 2001: 70).
Karena itu, donor ASI tidak dipilih secara sembarangan. Ada syarat-syarat yang harus diperhatikan sebab masalah menyusui ini juga terkait erat dengan hubungan mahram.
Dalam buku Tanya Jawab Fiqih Sehari-hari, Wakil Sekretaris Lembaga Bahtsul Masail (LBM) KH Mahbub Maafi menguraikan pertanyaan terkait dengan kualitas dan kuantitas ASI yang bisa menyebabkan terjadinya hubungan mahram.
“Kualitas ASI yang bisa menyebabkan adanya hubungan mahram belum kami temukan jawaban yang memadai,” katanya.
Namun sepanjang yang diketahui dalam soal kualitas ASI yang menyebabkan adanya hubungan mahram, tidak disyaratkan harus memiliki kualitas sebagaimana ketika keluar dari puting susu. Artinya meskipun ASI tersebut mengalami perubahan misalnya sebab kemasaman atau kental, tetap saja jika diminumkan kepada bayi belum berusia dua tahun sampai ke dalam perut, menyebabkan hubungan mahram.
“Dan tidak disyaratkan bagi berlakunya keharaman tetapnya ASI pada kondisi ketika terpisah dari payudara. Karenanya, apabila ASI tersebut berubah karena kemasaman, atau menjadi keju atau dadih kemudian diberikan kepada anak kecil yang belum mencapai usia dua tahun maka haram karena sampainya ASI ke dalam perutnya.” (Muhyiddin Syarf an-Nawawi, Raudhah ath-Thalibin wa’Umdag al-Mu’ftin, Bairut-al-Maktab al-Islami, 1405 H,juz IX,h.4).
Disebutkan Muhammad Syatha ad-Dimyati dalam I’anah ath-Thalibin, Mesir-at-Tijariyah al-Mubra, tt, juz. 287, penjelasan ini juga mengandung pemahaman bahwa tidak harus si bayi itu meminum ASI secara langsung tetapi bisa juga ASI itu dikeluarkan dahulu baru kemudian diminumkan kepada si bayi tersebut dan sampai ke dalam perutnya.
“Sedang dari sisi kuantitas ASI yang bisa menyebabkan adanya hubungan mahram sekurang-kurangnya adalah lima kali,” katanya.
Persoalannya, bagaimana jika suhunya adalah campuran dari ASI banyak ibu?
“Hal ini akan menimbulkan kesemrawutan mahram,” katanya.
Dalam salah satu keputusan Muktamar NU ke 25 tahun 1971 di Surabaya mengenai mengumpulkan air susu dari beberapa ibu untuk di rumah sakit disebutkan:
“Bahwa pengumpulan susu oleh rumah sakit dari kaum ibu yang diberikan kepada bayi-bayi yang dirawat dalam rumah sakit tersebut bisa menjadikan mahram ‘radha’ sangat syarat.”
BACA JUGA:Â Air Susu Ibu, Cairan Ajaib Sepanjang Masa
Adapun syarat bagi donor ASI adalah sebagai berikut:
Pertama, perempuan yang diambil air susunya itu masih dalam keadaan hidup, dan kira-kira berusia sembilan tahun qamariah.
Kedua, bayi yang diberi air susu itu belum mencapai umur dua tahun.
Ketiga, pengambilan pemberian air susu tersebut sekurang-kurangnya lima kali.
Keempat air susu itu harus dari perempuan yang tertentu.
Kelima syarat yang tersebut di atas harus benar-benar yakin nyata.
Mengacu pada hasil keputusan Muktamar maka donor ASI itu diperbolehkan dengan konsekuensi akan menjadi adanya hubungan mahram antara si bayi dengan pihak pendonor. Namun harus ada syarat-syarat yang dipenuhi sebagaimana yang telah diputuskan dalam Muktamar NU di atas.
“Disamping itu ada juga syarat lain yang hemat kami harus dipenuhi yaitu pihak bank itu harus dikenal atau jelas dasar,” katanya.
Hal ini tentunya untuk menghindari adanya kerancuan hubungan mahram. Memang ini kata dia, sangat sulit untuk diperhatikan karena harus menyeleksi dan mengetahui satu persatu pendonor ASI dan bayi yang akan diberi donor ASI agar kelak tidak terjadi kerancuan mahram dan terjadi perkawinan antar mahram susuan. []
SUMBER: REPUBLIKA