Oleh: Ahmad Thomson
Dajjal memiliki tiga sisi. Dajjal sebagai oknum. Dajjal sebagai gejala sosial budaya global. Dajjal sebagai kekuatan gaib.
Merenungkan Dajjal sebagai kekuatan gaib, kehadiran kekuatan ini ditandai dengan kehadiran makhluk dari alam lain yang menguasai manusia, atau sebagaimana terkadang jin merasuki orang atau binatang. Boleh jadi, Dajjal sebagai kekuatan gaib, seperti jin, menjelma sebagai manusia atau binatang tanpa perlu merasukinya, cukup dengan menyerupainya. Ada juga kemungkinan bahwa penjelmaan Dajjal sebagai kekuatan gaib adalah jadi-jadian dari sekelompok jin kafir, artinya bukan sesosok makhluk baru. Tidak diketahui alam asal mereka. Sebenarnya diketahui bahwa ada banyak alam. Pada surat al-Fatihah, Allah disebut Rabbul ‘aalamiin.
Tanda bahwa perasukan telah terjadi ialah, bahwa anda menyaksikan sejum-lah besar manusia atau kelompok-kelompok manusia, semuanya berlaku seolah satu tubuh, seakan tak punya jati diri. Walaupun mereka nampak sebagai manusia namun perilakunya sama sekah’ tidak manusiawi, lebih mirip robot. Banyak sekali buku dan film yang mengangkat gejala ini, dan itu semua bukan khayalan belaka. Semuanya menunjukkan kepada kenyataan yang telah, sedang dan akan terus terjadi, sebagaimana digambarkan dalam film The Man who Fell to Earth.
Karena sisi Dajjal sebagai kekuatan gaib berada di Alam Gaib, maka pengetahuan mengenainya hanya bisa diperoleh dan mereka yang punya sarana ke Alam Gaib. Walaupun Nabi Muhammad saw diberikan sarananya, namun beliau tidak berhasrat padanya. Karena hasrat kepada ilmu semacam ini adalah kendala bagi orang yang berhasrat pada ilmu mengenal Allah.
BACA JUGA: Dimana Dajjal akan Muncul? Ini 3 Lokasi yang Diprediksi Jadi Tempat Kemunculannya Kelak
Namun, dengan mengamati bagaimana-perubahan-perubahan yang terjadi pada keadaan sosial budaya dunia, terutama di abad ini, dan dengan mengamati bagaimana cara hidup masa kini, maka kita bisa memperoleh bukti dari alam nyata – yaitu alam yang bisa ditangkap oleh panca indera kita – bahwa pengam-bilalihan telah dan sedang terjadi. Dengan kata lain, kita dapat mengenali ciri-ciri Dajjal sebagai kekuatan gaib, dengan meneliti Dajjal sebagai gejala sosial budaya global.
Apabila kita kaji sisi Dajjal sebagai gejala sosial -budaya global, kita akan saksikan bahwa pengambilalihan sedang berjalan lancar, nampaknya saat kemunculan si Dajjal sudah sangat dekat, alasannya sangat sederhana: karena sistem-sistem dan para pengurusnya, yaitu sistem kafir, yaitu sistem Dajjal, telah memperoleh kekuasaan yang cukup di seluruh dunia, sehingga begitu si Dajjal dikenali dan diakui, Dajjal bisa langsung dinobatkan sebagai pimpinan yang dinanti-nanti.
Dalam seratus tahun yang terakhir, telah terjadi perubahan-perubahan yang sangat luar biasa di muka bumi. Pengelompokan sosial yang biasa berlaku di seluruh dunia, yaitu masyarakat berpola pedesaan, yang terbentuk dari keluarga-keluarga yang saling mengenal dan saling membantu – baik di antara warganya maupun antar pedesaan – kini dengan pesatnya telah terkikis dan kehilangan sifatnya. Kini, di kota-kota besar, setiap insan semakin terkucil dari jati dirinya, dari manusia di sekitarnya, dan dari pengenalan kepada Allah -mereka sekedar menjadi sebuah roda gigi yang sibuk dalam proses produsen-konsumen, yang apabila tidak sedang bekerja atau tidur, mereka hampir selalu terjebak dalam pencapaian fatamorgana pemuasan diri yang kekanak-kanakan dan tak ada habisnya, ini mcnjamin bahwa manusia tidak akan punya banyak waktu untuk merenung dan bercermin tentang dari mana dan akan kemana dia, juga tak ada waktu untuk mencoba membebaskan diri dari jeratan rutinitas kehidupan yang membelitnya.
