Oleh: Muhammad Abduh Negara
SEBAGIAN ulama membuat pembagian ibadah sebagai berikut:
1. Ibadah ghairu mahdhah, yaitu semua perkara yang asalnya tidak ditujukan untuk taqarrub ilallah, namun jika ia dilakukan sesuai apa yang diridhai Allah ta’ala dan diniatkan karena Allah ta’ala, maka pelakunya mendapatkan pahala.
Contoh: bekerja mencari nafkah, membantu menyelesaikan kesulitan orang lain, mengajar ilmu umum, dll.
BACA JUGA:Â Celah Riya dalam Ibadah
2. Ibadah mahdhah muthlaqah, yaitu semua perkara yang diperintahkan Allah ta’ala dalam rangka taqarrub pada-Nya, namun tidak ada batasan khusus terkait tempat, waktu, jumlah dan cara.
Contoh: dzikir, istighfar, membaca Al-Qur’an, shalawat, dan semisalnya.
3. Ibadah mahdhah muqayyadah, yaitu semua perkara yang diperintahkan Allah ta’ala dalam rangka taqarrub pada-Nya, dan telah ditentukan batasan khususnya, seperti tempat, waktu, jumlah dan caranya.
Contoh: shalat lima waktu.
Catatan:
1. Untuk ibadah jenis pertama, posisi niat memegang peranan sangat penting. Jika niat meraih ridha Allah, dapat pahala. Jika hanya diniatkan memenuhi kebutuhan hidup tanpa dibarengi sisi ruhiyyah, maka tak bernilai di sisi Allah.
2. Untuk ibadah jenis ketiga, semua ulama sepakat, jika ia dilakukan pada waktu yang tidak ditentukan, atau pada tempat yang dilarang, atau dengan jumlah yang menyelisihi tuntunan, atau dengan cara yang dibuat-buat sendiri, ia adalah bid’ah munkarah dan haram.
3. Untuk ibadah jenis kedua, ini ranah khilaf di kalangan ulama. Syafi’iyyah dan banyak lagi ulama lainnya, menyatakan tidak masalah menentukan waktu khusus, atau di tempat khusus, atau jumlah dan cara khusus, selama itu dalam rangka mendawamkan (supaya bisa konsisten), memperbanyak ibadah dan semisalnya, tanpa keyakinan adanya fadhilah khusus terkait waktu, tempat, jumlah dan cara tersebut, yang memang tidak ada dalil khususnya.
BACA JUGA:Â Meski Ahli Ibadah dan Taat Suami, Wanita Kikir Ini Berakhir di Neraka
Sedangkan sebagian ulama menganggap, penentuan waktu, tempat, jumlah dan cara tersebut haram hukumnya dan termasuk bid’ah, yang mereka sebut bid’ah idhafiyyah.
4. Ada ibadah yang muthlaqah dari satu sisi, muqayyadah di sisi lain. Misal, shalat sunnah muthlaq, ia bersifat muthlaq dari sisi waktu (kecuali pada waktu yang diharamkan) dan jumlah rakaat, namun muqayyad dari sisi kaifiyyah (tata cara), tidak boleh membolak-balikkan gerakan shalat atau membuat gerakan baru di luar tuntunan.
5. Ada lagi pembagian ibadah dari sisi apakah ia ma’qulatul ma’na atau ghayru ma’qulatil ma’na. Ada juga yang berbeda pendapat tentang bab tertentu, apa ia ibadah mahdhah atau bukan. Dan lain-lain, dan lain-lain.
Wallahu a’lam. []