Oleh: Sri Sugihartati
Mahasiswi Jurusan Akuntansi Syari’ah semester 7 di STEI SEBI-Depok. afnanugi95@gmail.com
DALAM setiap kegiatan bisnis ataupun non-bisnis, setiap lembaga memerlukan adanya sebuah pengawasan guna melihat apakah kinerja yang selama ini dijalankan apakah sesuai dengan peraturan yang berlaku secara umum atau belum. Karena secara garis besar, tujuan dari perencanaan audit adalah mendapatkan pemahaman atas bisnis dan risiko klien.
Kegiatan seperti ini dilakukan oleh seorang auditor yang dalam praktiknya sekaligus sebagai pihak independen dengan tujuan untuk memberikan opini terhadap keputusan bisnis. Karenanya, lembaga keuangan syari’ah memerlukan Auditor Syari’ah untuk bertindak sebagai pengawasan dari segi syari’ah.
Terdapat tiga bagian menarikyang terkait dengan kepatuhan AAOIFI, seperti halnya Dewan Pengawas Syari’ah (SSB) apakah sudah melakukan pengawasan terhadap lembaga dari sisi syari’ah, pertanggung jawaban terhadap lingkungan sosial (CSR) apakah telah disalurkan untuk kegiatan sosial, serta pengungkapan dan penyajian dari laporan keuangan apakah sudah sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku secara umum.
Menurut AAOIFI, sebuah Dewan Pengawas Syari’ah (SSB) merupakan badan hukum independensi yang khusus menilai dari segi fiqih muamalah (hukum komersial islam). Tujuannya adalah untuk memastikan apakah lembaga keuangan islam (IFI’s) sudah sesuai dengan prinsip syari’ah. Misalnya saja dalam akad dan prakteknya harus sesuai agar terhindar dariunsur-unsur yang dilarang seperti maisir, gharar dan riba dalam transaksi.
Sebuah audit syari’ah mestinya dilakukan ketika produk (bank syari’ah, misalnya murabahah) dikeluarkan dan dijalankan. Karena audit syari’ah melaporkan dari aspek sosial dan ekonomi dari suatu lembaga. Sehingga, diperlukan kompetensi pemahaman syari’ah khususnya bagi para pelaku di lembaga syari’ah.Dapat dikatakan bahwa tugas pertama Dewan Pengawas Syari’ah (SSB) adalah memberikan bimbingan dalam arti tidak hanya memberikan evaluasi/kritikan saja, melainkan juga adanya guide (pengawasan).
Poin kedua yakni tanggung jawab terhadap lingkungan sosial (CSR), untuk mengetahui apakah lembaga sudah membuat perencanaan kegiatan sosial dan merealisasikannya dalam bentuk penyaluran kepada masyarakat sekitar.Sehingga manfaat dari keberadaan lembaga dapat lebih dirasakan salah satunya yaitu meningkatkan kesejahteraan hidup.
Sementara pada poin yang ketiga yakni pengungkapan dan penyajian laporan keuangan (Financial Syari’ah/FS). Tujuannya adalah untuk memberikan informasi terkait dengan kepatuhan lembaga syari’ah (IFI’s) dengan prinsip-prinsip syari’ah. Dari mana sumber kekayaan itu berasal dan kemana hasil usahanya dikeluarkan.
Auditor memainkan peran penting dalam kredibilitas informasi keuangan perusahaan (Healy dan Palepu, 2011). Dengan begitu, lembaga/perusahaan besar cenderung menuntut untuk diberikan informasi yang lebih rinci terkait dengan isi dari laporan keuangan.Karena, lembaga/perusahaan besar memiliki keinginan kuat agar tidak banyak kehilangan informasi yang dapat merusak reputasi mereka.
Dalam konteks islam, model tata kelola perusahaan untuk organisasi bisnis adalah berasal dari keputusan syari’ah. Misalnya, mereka harus merancang sistem yang sesuai dengan prinsip syari’ah dan memberikan perlindungan hak-hak stake holder (Hassan, 2008).
Sehingga dapat dikatakan bahwa ada hubungan positif antara Dewan Pengawas Syari’ah (SSB) dan tingkat pengungkapan laporan keuangan. Karena idealnya, Dewan pengawas Syari’ah (SSB) dan Audit Eksternal dapat saling bersinergi, seperti melakukan pengecekan terhadap transaksi yang ada pada Lembaga Keuangan Syari’ah (LKS) guna menghasilkan efektivitas yang lebih, dalam peran pemantauan dan juga pengawasan.
Berdasarkan AAOIFI (2015), ada 141 anggota asosiasi, tetapi tidak semua bank yang mengadopsi asosiasi.Oleh karena itu, dalam praktek audit syari’ah Audit Internal juga memiliki peranan penting dalam peningkatan kualitas dari segi pengungkapan pada laporan keuangan.
Saat ini, berbagai negara yang tergabung ke dalam anggota AAOIFI belum diwajbkan mengadopsi peraturan secara penuh. Dengan demikian, AAOIFI perlu mengambil langkah-langkah untuk membuat standar mereka menjadi wajib bagi setiap anggotanya. Dengan menerapkan standar-standar tersebut, diharapkan mampu meningkatkan mutu lembaga keuangan islam di berbagai negara yang tergabung dalam keanggotaan AAOIFI. []
Referensi :
SherifEl-HalabyKhaledHussainey, (2016),”Determinants of compliance with AAOIFI standards by Islamic banks”. International Journal of Islamic Middle Eastern Finance and Management, Vol.9.