Walaupun ukuran pengelompokan sosial yang ada sekarang sebesar masyarakat pedesaan, transaksi sosial antar warganya sudah tidak sehangat dan seerat dahulu. Kini, semakin kurang waktu untuk saling bertemu dan semakin banyak waktu tersita televisi. Semakin sedikit waktu untuk bekerja bersama dan semakin banyak waktu untuk bekerja sendirian. Bagi mereka yang dilahirkan dalam keadaan seperti ini, perubahan sosial ini tidak begitu kentara. Seolah-olah semua berjalan sebagaimana mestinya, sebagaimana digambarkan film THX 1138.
Mungkin satu-satunya cara untuk memahami betapa dahsyatnya perubahan yang telah terjadi, adalah dengan mengamati apa yang terjadi ketika sebuah perusahaan multinasional memutuskan untuk mulai menjarah sumber daya alam dari suatu daerah yang sebelumnya terpencil. Dalam waktu yang cukup singkat, kegiatan para pengatur perusahaan tersebut tidak hanya mengacaukan cara hidup masyarakat asli daerah itu, tapi juga memusnahkan sumber-sumber penghidupan tradisional mereka, dan dengan demikian menjamin pasokan tenaga kerja murah untuk mengerjakan berbagai kegiatan perusahaan multinasional itu. Mendadak semua orang dinomori dan mengejar sesuatu yang namanya uang, dan terenggutlah keselarasan sosial yang pernah ada sebelum datangnya pertambangan, atau ladang minyak, atau penebangan hutan, atau pendirian pabrik, atau pembangkit listrik tenaga air, atau apa pun juga.
Semuanya dilaksanakan atas nama kemajuan, pemberadaban masyarakat terbelakang, atau demi peningkatan mutu kehidupan, namun, pada hakikatnya gaya hidup baru itu pasti terkait dengan teknologi baru, dan pasti juga terkait dengan pelecehan pada ilmu hakiki, yang para kafir sebut sebagai pendidikan dan melek huruf itu. Semuanya merupakan tanda terkikisnya atau berakhirnya transaksi kemanusiaan yang sejati di daerah tersebut. Adapun penduduk asli yang tidak bisa dipakai, akan sengaja digusur atau dibasmi dengan aneka penyakit menular atau virus-virus baru, yang mereka belum miliki penolak alaminya.
Sebuah perubahan perilaku sosial lainnya yang cukup berarti, dan jelas berkaitan dengan meningkatnya otomatisasi di suatu kelompok sosial, adalah bahwa dahulu keutuhan suatu masyarakat dibina dengan peribadatan kepada Tuhan, kini unsur pengikat yang mendasar itu sudah semakin berkurang. Di dunia barat, pola peribadatan yang menonjol adalah pola agama Kristen – sebuah agama ganjil hasil percampuran dari gagasan-gagasan Paulus sendiri, filsafat Yunani, pembaharuan yang mengada-ada atas peran kerahiban – dalam rangka berusaha keras untuk selaras dengan para penguasa kafir – dan dengan sedikit serpihan-serpihan ajaran asli Nabi ‘Isa as.
Karena pola peribadatan ini berbeda dengan cara asli yang diamalkan Nabi ‘Isa dan para pengikutnya, maka pola ibadat ini belum pernah, tidak mampu dan tidak akan mampu mencapai hakikat kehidupan maupun membimbing kepada pengenalan Allah. Tak pelak lagi ini memastikan bahwa khalayak akan terus mencampakkan pola ibadat ini – si kafir menolak karena memang dia tidak punya hasrat untuk menyembah Allah, dan para penganut setia menolak karena menyadari bahwa agama bermerek Kristen yang ditawarkan itu, hanya sedikit pertautannya dengan ajaran asli Nabi ‘Isa, dan tidak berpijak kepada cara hidup Nabi ‘Isa dan kaumnya, juga tidak akan membimbingnya mengenal Allah.
Adapun hal yang mempermudah khalayak bercerai dengan pola peribadatan Kristen, adalah karena terjadinya pemilah-milahan di masyarakat barat akibat kebangkitan cara hidup seperti mesin, yang konon disebut “revolusi industri”. Maka hidup tanpa peribadatan lebih disukai daripada menganut pola ibadat yang walaupun dikemas atas nama Nabi ‘Isa, namun nyatanya tidak sesuai dengan pola ibadat asli Nabi ‘Isa – yang sebenarnya sudah punah untuk selamanya.
Yang menarik, karena begitu banyak ajaran dasar Kristen bukan saja merupakan hasil rekayasa manusia, tapi juga terang-terangan bertentangan dengan apa yang telah diajarkan Nabi ‘Isa, dan juga karena begitu banyak upacara Gereja Trinitas1 yang diambil dari sumber-sumber selain dari gaya hidup Nabi ‘Isa dan kaumnya, maka ada beberapa penulis barat yang menyamakan Gereja Trinitas Resmi – beserta aneka perwujudannya – dengan si AntiKristus itu sendiri.
Pandangan itu diperkuat dengan bukti bahwa para jagoan Gereja Trinitas Resmilah – yaitu Katolik Roma dan Protestan – yang pada beberapa abad yang lalu menyulut peperangan dan membasmi semua Kristen Unitarian – seperti kaum Nazarenes, Ebitiones, Donatist, Arians, Adoptionists, Paulicians, Ilumnists, Catharii, dan banyak suku-suku Goth – padahal merekalah yang sebenarnya mengikuti ajaran asli dan jalan hidup Nabi ‘Isa as. Dengan Inkuisisi Jaman Pertengahan dan dilanjutkan dengan Inkuisisi Spanyol, Gereja Trinitas berhasil membasmi semua Kristen Unitarian tersebut, termasuk sebilangan besar kaum Yahudi Unitarian di Eropa. Selanjutnya, Gereja Trinitas Resmi mengalihkan usaha pembasmiannya kepada semua umat Unitarian pengikut Nabi Muhammad, yaitu kaum Muslimin, dan walaupun upaya ini belum sepenuhnya berhasil, proyek ini masih terus digalang hingga kini.
Sejak dahulu hingga kini, tingkat keberhasilan yang dicapai Gereja Trinitas Resmi dalam gerakan pembasmian itu, hanya bisa tercapai karena mereka selalu bersekongkol dengan sistem kafir, yaitu sistem Dajjal, sistem yang telah dan senantiasa bertekad untuk menyesatkan dan memusnahkan pengamalan Islam yang hidup dan dinamis.
Dari temuan ini, dan karena kubu “Sains” dan Kristen Trinitas bergantung pada dan menopang sistem yang sama, maka nyatalah bahwa pertentangan apapun yang nampak antara keduanya hanyalah khayalan belaka dan tentu hanya di permukaan saja. Jelaslah perlu segera dibedakan dengan tegas antara para Kristen Trinitas yang tahu bahwa jalan yang mereka anut bukanlah jalannya Nabi ‘Isa as, dengan mereka yang penuh ketulusan ingin menyembah Tuhan – namun telah disesatkan hingga percaya bahwa merek Kristen yang mereka anut itu sesuai dengan ajaran asli Nabi ‘Isa – dan mereka pun sampai saat ini belum sempat mengenal transaksi kehidupan Islam sejati: yaitu jalan hidup kenabian bagi jaman ini, yang sebenarnya sangat mirip dengan jalan hidup Nabi ‘Isa dan para pengikutnya ra.
Apa yang baru diuraikan tentang para Kristen juga berlaku pada kaum Yahudi. Kini mereka yang mengaku Yahudi, nyata-nyata tidak mengikuti jalan Nabi Musa as, bahkan sejumlah besar Yahudi terang-terangan mengaku bukan berasal dari keturunan Bani Israel – yaitu suku bangsa yang khusus kepada mereka Nabi Musa dan Nabi ‘Isa diutus. Salah satu moyang para Yahudi yang bukan Yahudi itu, adalah kaum Khazar, aslinya mereka adalah bangsa kecil yang tinggal di wilayah yang kini menjadi Turki dan Rusia Selatan pada pertengahan abad kedelapan, pemimpin mereka yang bernama Raja Joseph memeluk agama Yahudi sebagai muslihat politik, agar terhindar dari penjajahan Kristen yang datang dari utara, dan terhindar dari dakwah Islam yang datang dari selatan. Raja Joseph paham betul bahwa muslihatnya itu akan mendatangkan perlin-dungan yang layak dari sesama penyembah Tuhan.
Kini keturunan-keturunan Khazar yang biasa disebut juga sebagai bangsa Ashkenazim, telah tersebar di seluruh dunia, dan mereka diakui keahliannya di bidang seni dan dalam transaksi-transaksi bisnis dan keuangan. Cara hidup mereka bukanlah cara hidup yang diamalkan Nabi Musa as dan para pengikutnya ra. Cara hidup Nabi Musa as telah punah ketika Nabi ‘Isa as diturunkan. Perlu diingat bahwa Nabi ‘Isa diutus untuk menegakkan kembali cara hidup Musa di kalangan bani Israel, dan bukan untuk membuat perubahan walau cuma sehuruf.
Namun nyatanya, para penulis kitab dan para rabi di masa itu – yaitu kependetaan yang menobatkan dirinya sendiri dalam apa yang kemudian menjadi “agama Yahudi” – bahkan tidak bisa mengenali siapa Nabi ‘Isa as, hal ini menunjukkan betapa jauhnya para Yahudi itu tersesat dari ajaran asli Nabi Musa, padahal itu terjadi duapuluh abad yang lalu. Terkadang disebut juga sebagai “suku Israel yang ketiga-belas”, beberapa ahli sejarah mengaitkan para keturunan Khazar ini dengan salah satu dari empat tanda kiamat yang utama, yaitu kemunculan Yajuj wa Majuj, atau Gog dan Magog, karena mereka hakikatnya adalah “Yahudi yang bukan Yahudi”.
BACA JUGA: Ketika Nabi Kisahkan Sahabat yang Bertemu Dajjal
Kaitan ini lebih diperkuat dengan pernyataan Raja Joseph pada tahun 960, yang menyatakan bahwa bangsa Khazar adalah keturunan Togarma, cucu dari Japheth, putera Nabi Nuh – yang menurut Kitab Kejadian 10:2-3 – paman Togarma itu bernama Magog. Jika ini benar, maka jelaslah keturunan Khazar terkait erat dengan kemunculan Dajjal, karena kebanyakan dari mereka kini memegang tampuk-tampuk kekuasaan penting dalam aneka sistem terkait yang berpadu menjadi sistem kafir, yaitu sistem Dajjal. Ada pula pihak-pihak yang sangat berhasrat untuk menunjukkan bahwa apa yang terjadi pada Kristen dan Yahudi, juga berlaku pada Muslim, dan bahwa banyak yang mengaku sebagai “Muslim” tetapi tidak mengikuti jalannya Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya. Ini ada benarya, dan ini merupakan sebagian bukti keberhasilan yang dinikmati Kristen dan Yahudi dalam usaha mereka untuk menyesatkan dan membasmi siapa saja yang telah atau sedang mencari jalan hidup Nabi Muhammad saw dan para sahabatnya ra. Salah satu metoda pemungkas yang digunakan sistem kafir, yaitu sistem Dajjal, dalam menghapus cara hidup Islam, adalah dengan menanamkan cara hidup kafir ke negeri-negeri Muslim, sembari disamarkan dengan peristilahan yang “islami”.
Kini hampir semua wilayah-wilayah yang dahulu dihuni oleh Muslim, telah dikuasai dan diperintah berdasarkan asas-asas sistem kafir dan tidak sesuai dengan kandungan Qur’an dan Sunnah. Meskipun Rasulullah saw pernah bersabda bahwa nanti sebagian Muslim akan mengikuti cara hidup para pendahulunya – yaitu Kristen dan Yahudi – secepat kadal kabur ke liangnya, namun beliau juga bersabda bahwa tidak semua umatnya akan tersesat.
Masih banyak Muslim yang mengikuti pola kehidupan Rasulullah saw dan pola kehidupan masyarakat Muslim pertama yang terbentuk di sekeliling beliau, Yang penting adalah, walau terdapat sejumlah Muslim yang menyimpang dari jalan Nabi Muhammad, setidaknya jalan hidup itu masih terpelihara bagi mereka yang ingin mengamalkannya, dan setidaknya masih ada mereka yang mengamalkan jalan hidup itu. Perbedaan yang telak di antara kaum Yahudi, Kristen dengan Muslim adalah: kaum Yahudi tidak lagi mengetahui dan tidak mengamalkan ibadatnya Nabi Musa, kaum Kristen tidak lagi mengetahui dan tidak mengamalkan ibadatnya Nabi ‘Isa, sedangkan Muslim masih mengetahui dan masih mengamalkan ibadatnya Nabi Muhammad saw. Jalan hidup Nabi Musa as dan Nabi ‘Isa as telah punah. Sebagai gantinya, direkayasa dan diproklamasikanlah agama Yahudi dan agama Kristen. Agama-agama buatan ini merupakan senyawa dari sistem kafir, yaitu sistem Dajjal. Sistem Dajjal sangat bertolak-belakang dengan jalan hidup Kenabian; yaitu jalan hidup yang tidak saja diwujudkan oleh Nabi Musa as, Nabi ‘Isa as, dan Nabi Muhammad saw, bahkan diwujudkan pula oleh seluruh Nabi sejak Nabi Adam as hingga ke seratus dua puluh empat ribu Nabi lainnya, semoga Allah memberkati dan menyejahterakan mereka semua. []
Dinukil dari buku “Dajjal the AntiChrist” karangan Syekh Ahmad Thomson